Lezatnya kemenangan di Pilkada Jakarta memacu adrenalin untuk meraup kemenangan selanjutnya. Tentunya, kemenangan di Jakarta sesuatu yang prestisius. Jakarta itu etalase sekaligus sentralnya Indonesia. Siapa yang menguasai Jakarta, sepertinya menguasai Indonesia. Belum lagi bicara APBD Jakarta yang sangat gemuk dan menggoda, dibandingkan provinsi-provinsi lainnya. Partai-partai pendukung pasangan yang menang tampaknya telah melakukan konsolidasi.
Para pengusung Anies-Sandi ini memiliki mimpi menguasai Indonesia. Mendapatkan kekuasaan atas Indonesia, tentunya memastikan jaminan mendapatkan kekayaan Indonesia. Mereka akan memastikan setiap pengusung mendapatkan jatahnya. Setidaknya gambaran itu sudah terkonfirmasi dengan adanya video yang beredar menceritakan sebuah diskusi perencanaan jalan-jalan pasca kemenangan. Ternyata, kemenangan ini bukan soal kerja. Kemenangan ini sepertinya soal mendapatkan kekayaan negeri ini. Meskipun itu atas nama rakyat. Rakyat miskin pula.
Kemenangan di Jakarta tampaknya telah didapatkan berkali-kali. Satu kemenangan yakni kemengangan Anies-Sandi atas Ahok-Djarot dengan angka yang cukup signifikan di pilkada DKI, dengan perbedaan hampir mencapai 16%, tentunya bukan kemengangan kecil, terlebih lagi dengan tingkat kepuasan masyarakat Jakarta akan kinerja petahana yang mencapai 76%. Kemenangan berikutnya adalah Ahok berhasil dipenjara lewat tekanan yang masif dan terus menerus. Trial by the mob, kata sebagian orang.
Faktor quadruple minority: Kristen, Cina, Bukan Orang Jakarta dan Anti Korupsi, yang dimiliki petahana benar-benar diberdayakan para tim sukses Anies-Sandi. Sebagai sebuah kontestasi politik, tampaknya prinsip Machiavelli tidak masalah digunakan. Dalam kontestasi politik, proses yang terus menerus dan berkesinambungan akan menjadi basis. Sebabnya, kontestasi politik sejatinya adalah tentang perebutan kekuasaan. Setidaknya, seperti yang disampaikan Eep Safeulloh dalam sebuah presentasi di sebuah video.
Kekuasaan yang dimaksud, tentunya tidak hanya terbatas Jakarta. Menguasai Jakarta adalah salah satunya. Sebuah tumpuan yang bisa digunakan untuk melompat lebih jauh, termasuk kepemimpinan negeri ini. Ternyata, kepemimpinan negeri ini pun, hanya satu loncatan saja. Dengan hanya menempatkan orang mereka menjadi presiden, tidak serta merta kekuasaan itu didapatkan.
Hal yang harus dikuasai adalah Indonesia. Indonesia yang terdiri dari 524 kabupaten dan 34 provinsi ini harus dalam genggaman. Sudah tampak, jika hanya menguasai kursi nomor satu di negeri ini, masih belum banyak yang bisa dilakukan. Setidaknya gambaran yang ada sekarang di era kepemimpinan Jokowi. Langkah telah disiapkan untuk segala sesuatunya untuk menguasai Indonesia. Setidaknya, dalam pandangan mereka, ada daerah-daerah besar harus dikuasai.
Salah satunya Jawa Barat. Pemilihan kepala daerah di Jawa Barat sebagai bagian dari rancangan pemilihan umum serentak akan dilaksanakan pada Juni 2018. Pilkada Jabar berbiaya Rp. 1,687 trilyun ini sudah mulai diramaikan calon-calon. Nama-nama beken sudah muncul ke permukaan. Ridwan Kamil menunjukkan minatnya. Dedi Mulyadi, Bupati Purwakarta, sudah menyatakan ketertarikan. Nikmat berkuasa di Jawa Barat juga ingin dilanjutkan Deddy Mizwar.
Belum lagi nama-nama lain yang pernah muncul sebelumnya. Nama Desi Ratnasari, si pelantun Tenda Biru juga muncul ke permukaan. Nurul Arifin, yang pernah berpasangan dengan Deddy Mizwar di film Naga Bonar, tertarik juga ingin mencicipi kekuasaan di tanah Priangan itu. Bahkan Aher mencalonkan istrinya, Netty Heryawan.  Bukan untuk mengembangkan politik dinasti, tetapi lebih keberlanjutan pembangunan Jawa Barat. Begitu setidaknya alasan Gubernur yang dikenal dengan pemecahan masalah publik secara ‘spiritualis’nya itu. Pertarungannya cukup banyak dan setidaknya beberapa memiliki reputasi yang memikat hati calon pemilih seperti Dedi Mulyadi dan Ridwan Kamil.
Jawa Barat adalah provinsi strategis dan sebagai penyangga ibu kota Jakarta. Para pengusung Anies-Sandi sudah bersiap-siap. Pilkada Jawa Barat sangat penting untuk dimenangkan.
Ridwan Kamil yang Membelot
Politik ternyata juga termasuk soal cepat-cepatan. Dukungan cepat diberikan kepada calon yang berpotensi menang. Ridwan Kamil salah satunya. Meskipun belum resmi, Partai Nasionalis Demokrasi pimpinan Surya Paloh ini sudah menyatakan dukungannya kepada walikota Bandung itu.
Ridwan Kamil pada pemilu 2013 didukung oleh Partai Keadilan Sejahtera dan Gerindra. Setelah kemengangan bertubi-tubi di Jakarta, Partai yang mantan ketuanya pernah terkena kasus korupsi sapi ini tidak mau lepas dari Gerindra dengan punggawanya Prabowo. Kemengangan manis di Jakarta memperkuat duet partai ini dan menciptakan sebuah dynamic duo versi politik. Meskipun pilkada masih satu setengah tahun lagi, dan belum ada penentuan calon yang resmi, tetapi perang urat syaraf sudah dilakukan, sekaligus test the water.
Ridwan Kamil yang telah didukung oleh partai Nasional Demokrasi dirasakan oleh partai pendukung sebelumnya, berkhianat. Partai Keadilan Sejahtera menjadi motor kemenangan Anies-Sandi di Jakarta telah mulai melancarkan serangan. Serangan-serangan yang dilakukan masih berbau hal-hal sektarian, selayaknya di Jakarta yang terbukti menuai banyak sekali suara.
Sepertinya, praktek yang sama akan digunakan juga di Jawa Barat, untuk menyerang si ‘anak durhaka’ Ridwan Kamil. Strateginya pasti maknyus, karena Jawa Barat masih memegang rekor sebagai provinsi paling intoleran, setidaknya menurut tiga lembaga, yakni Komnas HAM, LBH Bandung dan Setara Institute.
Laporan Komnas HAM mencatat beberapa kebijakan di daerah yang melanggar Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB). Terdapat 19 kebijakan di Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Cianjur, dan Kabupaten Kuningan. Sementara 27 di Bogor, Bekasi dan Bandung. Dari segi jenis tindakan terdapat dua pelanggan KBB yang terbanyak dilakukan aktor negara yakni diskriminasi berdasarkan keyakinan meliputi 36 tindakan dan penyesatan keyakinan 26 tindakan. Sementara yang dilakukan masyarakat meliputi penyesatan keyakinan 29 tindakan, kriminalisasi berdasarkan keyakinan 28 tindakan dan pelarangan 19 tindakan.
LBH Bandung mencatat sejak tahun 2005-2011 telah terjadi 383 peristiwa tindak pelanggaran intoleransi di Jawa Barat. Di  tahun 2012 sebanyak 76 peristiwa pelanggaran, dan bulan Januari sampai bulan Mei 2013 telah terjadi 23 peristiwa tindak kekerasan dan intoleransi KBB. Sementara Setara Institute dalam laporannya yang diberi judul Supremasi Intoleransi yang dirilis pada Januari 2016 juga mencatat hal yang relatif sama. Dari total 208 peristiwa pelanggaran yang dicatat dengan 270 tindakan yang tersebar di 24 provinsi, tertinggi di Jawa Barat dengan 41 peristiwa.
Ridwan Kamil mungkin akan di-Ahok-kan, karena berani meninggalkan partai pendukungnya di 2013 yang merupakan partai lawan Ahok di pemilihan gubernur Jakarta yang baru lalu. Kekuatan yang digunakan masih tetap sama dengan menyasar masyarakat akar rumput. Cuma kira-kira apa isu yang akan diteriakkan.
Politik identitas akan tetap diterapkan dengan model yang sama di Jakarta. Menggunakan media-media sektarian dalam berkampanye tetap menjadi pilihan yang paling mujarab. Di Jakarta saja cara itu sukses diterapkan. Apalagi di Jawa Barat dengan daerah sebagai pemilik rekor intoleransi tertinggi, setidaknya menurut ketiga organisasi di atas. Isu yang diteriakkan bisa macam-macam. Tetapi yang pastinya masih terkait dengan identitas tadi atau sektarian. Â
Yang sudah dilakukan adalah mengaitkan Ridwan Kamil dengan isu LGBT. Isu ini sangat memanas dalam beberapa waktu lalu. Isu yang ditentang secara umum di Indonesia ini menjadi bola panas bagi pemimpin dan calon pemimpin yang bersikap proaktif. Isu itu coba dilekatkan ke Ridwan Kamil. Pelekatan itu sudah mulai dilakukan.
Isu soal gereja pernah dimunculkan. Dikabarkan, Ridwan Kamil memberikan ijin pembangunan 300 gereja di Bandung. Tiga ratus merupakan angka yang sangat besar. Isu ini tentunya seiring dengan banyaknya sikap-sikap intoleransi yang muncul di Jawa Barat terkait pendirian tempat ibadah agama Kristen ini.
Dan nantinya, jika Ridwan Kamil, sang pembelot, akan tetap didukung Nasional Demokrat, maka mungkin akan dilekatkan stigma Ridwan Kamil diusung partai pendukung penista agama.
Terakhir yang dimunculkan yakni tentang komentar Ridwan Kamil terkait keputusan pengadilan Ahok yang menjatuhkan vonis 2 tahun penjara dan langsung ditahan. Ridwan Kamil, dalam berita yang disanggah itu, digambarkan kecewa dengan putusan hakim tersebut. Hubungan Masyarakat Pemerinah Kotamadya Bandung telah menyanggahnya. Walikota yang suka mengurusi penduduknya yang jomblo ini, telah membantahnya.
Pertarungan merebut kekuasaan dalam kontestasi politik dalam alam demokrasi yang nir nurani dan akal sehat, memang akan menyemai praksis-praksis yang kian memperlebar jurang pemisah di negara ini. Kemarin Ahok menjadi korban, besok Ridwan Kamil dan masih banyak lagi yang akan diruntuhkan demi tercapainya kekuasaan di Indonesia dalam genggaman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H