Mohon tunggu...
Rinsan Tobing
Rinsan Tobing Mohon Tunggu... Konsultan - Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Rahasia Kekuatan Kartini Menjalani Sengsaranya

25 April 2017   20:07 Diperbarui: 26 April 2017   05:00 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: hidupseimbangku.com

Seandainya Kartini tidak diperkenalkan kepada pendidikan, mungkin pertentangan yang ada di dalam dirinya tidak akan terjadi. Pengenalan kepada sesuatu yang baru melahirkan perbandingan. Jika tidak sesuai dengan pikiran dan hati nurani, maka terjadi pergolakan yang luar biasa. Inilah yang terjadi dengan Kartini. Pendidikan telah membukakan matanya. Bacaan dan kesempatan untuk bergaul dengan orang Eropa, memberikan pandangan lain soal dunia padanya.

Perempuan Eropa jauh lebih bebas, sesuatu yang diinginkannya. Sementara Kartini melihat perempuan kaumnya hanya akan berakhir di dalam rumah saja, antara tungku dan kamar. Tidak lebih. Tidak berhak atas keinginan dan kemauan. Bayangan akan dunia yang luas dan kebebasan perempuan Eropa dibandingkan dengan kenyataan adat dan istiadat yang mengungkungnya, melahirkan penderitaan yang luar biasa. Ditambah lagi celaan dan hinaan dari saudara dan Ibunya tentang mimpi-mimpi Kartini.

“Perempuan yang sudah dicerdaskan dan pandangannya diperluas tidaklah sanggup hidup dalam adat istiadat nenek moyangnya itu”, kata Kartini. Seperti disampaikannya pada Nona Zeehandelaar pada 23 Agustus 1900 dalam sebuah suratnya.

Dalam hidupnya yang masih muda, Kartini bertahan sementara dengan sengsaranya. Apa yang dilakukannya? Bagaiamana Kartini menahan tekanan dan sengsara yang dideritanya?

Membaca dan Menulis sebagai katup Pembebas

Mungkin karena tekanan yang luar biasa ini, Kartini menyampaikan deritanya kepada para sahabatnya yang orang Belanda dan Jerman. Tidak satupun dari kalangan pribumi, karena memang tidak banyak yang bisa dia sampaikan karena masih sangat sedikit perempuan pribumi yang bisa membaca dan menulis, untuk tidak mengatakan tidak ada.

Membaca dan menulis yang justru menjerumuskannya dalam penderitaan yang tidak berujung, menjadi saluran pembebasnya. Dilakukannya dengan membabi buta untuk melepas ketegangan yang dialaminya.

Bahkan di salah satu suratnya diterangkan bagaimana Kartini membaca dan membaca lagi meskipun tidak mengerti. Kartini ingin keluar dari tubuhnya. Kartini ingin keluar dari kenyataan yang menekannya. Kartini ingin melayang dalam dunia yang disajikan dalam semua majalah dan buku yang dibacaannya

Penderitaan yang mendera akhirnya mendapatkan pelepasan dan katup pengaman yang bisa menenangkan dirinya. Menulis kegalauan yang dimilikinya dan menyampaikannya kepada teman Belandanya, Nona Estelle Zeehandelaar, Mr. Abendanon, Ibu Abendanon yang istri dari Mr. Abendanon, dan juga putranya Mr. Abendanon.

Kartini menumpahkan segalanya dalam surat-suratnya. Semua pertentangan yang ada di dalam hidupnya, terkait pikiran-pikirannya dan ketidaksetujuannya dengan sistem adat istiadat yang berlaku. Mimpi-mimpinya yang ingin mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi. Mimpi yang harus dihempaskannya ketika sudah mendapatkan kesempatannya. Mimpi yang harus dikalahkan oleh sesuatu yang sangat ditentang dan ingin diubahnya. Mimpi yang dikalahkan oleh perkawinan yang ditentukan bukan oleh kemauan dan harus menerima dimadu dalam perkawinan poligamis.

Dan hanya itulah saluran yang digunakan oleh Kartini untuk melemaskan saraf-sarat setelah menyaksikan berbagai masalah yang bertentangan dengan hati nurani dan pikirannya. Membebaskan kehidupannya dari segala perkara yang mengekangnya. Tubuhnya boleh dibatasi oleh tembok, akan tetapi imajinasi dan semua bayangannya tentang kebebasan dan dunia di belahan bumi lainnya, ditumpahkan dalam surat-surat kepada para sahabat penanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun