Mohon tunggu...
Rinsan Tobing
Rinsan Tobing Mohon Tunggu... Konsultan - Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Rahasia Kekuatan Kartini Menjalani Sengsaranya

25 April 2017   20:07 Diperbarui: 26 April 2017   05:00 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: hidupseimbangku.com

Pemandangan yang tidak adil dan buruknya bayangannya terhadap nasib perempuan yang dikawinkan dengan orang yang tidak dikenal menambah nelangsa yang kian mendera. Kakaknya sendiri sangat memegang adat istiadat bahwa mereka akan berakhir menjadi istri bupati dan menjadi perempuan yang wajib manut kepada suami, seutuhnya.

Sekalipun harus dimadu, dengan barisan selir yang seringnya bersaing untuk mendapatkan kasih sayang suami yang lebih besar. Jamaknya juga, lelaki pasti akan lebih menyukai yang lebih muda. Itu tentunya menambah sengsara perempuan yang menjadi istri tua.

Sudah pasti, tidak ada wanita yang mau dimadu. Tidak ada wanita yang mau berbagi. Jika pun ada, pasti ketidakinginan itu telah ‘dibenamkan’ dalam-dalam sehingga di permukaan tidak tampak. Dalam hati kecilnya, tidak ada yang ingin membagi cinta. Kartini pun memiliki pandangan demikian. Dia tidak ingin menikah. Dia ingin mengubah perkawinan dengan poligami itu.

Akan tetapi, Kartini harus menikah dengan Bupati Rembang dan harus menjadi istri ke-empat. Kartini harus menurut pada perintah orang tuanya. Menolak perintah orang tua adalah aib yang tak tertahankan. Orang tuanya sebagai sebuah ‘kebenaran’ masyarakat, tidak bisa ditolak. Sedikit banyak Kartini melihat bahwa agama yang dianutnya yang memungkinkan itu terjadi.

Dalam suratnya kepada Stella Zeehandelaar pada 6 Novermber 1899, Kartini menyampaikan pandangannya ini. Kartini menuliskan “Benarkah agama itu restu bagi manusia? Tanyaku kerap kali kepada diriku sendiri dengan bimbang hati. Agama harus menjaga kita dari pada berbuat dosa, tetapi berapa banyaknya dosa diperbuat atas nama agama itu?

Kartini sangat menderita dengan semua keadaan yang dilihatnya. Bahkan pada satu ketika, kondisi yang sangat stress mendorong Kartini melakukan tindakan yang tidak terkirakan. Kartini, seperti diceritakan kepada sahabat penanya Stella, pernah menghempaskan badannya ke pintu ruangan yang tertutup dan dinding batu yang mengelilingi kediamannya. Mungkin Kartini tidak ingin hidup lagi?

Awalnya karena Pendidikan

Ayah Kartini memiliki pikiran maju. Hanya ada sedikit yang Bupati yang berpikiran maju pada jaman itu. Ayahnya memberikan pendidikan. Tetapi, hanya hingga Kartini berusia 12 tahun. Setelah itu, Kartini harus manut dipingit. Dikungkung oleh empat dinding tembok yang membatasi dirinya dengan dunia nyata diluar kungkungannya.

Akan tetapi proses belajar menjadikan Kartini membangun kemampuan membaca dan menulis. Sialnya, justru itulah yang mengakibatkan Kartini mengalami kegalauan luar biasa. Semua kejadian yang dialaminya, dikontraskan dengan nilai-nilai yang terdapat dalam bacaan yang semuanya ditulis oleh orang Belanda.

Sistem yang dialaminya, termasuk adat-istiadat yang harus dijalankan, fakta lelaki lebih tinggi dari perempuan, orang tua harus dituruti bahkan hingga pernikahan yang tidak dikehendaki, bertentangan dengan segala sesuatu yang dibacanya.

Bacaan dan imajinasi yang lahir di benak Kartini mendorongnya ingin memiliki sesuatu yang diluar jangkauannya. Kartini ingin seperti teman-teman belajarnya sebelum dia dipingit pada usia 12 tahun. Kartini membayangkan kebebasan yang dimiliki perempuan-perempuan Eropa yang dia kenal. Perempuan yang secara bebas menentukan keinginannya, hendak menjadi apa saja yang dimungkinkan oleh kehidupan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun