Mencoba Kerja Menata
Pasca kemenangan Jokowi di 2012 menjadi gubernur DKI Jakarta, tiba-tiba wajah birokrasi berubah wujud. Bukan sekedar perubahan kumis menjadi kelimis. Tetapi, menyadari bahwa sumber daya birokrasi Jakarta tidaklah bermental pelayanan, Jokowi mengubahnya. Kerja-kerja berbasis pendekatan micro management dilakukan. Tidak ada namanya hanya laporan. Tindakan-tindakan cepat diterapkan. Para penjaga birokrasi yang tidak cakap dipecat. Jumlah jabatan yang gemuk dirampingkan. Anggaran dipelototin. Celah korupsi ditutup. Perbaikan di segala lini dilakukan.
Terhenyak dan terkejut. Itu sensasi awal yang dialami awak birokrasi Jakarta. Tetapi, perlahan tapi pasti diubah. Pembangunan mulai bergerak. Proyek MRT yang mangkrak puluhan tahun langsung dimulai, tidak lama setelah menjabat. Korupsi diberantas. Tidak mudah dan tidak sederhana. Perlawanan ada, tetapi tetap dihadapi tanpa banyak berwacana dan bermain kata-kata di media. Diam dan melangkah. Bawahan di periksa, bahkan bawah jalan Jakarta dijenguk. Tidak ada lagi hanya pemeriksaan di atas kertas. Pendekatan ini banyak memakan ‘korban’.
Pengalaman bersih Jokowi di Solo dikombinasikan dengan kemampuan mumpuni wakilnya Basuki menciptakan sebuah sinergi dan energi besar untuk membereskan Jakarta yang sudah memiliki wajah bopeng, karena diperkosa beramai-ramai selama berpuluh tahun. Luka-luka diperbaiki. Bagian-bagian yang busuk, diamputasi. Tanpa ampun, tanpa jerih, tanpa jera. Diperlukan kekuatan luar biasa untuk mengembalikan wajah Jakarta sebagaimana sebuah kota yang layak untuk tempat hidup.
Pasca Jokowi melewati masa pemerintahan di Jakarta, Basuki, wakilnya menanjak menjadi gubernur. Dengan gaya yang cenderung ‘kasar’ dan tekad sekeras baja, Basuki memastikan uang rakyat Jakarta aman. Semua dilakukan dengan terbuka. Transparansi menjadi kata kunci. Birokrasi digerakkan. Wajah-wajah muda dan darah segar dipromosikan. Darah tua berontak dalam diam, tersentak karena kenikmatan yang semakin redup. Kini, kerja ya menghasilkan. Tidak ada lagi gaji buta, apalagi pungutan-pungutan tidak jelas.
Sarana-sarana dikembangkan. Upaya-upaya pengadaan ruang publik tebuka ditingkatkan. RTH yang menyusut hingga kurang dari 9% ditambah. Relokasi terpaksa dilakukan. Di samping menata kawasan terutama sungai untuk sekaligus mengatasi banjir, juga untuk menambah kawasan hijau. Untuk menciptakan ruang sosial dengan bertujuan membangun lagi kohesi sosial, ruang terbuka publik ramah anak dibuka hingga mencapai angka 180-an. RPTRA ini memiliki luas mulai dari 1000-an hingga 15.000 meter seperti RPTRA Kalijodo.
Semua layanan publik diperbaiki. Layanan administrasi penduduk dan bisnis dipermudah. Petugas-petugas pemerintah penjaga kebersihan kota diterjunkan setiap hari. Kali, selokan dan situ ditataulang, dikerok dan dinormalisasi. Pengontrolan ketat terhadap proses dilakukan mulai perencanaan hingga pengadaan. Proses yang sedemikian ‘menghangatkan’ suasana hati banyak pihak yang tidak lagi mendapatkan keistimewaan. Â
Wajah yang Lebih Ramah
Perlahan tapi pasti, perubahan mulai tampak. Dalam gangguan yang tiada henti, Jokowi dan Basuki membawa Jakarta ke arah perbaikan yang jelas, terarah dan bervisi. Kerjasama dengan berbagai pihak dilakukan. Modalitas yang dimiliki Jakarta dimanfaatkan.
Hasilnya transportasi publik Jakarta menjadi lebih baik. Bus-bus baru yang berkwalitas tinggi disiapkan. Pelayanan kesehatan masyarakat ditingkatkan dengan memberikan KJS. Human capital Jakarta dibangun dengan adanya KJP. Bis-bis sekolah disiapkan. Penghuni rusunawa yang direlokasi disediakan angkutan gratis. Beberapa kelompok penduduk berpengahasilan setara UMP digratiskan dari membayar ongkos. Perijinan menjadi mudah. Administrasi masyarakat menjadi tidak berbayar dengan indikator penyelesaian yang tegas dan tentu.
Kesempatan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan langsung juga ada. Setiap hari, masyarakat bisa mendatangi gubernur untuk mengadukan masalahnya. Pemandangan yang sangat langka di era sebelum Jokowi dan Basuki. Di kalangan masyarakat ini menjadi seperti oase untuk menyelesaikan permasalahan hidup yang masih menjepit. Penyelesaian dapat dilakukan segera. Sistem juga diciptakan untuk mendapatkan cakupan permasalahan Jakarta yang lebih luas. Laporan dari masyarakat ditampung dengan sistem berbasis aplikasi. Program smart city diterapkan untuk memastikan kebutuhan penduduk terlayani.