Mohon tunggu...
Rinsan Tobing
Rinsan Tobing Mohon Tunggu... Konsultan - Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Pilkada DKI dan Masyarakat Berkepribadian Ganda

7 Februari 2017   14:31 Diperbarui: 7 Februari 2017   14:41 580
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anies dengan dukungan dua partai ini, digambarkan sebagai tokoh yang cerdas, berpengalaman, dan penuh empati. Program dengan slogan merangkul masyarakat dengan hati dan bekerja cerdas. Nilai-nilai di atas tentunya didasarkan pada persepsi nilai-nilai realitas sosial dan individu.

Perbedaan nilai yang masing-masing dipromosikan mendapat respon dari masing-masing realitas sosial dan realitas individu. Masing-masing realitas ini pada kenyataannya menciptakan polarisasi di masyarakat.

Menciptakan Kepribadian Dunia Maya

Polarisasi ini terbentuk di dunia nyata dan dunia maya. Tetapi, ternyata polarisasi yang sangat brutal dan kasar terjadi jauh lebih masif di dunia maya. Sementara di dunia nyata tidak sedemikian. Materialisasi nilai-nilai realitas individu di dunia maya dalam bentuk ujaran, tulisan, gambar dan meme dalam berbagai format media sosial, cendrung sangat brutal dan mentah, tidak ada saringan. Pada tataran dunia nyata, keberingasan itu tidak tampak dan cendrung tidak muncul secara kasat mata.

Dukungan kelompok makin menyuburkan ujaran-ujaran tadi termasuk proses diseminasinya melalui berbagai format. Dalam konteks Pilkada DKI 2017, maka di dunia maya yang terjadi adalah perang yang sangat brutal dan vulgar. Untuk mempertahankan nilai-nilai dalam realitas individu dan kelompok, sering sekali ditemukan pernyataan-pernyataan yang banal, mentah, telanjang, kasar, tidak beretika, menakutkan, mengancam bahkan menganjurkan pelenyapan nyawa orang lain. Tetapi lihatlah di jalanan, tidak ada emosi yang meletup seperti di laman-laman media sosial itu.

Dengan adanya individu dengan realitas yang sama di dunia maya, individu-individu ini seperti mendapatkan tempat untuk menyemainya. Tanda Like dan sentimen positif semakin memberikan rasa percaya diri bagi individu yang menyerukan kebanalan tersebut. Semakin besar dukungan dan sentimen positif, maka semakin maksimal kebanalannya. Pada batas tertentu, karena terlalu semangat harus berhadapan di depan hukum.

Pertarungan di dunia maya dalam rangka mendukung nilai-nilai yang dianut ternyata menciptakan situasi baru. Kemampuan untuk mengungkapkan kebencian, hinaan dan ancaman di dunia maya ternyata tidak sama dengan kemampuan melakukannya di dunia nyata. Masyarakat sepertinya menciptakan personalitybaru, kepribadian dunia maya. Ini bisa terjadi. Seperti dalam film Split, diceritakan seseorang dengan 24 kepribadian, dengan sikap dan perilaku masing-masing.

Kepribadian baru ini, yang sama sekali berbeda dengan yang di dunia nyata, mendukung penyaluran kebanalannya. Kepribadian baru ini memiliki keberanian untuk melakukan kebanalan dalam kerangka pembelaan nilai-nilai yang dianut, selanjutnya penyaluran pada pilihan calon pimpinan. Kepribadian baru ini merasa nyaman dengan tindakannya yang tidak mungkin dilakukan di dunia nyata. Sebabnya, ada banyak yang mendukungnnya. Akun-akun orang lain dianggapnya tidak bernyawa. Dia merasa berada di ruang kosong. Tidak mendapatkan reaksi langsung yang nyata.

Begitulah kenyataannya, sehingga di dunia nyata seorang yang dikenal sangat baik, murah senyum dan berwajah manis dan rupawan serta baik hati, ternyata di media sosial berkelakuan brutal dengan tingkat kebencian yang sangat tinggi, untuk membela nilai-nilai yang dianut dalam realitas individunya. Segala sesuatu yang berbeda dengan nilainya adalah salah dan harus dimurnikan.

Tampaknya, masyarakat kita telah berhasil menciptakan kepribadian dunia maya ini, melihat banyaknya ucapan kebencian dan berita bohong yang bertebaran. Sesungguhnya, masyarakat kita telah menjadi masyarakat dengan kepribadian ganda. Mungkin tidak seluruhnya. Ini adalah sebuah kenyataan baru yang menjadi keniscayaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun