Tidak lebih sepuluh menit berjalan memasuki sebuah mall terkenal di Jakarta Selatan untuk upacara rutin yakni makan siang, handphone di tangan sudah bergetar berkali-kali. Bergetar menandakan adanya pesan atau panggilan yang masuk. Pesan yang masuk bisa berupa pesan singkat, surat elektronik, dan panggilan yang tidak jelas karena nomornya tidak tercatat.
Ketika dilihat, pesan-pesan singkat itu ternyata adalah tawaran-tawaran menarik dari tenantyang ada di mall tersebut. Berbagai penawaran dengan segala pemanisnya disampaikan untuk menarik perhatian. Promosi-promosi dilakukan dengan gencar dengan cara-cara yang canggih dengan memanfaatkan teknologi yang semakin mumpuni.
Jika anda memiliki dua handphone pada saat itu, maka pesan-pesan itu akan masuk ke kedua handphonedi tangan. Pesan yang sama dengan penawaran yang sama dari tenant yang sama.
Surat elektronik juga tidak luput dari serangn iklan-iklan seperti ini. Penawaran yang lebih menarik tentunya karena dilengkapi dengan informasi yang lebih lengkap dan gambar-gambar yang menarik perhatian. Anda mendapatkan iklan dan promosi dari pengirim tersebut, kemungkinan karena anda pernah memberikan informasi surat elektronik ke pengirim. Bisa jadi iklannya berupa promosi menginap dari hotel, iklan pendidikan dari lembaga pendidikan swasta dan masih banyak lagi.
Akun Facebook anda juga sama saja. Pages You May Like, Suggested Posts, dan sponsored adalah rupa-rupa iklan yang kerap muncul di akun facebook anda. Sekali anda me-like sebuah sponsored ad, maka iklan ini akan selalu muncul secara berkala di akun anda. Jika teman anda me-like satu iklan sponsored ini, maka iklan itu akan selalu muncul di akun anda.
Demikian juga Pages You May Like dan Suggested Posts. Jika anda me-like suatu berita, maka secara cepat tanpa tedeng aling-aling akan bermunculan akun-akun lainnya, ditawarkan secara robotic oleh Facebook. Tanpa menanyakan dan tanpa perduli anda suka atau tidak, dengan secepat kilat akan muncul pages-pages dan post-post.
Layanan-layanan lain melakukan hal yang sama. Line, Path, Instagram memasukkan sponsored accountke home account anda. Hanya Whatsapp yang masih bertahan tanpa iklan. Tetapi Whatsapp tetap hidup.
Karena Anda Membuka Diri
Dengan mengikuti berbagai layanan seperti telah disebutkan di atas, maka sejatinya anda telah membuka diri anda seluas-luasnya kepada khalayak ramai. Meskipun bisa dikatakan bahwa akun-akun anda itu bersifat pribadi, akan tetapi anda menjadi tidak memiliki privasi lagi ketika iklan-iklan bermunculan tanpa anda sanggup mengontrolnya.
Jika untuk Facebook, Instagram, Path dan Line, memang melakukannya karena mereka hidup dari iklan. Semakin banyak iklan, maka semakin besar pendapatannya. Bahkan di kalangan pemilik akun dengan pengikut ribuan, ini bisa dimonetasi sehingga meng-generatependapatan. Jika lalu lintasnya sangat banyak, jumlah uang yang didapatkan juga akan lebih besar.
Tetapi bagaimana dengan nomor-nomor handphone anda yang tersebar kemana saja tanpa ijin. Dengan bebas, nomor-nomor pribadi anda mendapat panggilan dari agen-agen penjualan yang menawarkan berbagai macam ‘jualan’ yang belum tentu anda butuhkan. Pesan-pesan singkat iklan yang dengan bebas masuk ke handphone kadang-kadang menjengkelkan. Karena misalnya anda menunggu pesan atau panggilan yang sangat penting, misalnya panggilan dari bos atau tawaran pekerjaan. Mungkin dari istri dan anak tersayang.
Hilangnya Privasi
Dengan segala kemudahan yang ditawarkan teknologi, hal itu akan menemukan paradoksnya. Sementara pengguna dimudahkan untuk berkomunikasi dengan pihak lain, ternyata ada hal yang terenggut dari ruang-ruang pribadi mereka.
Nomor-nomor telepon yang dimiliki seharusnya hanya diketahui oleh rekan yang terdaftar di phonebook. Tetapi kenyataannya, dimana pun berada terutama di wilayah-wilayah komersial, dengan sangat mudah pesan-pesan singkat itu masuk tanpa permisi.
Lalu darimana pengiklan tersebut mendapatkan nomor-nomor pengguna yang pastinya dengan kondisi kehidupan sosial seperti ini, cenderung paranoia sehingga sangat membatasi dalam memberikan nomor telepon. Bisa jadi selentingan yang mengatakan bahwa database pelanggan dapat diperjualbelikan menemukan wujudnya. Tak jarang, untuk menghindari hal-hal privat terbagi, seseorang dapat memiliki hingga beberapa nomor telepon. Meskipun demikian, nomor-nomor itu akan terekspos. Bahkan, jika anda pun tidak pernah mengiklankan nomor tersebut. Apakah ini kerjaan operator yang membagikan nomor itu? Penulis sendiri tidak paham.
Email-email pribadi juga seharusnya menjadi wilayah pribadi. Tidak demikian cerita nyatanya. Tetap saja, serangan iklan akan terus terjadi. Selama anda telah terkoneksi dengan dunia digital dan jaringannya, siap-siaplah untuk mengalah dan menyerahkan wilayah pribadi anda dijamah.
Aturannya
Di Amerika Serikat seperti dikutip dari laman krinternetlawdotkom, ada hukum yang mengatur model promosi iklan dengan pesan singkat secara massal. Telephone Consumer Protection Act (TCPA)namanya,Undang-Undang Perlindungan Konsumen Telepon.
The TCPA authorizes recipients of certain types of unsolicited phone calls, faxes, and text messages to file a lawsuit and to recover up to $1,500 per violation. Thus, if a business faces a lawsuit where multiple calls or text messages are at issue (including a class action), such damages can quickly swell to a massive exposure.
Undang-Undang Perlindungan Konsumen Telepon ini memungkin penerima pesan yang tidak diminta, berupa panggilan telepon, fax dan pesan singkat untuk melakukan tuntutan hukum dengan denda hingga USD 1.500 per pelanggaran. Akibatnya, bisnis yang melakukan promosi seperti ini akan memiliki kerugian terkait nama baik jika banyak dilakukan tuntutan oleh masyarakat baik secara personal maupun bersama-sama (Class Action).
Di Indonesia, iklan seperti ini dinamakan instrusive advertisement yang dilakukan dengan instrusive adverstising. Sama saja artinya yakni iklan yang masuk tanpa permisi dan tentunya belum tentu diminta. Penayangan iklan jenis ini dapat berupa penayangan iklan yang dilihat dari sisi konten mungkin tidak bertentangan dengan undang-undang tetapi menggangu karena, antara lain, melanggar privasi konsumen. Iklan yang dimaksud dapat berupa spam yang dikirimkan melalui email atau SMS.
Meskipun model iklan seperti ini mengganggu konsumen tidak ada sanksi hukum yang diterapkan. Sementara model iklan instrusif lainnya adalah iklan di laman sebuah situs yang dapat menghalangi viewer untuk melihat laman secara penuh. Iklan seperti ini sering dimuncul di situs-situs berita terbesar seperti detikdotkom dan kompasdotkom. Iklan yang muncul memenuhi laman mengganggu pembaca. Akan tetapi untuk ini hanya terkait estetika, sehingga disarankan waktunya tidak terlalu lama. Karena memang laman tersebut adalah milik detikdotkom dan kompasdotkom sehingga kewenangannya ada di pihak pemilik. Meskipun ada kemungkinan jika terlalu lama, pembacanya akan meninggalkan laman tersebut.
Dalam dunia digital ini, pastinya tidak ada yang benar-benar pribadi lagi. Semua masuk dengan deras ke laman-laman akun anda. Pesan-pesan singkat tanpa permisi hadir di handphone anda. Iklan-iklan penawaran muncul di email pribadi anda.
Semuanya hal yang anda lakukan dengan teknologi digital ini, tercatat disuatu tempat. Semuanya akan abadi disana selama penyimpannya di pusat data pemberi layanan tidak hancur, remuk dan terbakar. Tidak ada yang benar-benar terhapus, karena jejaknya akan selalu ada. Jejak itu disebut artefak. Tersimpan rapi dan bisa dibongkar bagi yang memiliki keahlian. Demikianlah kisah-kasih yang lagi heboh itu bermunculan ke permukaan tanpa daya para pihak yang ‘terlibat’ untuk menghapusnya. Karena ketika anda membuka diri, hilanglah sudah privasi itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H