Mohon tunggu...
Rinsan Tobing
Rinsan Tobing Mohon Tunggu... Konsultan - Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Ruang-ruang Privat Tanpa Privasi

1 Februari 2017   16:20 Diperbarui: 1 Februari 2017   22:31 588
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hilangnya Privasi

Dengan segala kemudahan yang ditawarkan teknologi, hal itu akan menemukan paradoksnya. Sementara pengguna dimudahkan untuk berkomunikasi dengan pihak lain, ternyata ada hal yang terenggut dari ruang-ruang pribadi mereka.

Nomor-nomor telepon yang dimiliki seharusnya hanya diketahui oleh rekan yang terdaftar di phonebook. Tetapi kenyataannya, dimana pun berada terutama di wilayah-wilayah komersial, dengan sangat mudah pesan-pesan singkat itu masuk tanpa permisi.

Lalu darimana pengiklan tersebut mendapatkan nomor-nomor pengguna yang pastinya dengan kondisi kehidupan sosial seperti ini, cenderung paranoia sehingga sangat membatasi dalam memberikan nomor telepon. Bisa jadi selentingan yang mengatakan bahwa database pelanggan dapat diperjualbelikan menemukan wujudnya. Tak jarang, untuk menghindari hal-hal privat terbagi, seseorang dapat memiliki hingga beberapa nomor telepon. Meskipun demikian, nomor-nomor itu akan terekspos. Bahkan, jika anda pun tidak pernah mengiklankan nomor tersebut. Apakah ini kerjaan operator yang membagikan nomor itu? Penulis sendiri tidak paham.

Email-email pribadi juga seharusnya menjadi wilayah pribadi. Tidak demikian cerita nyatanya. Tetap saja, serangan iklan akan terus terjadi. Selama anda telah terkoneksi dengan dunia digital dan jaringannya, siap-siaplah untuk mengalah dan menyerahkan wilayah pribadi anda dijamah.

Aturannya

Di Amerika Serikat seperti dikutip dari laman krinternetlawdotkom, ada hukum yang mengatur model promosi iklan dengan pesan singkat secara massal. Telephone Consumer Protection Act (TCPA)namanya,Undang-Undang Perlindungan Konsumen Telepon.

The TCPA authorizes recipients of certain types of unsolicited phone calls, faxes, and text messages to file a lawsuit and to recover up to $1,500 per violation. Thus, if a business faces a lawsuit where multiple calls or text messages are at issue (including a class action), such damages can quickly swell to a massive exposure.

Undang-Undang Perlindungan Konsumen Telepon ini memungkin penerima pesan yang tidak diminta, berupa panggilan telepon, fax dan pesan singkat untuk melakukan tuntutan hukum dengan denda hingga USD 1.500 per pelanggaran. Akibatnya, bisnis yang melakukan promosi seperti ini akan memiliki kerugian terkait nama baik jika banyak dilakukan tuntutan oleh masyarakat baik secara personal maupun bersama-sama (Class Action).

Di Indonesia, iklan seperti ini dinamakan instrusive advertisement yang dilakukan dengan instrusive adverstising. Sama saja artinya yakni iklan yang masuk tanpa permisi dan tentunya belum tentu diminta. Penayangan iklan jenis ini dapat berupa penayangan iklan yang dilihat dari sisi konten mungkin tidak bertentangan dengan undang-undang tetapi menggangu karena, antara lain, melanggar privasi konsumen. Iklan yang dimaksud dapat berupa spam yang dikirimkan melalui email atau SMS.

Meskipun model iklan seperti ini mengganggu konsumen tidak ada sanksi hukum yang diterapkan. Sementara model iklan instrusif lainnya adalah iklan di laman sebuah situs yang dapat menghalangi viewer untuk melihat laman secara penuh. Iklan seperti ini sering dimuncul di situs-situs berita terbesar seperti detikdotkom dan kompasdotkom. Iklan yang muncul memenuhi laman mengganggu pembaca. Akan tetapi untuk ini hanya terkait estetika, sehingga disarankan waktunya tidak terlalu lama. Karena memang laman tersebut adalah milik detikdotkom dan kompasdotkom sehingga kewenangannya ada di pihak pemilik. Meskipun ada kemungkinan jika terlalu lama, pembacanya akan meninggalkan laman tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun