Mohon tunggu...
Rinsan Tobing
Rinsan Tobing Mohon Tunggu... Konsultan - Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Sepertinya, Anies Sudah Lempar Handuk Putih

1 Februari 2017   14:22 Diperbarui: 1 Februari 2017   22:31 3118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: tribunnews.com

Tik…tok. Tik…tok. Tik…tok.

Tik…tok. Tik…tok. Tik…tok.

Waktu berlalu begitu cepat. Pilkada DKI sudah di depan mata. Hitungan hari yang sangat singkat itu dimanfaatkan para calon gubernur untuk mendapatkan dukungan lebih luas dari calon pemilih. Dengan partai pendukung dan tim sukses, kreasi-kreasi kampanye di ciptakan untuk mendapatkan pemilih terbanyak.

Ada pendukung yang menciptakan flashmob alias menari singkat bareng-bareng. Tim lainnya merencanakan kampanye di lima tempat sekaligus. Calon wakil berkampanye dengan berenang 500 meter. Yang muda suka aksi lompat ke pendukung alias moshing. Lain hari, naik kapal pesiar mewah ke Pulau Seribu, sementara helikopter meraung-raung di atasnya. Petahana menari-nari di panggung debat. Bermacam-macam, berupa-rupa.

Semua upaya bisa jadi dilakukan secara terukur berdasarkan nasehat para tim sukses. Kadang kala ada juga yang terjadi secara spontan. Seperti Agus yang berorasi setelah debat kedua di luar arena yang berujung kemacetan hingga dibubarkan polisi. Malah dalam salah satu kesempatan ada juga yang saling suap.

Banyak kejadian yang langsung dan tidak langsung terkait pilkada DKI ini. Di wilayah media sosial pertempuran juga seru. Masing-masing pendukung mengeluarkan berita, kabar, meme dan juga gambar yang mendukung calonnya dan mengejek penantang dukungannya. Semuanya dimungkinkan selama tidak menghina. Kampanye negatif (negative campaign) dipersilahkan, tetapi kampanye hitam (black campaign) dilarang.

Semua drama di atas menunjukkan satu hal yang pasti. Drama pilkada DKI Jakarta 2017 ini berlangsung keras dan menyedot perhatian banyak khalayak. Pendukung dari penjuru nusantara juga ikut bertarung. Menjagokan calonnya masing-masing. Para petinggi partai besar juga masing-masing memiliki jagoannya.

Tetapi, hal yang paling penting dalam menarik calon pemilih adalah calon gubernur itu sendiri. Dengan visi dan misi, para calon berupaya menebarkan daya tarik. Dengan program-program, mereka berusaha menambah magnetnya. Melalui debat, mereka berupaya menghipnotis swing voters.

Calon gubernurlah nantinya yang akan berhasil atau tidak menambah pemilihnya untuk mendapatkan posisi DKI satu ini. Tim sukses hanya bekerja memastikan pesan dan gambaran positif calon gubernur dapat diterima calon pemilih yang pada akhirnya pundi-pundi suaranya menggelembung. Tim sukses merancang campaign strategy sebaik mungkin. Political marketing, political brandingdanpolitical imaging dikombinasikan dengan satu target jelas.

Kerasnya pertarungan ini mendorong masing-masing calon untuk memobilisasi semua sumber daya yang mungkin dilakukan. Pendekatan-pendekatan pada kelompok tertentu juga dilakukan untuk memperbesar peluang. Dana besar disumbangkan untuk membiayai kampanye baik langsung melalui blusukan, media cetak, media elektronik, aplikasi, media sosial dan segala media yang mungkin dan tidak melanggar aturan.

Ketangguhan, keteguhan, rasa percaya diri dan kapasitas calon gubernur akan menjadi faktor utama dalam memenangkan pertarungan ini. Memoles diri mejadi crème de la crème. Ternyata, ketika diri tidak lagi menjadi faktor pendorong dan mulai merasa kewalahan, sepertinya meminta aktor raksasa belakang panggung turun gunung, terpaksa dilakukan.

Kewalahannya Anies

Sepak terjang Anies dalam melakukan promosi diri ini berwujud dalam berbagai bentuk. Kegiatan-kegiatan mendatangi masyarakat dilakukan. Wakilnya juga mempromosikan diri dengan melakukan lari pagi dan renang di laut.

Kemampuan Anies untuk menyusun kata-kata menjadi salah satu yang menjadi jualan. Jika mendengarkan untaian kata Anies, maka akan terasa betapa kata-kata itu bermakna. Pendengar akan tergerak untuk mengiyakan setiap kata yang mengalir.

Sindiran-sindiran juga diluncurkan Anies. Anies melakukan sindiran tidak hanya pada petahana, juga pada Agus. Pastinya itu hal yang lumrah. Calon gubernur ini harus mengalahkan dua calon lainnya. Program-program petahana yang sering menjadi sindiran Anies, banyak. Misalnya, soal etika. Memang, sebagian orang mengatakan, petahana suka sekali menggunakan kata-kata ‘keras’ dan kadang-kadang ‘tidak senonoh’. Tetapi, itu untuk mereka yang layak mendapatkannya.

Program lain yang diserang adalah reklamasi. Dengan sangat mantap, Anies mengatakan akan menghentikan reklamasi jika terpilih, tanpa tahu konsekwensi hukum terkait aturan-aturan yang ada. Pokoknya tolak reklamasi teluk Jakarta. Soal relokasi juga menjadi sanksak yang suka dipukuli Anies. Relokasi tanpa hati, begitu tag line-nya untuk kasus ini. Sekali lagi, Anies gagap karena relokasi adalah pil pahit yang harus dilakukan untuk mengatasi banjir dan menerapkan aturan yang ada. Bisa jadi, calon satu ini hanya mendengar teriakan mereka yang dirugikan dari bisnis pinggiran sungai ini. Sementara suara bahagia penduduk yang dulu tahunan tinggal di kolam jorok itu dan kini di rusun sehat dan bagus, diabaikan.

Sementara untuk Agus, Anies tidak terlalu keras. Beliau hanya sesekali menyerang Mpok Silvy yang suka berpuisi. Karena jawaban yang tidak jelas, Anies mengatakan, “Sebenarnya jawaban Ibu menarik, tapi tidak nyambung”. Itu dikirimkan langsung ke Mpok Silvy di debat pertama. Di debat kedua, Mpok Silvy kena hajar Anies lagi. Setelah mendayu-dayu menjelaskan aturan, Mpok Silvy kehabisan waktu untuk mengajukan pertanyaan di suatu sesi tanya-jawab. Dengan tega dan suara tinggi Anies bertanya, “Lalu pertanyaannya apa?”. Mpok Silvy maju, Anies maju dan Ahok melerai.

Banyak upaya yang telah dilakukan ternyata tidak memuaskan tim sukses. Bisa jadi, karena di banyak survey baik yang tulus maupun yang bulus, katanya, Anies-Sandi selalu berada dinomor buntut. Meskipun akhirnya ada juga satu survey yang menempatkan Anies di atas. Tim Anies tidak puas. Tim pasangan nomor tiga gelisah. Anies sepertinya kewalahan untuk menaikkan daya jual. Tim sukses akhirnya menawarkan satu jurus pamungkas yang mereka percayai.

Turun Gunungnya Prabowo

Prabowo pun turun gunung. Benar, turun gunung. Karena kediaman beliau di ketinggian di Hambalang. Secara leksikal, Prabowo memang turun gunung. Secara metaforik, Prabowo turun gunung untuk memenangkan Anies.

Mungkin ini ide dari tim kampanye yang menilai Anies sudah mulai kurang memiliki daya dorong menarik pemilih lebih banyak untuk menang. Bisa jadi ini karena keinginan Prabowo yang juga mulai melihat tanda-tanda kewalahan di mata Anies. Tidak tertutup kemungkinan, Anies sendiri yang memintanya. Tanda-tanda Prabowo berkampanye untuk Anies sudah ada.

Tanda-tanda itu sebenarnya sudah mulai kelihatan ketika Prabowo ikut terlibat dalam kegiatan bakti sosial di Kampung Akuarium Penjaringan, Jakarta Utara pada Sabtu (7/1). Beliau juga muncul di rapat akbar 8 ribu kader Gerindra di JI Expo Kemayoran, Jakarta Pusat, Minggu (8/1).

Lalu, tanda-tanda itu mewujud menjadi nyata. Pada Selasa (31/1/2017) ini, Prabowo mengampanyekan Anies-Sandi dalam acara yang digelar relawan Roemah Djoeang dengan tema "Prabowo Menyapa" di Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Prabowo, kata Sandiaga, selama dua minggu ke depan akan meluangkan waktu untuk ikut serta dalam kampanyenya bersama Anies menemui relawan. Turunnya Prabowo tidak disadari Anies sebagai kekhawatiran para pengusungnya.

Anies mengatakan, “Meski Prabowo sudah "turun gunung", strategi kampanye yang mereka lakukan belum mencapai puncaknya”. Lebih lanjut, Anies mengatakan, “Kampanye yang dilakukan Prabowo bagian dari "pendakian" mereka. Belum pol, tapi sudah gas. Nanti dong polnya, tapi saya bilang kan kemarin dari bulan Desember, ini seperti mendaki. Jadi ada prosesnya," ujar Anies di Cipinang Melayu, Jakarta Timur.

Ucapan itu menandakan masih percaya dirinya Anies dengan bergabungnya Prabowo dalam kampanye-kampanyenya dalam dua minggu terakhir ini. Akan tetapi, faktanya adalah kehadiran Prabowo karena kurangnya daya dorong Anies. Jika tidak diperlukan, mengapa pula Prabowo turun gunung? Jika masih berdaya dorong, mengapa pula Prabowo harus ikutan berpidato? Jika masih memiliki ‘tenaga’, mengapa pula Anies harus meminjam tenaga Prabowo?

Upaya-upaya ‘menjual’ Anies pastinya masih akan terus dicarikan. Tetapi memunculkan aktor belakang panggung, yang bisa jadi sutradaranya juga, memberikan gambaran Anies yang mulai kedodoran. Anies sepertinya sudah melemparkan handuk putih tanda menyerah. Dengan gagah, Prabowo hadir untuknya. Sepertinya, Anies melemparkan handuk putih itu, setelah suapan-suapan itu selesai. Bukan begitu, Kak Emma?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun