Lalu, tanda-tanda itu mewujud menjadi nyata. Pada Selasa (31/1/2017) ini, Prabowo mengampanyekan Anies-Sandi dalam acara yang digelar relawan Roemah Djoeang dengan tema "Prabowo Menyapa" di Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Prabowo, kata Sandiaga, selama dua minggu ke depan akan meluangkan waktu untuk ikut serta dalam kampanyenya bersama Anies menemui relawan. Turunnya Prabowo tidak disadari Anies sebagai kekhawatiran para pengusungnya.
Anies mengatakan, “Meski Prabowo sudah "turun gunung", strategi kampanye yang mereka lakukan belum mencapai puncaknya”. Lebih lanjut, Anies mengatakan, “Kampanye yang dilakukan Prabowo bagian dari "pendakian" mereka. Belum pol, tapi sudah gas. Nanti dong polnya, tapi saya bilang kan kemarin dari bulan Desember, ini seperti mendaki. Jadi ada prosesnya," ujar Anies di Cipinang Melayu, Jakarta Timur.
Ucapan itu menandakan masih percaya dirinya Anies dengan bergabungnya Prabowo dalam kampanye-kampanyenya dalam dua minggu terakhir ini. Akan tetapi, faktanya adalah kehadiran Prabowo karena kurangnya daya dorong Anies. Jika tidak diperlukan, mengapa pula Prabowo turun gunung? Jika masih berdaya dorong, mengapa pula Prabowo harus ikutan berpidato? Jika masih memiliki ‘tenaga’, mengapa pula Anies harus meminjam tenaga Prabowo?
Upaya-upaya ‘menjual’ Anies pastinya masih akan terus dicarikan. Tetapi memunculkan aktor belakang panggung, yang bisa jadi sutradaranya juga, memberikan gambaran Anies yang mulai kedodoran. Anies sepertinya sudah melemparkan handuk putih tanda menyerah. Dengan gagah, Prabowo hadir untuknya. Sepertinya, Anies melemparkan handuk putih itu, setelah suapan-suapan itu selesai. Bukan begitu, Kak Emma?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H