Mengunjungi Presiden Jokowi di istana oleh beberapa pejabat negara dan mantan pejabat negara menjadi suatu momen yang kerap disaksikan masyakarakat belakangan ini. Mulai dari pimpinan partai, pimpinan organisasi kemasyarakatan, mantan wakil presiden dan mantan presiden.
Yang banyak menarik perhatian adalah kunjungan mantan presiden Megawati, Kunjungan Mantan Wakil Presiden Tri Sutrisno dan juga Mantan presiden BJ. Habibie. Megawati mengunjungi Jokowi pada November 2016. Bahkan Megawai membakan bakmi goreng untuk Jokowi. Tri Sutrisno mengunjungi Jokowi di 19 Desember 2016. Di sore hari yang sama, Habibie mengunjungi Jokowi untuk yang kedua kalinya. Momen terbaiknya ketika Habibie melenggang keluar istana bersama Jokowi dan memegang lengan Jokowi selayaknya seorang ayah kepada anaknya yang disayanginya. Menyejukkan. Menentramkan.
Semua tokoh-tokoh nasional yang mengunjungi istana beralasan bahwa pemerintahan Jokowi harus didukung di tengah terjadinya turbulensi yang sangat kencang di Indonesia terutama terkait masalah intoleransi. Masalah yang dikhawatirkan akan mengakibatkan perpecahan di Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berasaskan Kebhineka Tunggal Ikaan. Juga masalah bangsa lainnya. Masalah, yang banyak menimpa bangsa ini akibat dari faktor internal dan eksternal, pastinya menjadi bahan bahasan para tokoh bangsa ini di istana itu. Masing-masing tokoh itu punya kapasitas untuk memberikan masukan dan sekaligus bukti dukungan.
Hal pertama yang mau ditunjukkan bahwa negara ini dalam keadaan baik-baik saja. Kunjugan ke istana dengangesture yang sejuk ini juga menunjukkan bahwa para tokoh ini mendukung pemerintahan Jokowi. Pemerintahan yang sudah pada jalurnya dalam membangun Indonesia. Dalam waktu yang sangat singkat, kurang lebih dua tahun, pemerintah Jokowi telah berhasil membuka jalur-jalur logistik, infrastruktur pendukung perdagangan, dan perekonomian yang tangguh di tengah masalah perekonomian dunia yang sedang melemah.
Hal di atas didukung oleh setidaknya dua fakta. Rapor Jokowi di tingkat Asia dianggap bagus karena setidaknya tiga indikator terkait penguatan nilai mata uang, tingkat pertumbuhan ekonomi yang positif dan relatif tinggi, dan penerimaan publik yang tinggi. Bank Dunia juga mengapreasisi Jokowi yang mempertahankan pertumbuhan itu di angka 5%.
Melihat arah positif pembangunan Indonesia, Jokowi perlu didukung untuk melanjutkannya dan bekerja dengan giat dalam kerangka memajukan masyarakat Indonesia yang lebih sejahtera tentunya. Tantangan masih menghadang. Ini bukan perjalanan mudah. Warisan dari masa pemerintahan yang lalu sungguh berat. Beban di awal sudah jelas membuat kening Jokowi berkenyit.
Meskipun banyak dukungan ke Jokowi dari banyak tokoh-tokoh nasional, ternyata tidak semua telah mengunjunginya.
Kemana Boediono
Tokoh bangsa itu adalah Boediono. Boediono mantan wakil presiden Yudhoyono diperiode kedua. Sebagai mantan wakil presiden, tentunya Boediono adalah tokoh nasional yag layak dimintakan pendapatnya tentang permasalahan bangsa ini. Pengalaman lima tahun sebagai wakil presiden dan sebagai guru besar Ekonomi di Universitas Gajah Mada, seharusnya Beodiono memberikan pandangan-pandangan terkait permasalahan bangsa ini. Belum lagi pengalaman sebagai Deputi di Bappenas, Menteri Koordinator Perekonomian dan Gubernur Bank Indonesia. Sebuah paket lengkap pengetahuan dan pengalaman untuk memberikan pandangan bagi Jokowi.
Sedikit bergossip, kabarnya beliau dipilih karena kepatuhan tingkat tingginya kepada sang presiden. Kelemahlembutan Boediono menjadikan beliau menarik menjadi wakil presiden. Setelah SBY kesal dengan mantan wakilnya di periode pertama. Mantan wakilnya itu dianggap RI 1,5 karena terlalu aktif berkegiatan dan kadang-kadang di luar kontrol sang presiden. Periode selanjutnya, SBY berfikir untuk mencari wakil presiden yang lebih mudah dikendalikan. Sosok yang kalem dan tidak neko-neko menjadi pilihan untuk memudahkan langkah-langkah SBY dalam memerintah.
Pastinya, setiap tokoh nasional pasti akan sangat concerneddengan masalah bangsa ini. Setidaknya seruan mereka seperti itu. Masing-masing punya pandangan yang sama bahwa bangsa Indonesia harus berkembang, dengan pertanyaan yang mungkin disembunyikan, what is in it for me?
Boediono, sebagai sosok yang dikenal bersih, meskipun pernah dihubungkan dengan kasus mega korupsi Bank Century, sangat diharapkan dukungannya dalam bentuk masukan-masukan yang baik. Apalagi Jokowi mengeluarkan paket-paket ekonomi yang tujuannya mengatasi permasalah ekonomi yang liat. Disinilah sebenarnya, sebagai tokoh bangsa dan pakar ekonomi, demi kebaikan bangsa, Boediono seharusnya mengunjungi istana. Menikmati secangkir teh di beranda belakang istana, sambil mengenang masa lalu dan membicarakan masa depan bangsa dengan Jokowi.
Jokowi pasti sangat senang dengan kunjungan Boediono. Antasari saja yang baru diberi remisi akan diundang ke istana pada Kamis ini di sore hari. Seperti tercantum di situs sekretariat negara. Antasari yang dulu ketua kedua KPK baru diberikan grasi oleh Jokowi, sehingga dia bebas. Pastinya undangan ini bukan undangan biasa. Undangan ini tidak terkait tentunya dengan Boediono. Undangan ini soal bicara saja. Bicara tentang kemajuan bangsa. Mungkin juga bicara tentang paket-paket reformasi hukum yang sudah dicanangkan. Keahlian Antasari sepertinya diperlukan. Masih banyak yang harus ditangkapi.
Tapi Boediono tidak juga muncul di istana untuk mengunjungi Jokowi. Di situs sekretariat negara belum ada jadwal pertemuan dengan Boediono. Rumor yang beredar juga belum ada yang menghembuskan kunjungan Boediono ke istana. Hanya SBY yang siap untuk diundang ke istana, menurut partai Demokrat. Bahkan PKS pun seperti mencomblangi pertemuan SBY dengan Jokowi melalui saran yang mengatakan Jokowi harus klarifikasi cuitan terkait Hoax ke SBY langsung.
Boediono berdiam diri. Sama kalemnya ketika beliau menjadi wakil presiden. Tidak berisik. Tidak menolak perintah atasannya.
Tetapi ini soal bangsa ini. Soal ketimpangan sosial yang sedang diperjuangkan Jokowi. Tentang suasana sejuk para tokoh nasional yang harus diciptakan. Tentang sinyal-sinyal baik dari istana yang harus terus disebarkan. Untuk itu Boediono perlu ke istana.
Hingga hari ini, tidak ada yang bisa memastikan bila Boediono ke istana. Kabar kabur burung pun tidak ada yang terdengar.
Keengganannya
Lalu, mengapa Boediono belum datang. Bisa jadi, mungkin Boediono sekarang sibuk. Seperti cita-citanya setelah selesai bertugas sebagai wakil presiden. Boediono berkeinginan untuk menata diri dulu. Entah apa maksudnya. Lalu menulis buku, pastinya tentang perjalanannya selama 5 tahun mendampingi SBY, mungkin. Mengajar juga akan dilakukannya setelah selesai jadi wakil presiden. Bahkan, ketika diminta SBY hendak menjadi wakilnya pada tahun 2009, Boediono meminta akan tetap mengajar.
Mungkin juga Boediono sedang menimang-nimang cucunya. Membayar hutangnya yang bertumpuk selama menjadi wakil presiden. Hutang waktu yang hilang dengan anak dan cucunya. Waktu lima tahun yang tersita untuk mengurus negara ini.
Lalu, dengan semua pengalaman itu, peran Boediono masih diperlukan untuk kemajuan bangsa ini. Memberikan masukan kepada Jokowi.
Bukankan Boediono mengatakan bahwa di tidak puas dengan capaian 5 tahun bersama SBY. “Setelah saya inventarisasi, banyak hal-hal yang perlu dilanjutkan yang belum selesai, ada yang perlu diganti dan diubah. Sebisa saya, ya, begitulah. Puas itu relatif, tapi saya berusaha sebisa saya. Ya, itulah kemampuan saya. Di Oktober 2014 ketika diwawancara kompas.
Harapan bangsa ini besar untuk sejuknya bangsa ini. Kedatangan Boediono ke istana akan memberikan suasana nyaman itu. Masukan dari Boediono akan sangat penting bagi bangsa ini.
Bisa jadi Boediono ingin datang ke istana. Langkahnya sepertinya masih berat. Entan gandul apa yang membebaninya. Bila Boediono ke istana. Apakah Boediono tidak tega, karena akan ada yang terbawa perasaan bila beliau mengunjungi Jokowi dan minum teh sore-sore di beranda belakang istana?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H