[caption caption="Rumah Sakit Sumber Waras. Foto: en.tempo.co"][/caption]Dicegat saat tiba di kantornya di gedung BPK, Jumat siang (15/4/2016), Prof. Eddy Mulyadi Soepardi menjawab pertanyaan yang diajukan wartawan dari berbagai media massa. Salah satu pertanyaan yang diajukan wartawan kepadanya, “Bagaimana logikanya sehingga ada perbedaan pendapat antara BPK dengan Pemprov DKI Jakarta?”, tanya seorang wartawan.
Prof. Eddy, Anggota III BPK dalam pemeriksaan kasus pembelian Rumah Sakit Sumber Waras oleh pemerintah DKI, menjawab, “Audit tidak pakai logika. Kami mengumpulkan fakta-fakta” Sekaligus, dia juga menepis tudingan audit yang dilakukan BPK ngaco. Ditegaskan bahwa audit BPK dilakukan profesional dan sesuai amanat konstitusi. Dia menjawab dengan suara yang sekali-sekali tertahan, mungkin itu gaya bicaranya.
Pernyataan Prof. Eddy sedikit membuat penulis terhenyak. Apakah benar logika tidak dipakai dalam audit keuangan pemerintah DKI? Apakah proses yang logis tidak ada dalam pemeriksaan BPK? Kemudian apa yang mendasari proses pemeriksaan tersebut? Apakah fakta-fakta yang dikumpulkan diuji dengan nalar dan alur yang benar, teratur dan tepat? Semua pertanyaan itu tiba-tiba menyeruak ke permukaan alam pikiran penulis. Seakan tidak percaya dengan pernyataan anggota III BPK tersebut.
Untuk memahami data-data dan fakta-fakta yang ditemukan, tentunya BPK dalam melakukan audit memiliki standar dan prosedur yang didasarkan pada tujuan yang akan dicapai dari proses pemeriksaan itu sendiri. Dalam prosedur dan standar tersebut mestinya terkandung logika yang dasar formulasi prosedur dan standar tersebut. Menjadi aneh kemudian kalau ternyata tidak ada logika dalam proses pemeriksaan KPK, seperti pernyataan sang professor.
Sedikit mundur ke belakang, kasus soal logika dan pemakaian logika ini, pernah terjadi pada tahun 2005 antara Menteri Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra dengan ketua BPK Anwar Nasution. Ketua BPK Anwar Nasution menyampaikan dugaan adanya penyimpangan dalam pengelolaan kawasan Gelora Bung Karno. Jelas-jelas lahan itu yang seharusnya dipergunakan untuk sarana olah raga berubah menjadi kawasan bisnis. Menurut Ketua BPK, telah terjadi penyimpangan.
Tetapi yang tidak disadari oleh Ketua BPK saat itu, telah ada peraturan presiden yang dikeluarkan Presiden Soeharto pada tahun 1985 yang memungkinkan pengalihan sebagian lahan untuk bisnis untuk menopang pengelolaan kawasan tersebut, seperti disampaikan Yusri. Yusril mengatakan BPK menggunakan logika tukang ojek. Ujaran yang merendahkan BPK. Mungkin sering juga dalam pemeriksanaanya BPK menggunakan logika yang salah. Bisa jadi juga BPK tidak memakai logika seperti yang disampaikan Prof. Eddy.
Prof. Eddy menegaskan lagi, “Secara umum tugas BPK adalah melakukan pemeriksaan atas kinerja keuangan pemerintah daerah dari Laporan Kinerja Pemerintah Daerah. BPK melakukan pemeriksaan atas beberapa prosedur. Kalau audit dilakukan ada surat tugas, ada proses audit, ada laporan audit, ada direview berjenjang dan terakhir disidang badan. Karena sudah dilakukan sesuai kriteria dan sesuai dengan perintah konstitusi”.
Pada Peraturan BPK RI No. 1 Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara, pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, objektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
Pemeriksaan juga mengandung aspek akuntabilitas yang diperlukan untuk dapat mengetahui pelaksanaan program yang dibiayai dengan keuangan negara, tingkat kepatuhannya terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta untuk mengetahui tingkat kehematan, efisiensi, dan efektivitas dari program tersebut.
Sedikit berteori, logika adalah ilmu yang mempelajari kecakapan untuk berfikir secara lurus, tepat dan teratur. Konsep bentuk logis adalah inti dari logika. Konsep itu menyatakan bahwa kesahihan (validitas) sebuah argumen ditentukan oleh bentuk logisnya, bukan oleh isinya. Dalam hal ini logika menjadi alat untuk menganalisis argumen, yakni hubungan antara kesimpulan dan bukti atau bukti-bukti yang diberikan (premis). Penalaran induktif, kadang disebut logika induktif, adalah penalaran yang berangkat dari serangkaian fakta-fakta khusus untuk mencapai kesimpulan umum.
Melihat pada teori di atas, pernyataan Anggota III BPK terkait proses pemeriksaan dan standar pemeriksaan keuangan yang diatur dalam peraturan BPK RI No. 1 tahun 2007, maka seharusnya dan sudah sejamaknya logika adalah basis dari pemeriksaan yang dilakukan BPK. Dalam pemeriksaan keuangan tentunya ada penalaran yang berangkat dari serangkaian fakta-fakta khusus untuk mencapai kesimpulan yang umum.