Ucapannya sedikit banyaknya menggambarkan bahwa akan sangat sulit membicarakan masa depan yang gemilang dengan orang yang masih berfikir untuk hidup besok hari. Tetapi kenyataannya Singapura maju dan menjadi seperti sekarang ini.
Memang, Singapura menjadi seperti ini bukan karena Lee tidak mengajak masyarakatnya bicara, tetapi lebih pada karena Lee memiliki visi dan hati nurani yang membawa Singapura maju.
Dalam konteks Jakarta, pendekatan yang dilakukan Lee ini menemukan kembali tempatnya. Akan sangat susah dan terjal jalan yang akan dilalui Ahok jika harus mengajak semua orang bicara. Tetapi hati nuraninya yang mengarahkan Ahok dalam melakukan kebijakan. Memberikan pelayanan yang lebih baik, mengangkat harkat dan martabat manusia, tentunya lebih bermanfaat dari pada harus menggunakan pendekatan berbasis masyarakat ini.
Hal ini setidaknya sudah mulai terlihat di rusunawa-rusunawa dan fasilitasnya serta berbagai layanan yang diberikan: Kartu Jakarta Pintar, Kartu Jakarta Sehat, premi BPJS yang ditanggung APBD, bus gratis, dan uang kuliah bagi anak-anak miskin Jakarta yang masuk PTN; semuanya tanpa berbasis masyarakat, tetapi menanyakan hati nurani dan pikiran yang tulus dan adil akan perlunya perbaikan hidup masyarakat miskin perkotaan Jakarta yang telah terlalu lama ditinggalkan dan diabaikan.
“Nikmat apa lagi yang kau dustakan warga Jakarta”, ujar seorang kawan di Bandung sana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H