Mohon tunggu...
Rinsan Tobing
Rinsan Tobing Mohon Tunggu... Konsultan - Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Air, Budaya Kita dan Reklamasi Utara Jakarta

13 April 2016   00:37 Diperbarui: 14 April 2016   01:10 621
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sungai dan Laut Menjadi Halaman Belakang

Seiring dengan berjalannya waktu, pembangunan berlanjut dan jalur transportasi darat dibuka. Masyarakat kemudian memindahkan arah depan rumahnya. Kalau sebelumnya, rumah menghadap sungai, sekarang rumah-rumah menghadap jalan darat. Halaman depannya jalan darat dan sungai kini menjadi halaman belakangnya.

Dalam budaya Timur dan masyarakat pada umumnya, halaman belakang merupakan tempat membuang sampah dan segala sesuatu yang kotor, termasuk aib. Akibatnya, tingkat kesuciannya pun berkurang. Rasa hormat hilang dan pada akhirnya sungai, aliran sungai dan laut menjadi terbengkalai. Terlebih lagi, membuang kekotoran ke sungai, sangat praktis. Karena kotorannya hilang segera terbawa arus, segera bersih tak berbekas.

Demikianlah, akhirnya pembangunan selanjutnya menjadikan sungai dan laut halaman belakang. Tempat yang cenderung ditinggalkan, tidak diperhatikan dan terbengkalai dan menjadi wilayah liar dan tak bertuan. Tidak ada yang memperhatikan dan tidak ada yang mengatur. Sungai dan laut menjadi kotor dan tercemar.

Gejala yang sama terjadi di Jakarta. Sungai-sungai di Jakarta sudah lama sekali berperan sebagai halaman belakang. Rumah-rumah lagi menghadap sungai. Akibatnya sungai-sungai Jakarta menjadi tempat sampah terbesar di dunia. Penduduk yang tinggal di pinggir sungai dengan mudah membuang sampah ke sungai. Tidak ada lagi sedikit pun keengganan untuk membuang sampah ke sungai, karena sungai sudah tidak lagi memiliki ‘harga’ sebagai sumber air, sumber kebudayaan dan sumber kehidupan.

Di Pantai Utara Jakarta, sejak tahun 1960-an, pembukaan lahan-lahan sangat masif. Hutan-hutan mangrove dibabat untuk membangun berbagai fasilitas. Sayangnya pembangunan yang dilakukan tidak menempatkan sungai dan laut sebagai halaman depan. Akibatnya, sungai dan laut bertransformasi jadi tempat pembuangan sampah dan limbah yang masif. Termasuk pabrik-pabriknya, membuang limbah ke laut. Kawasan Utara Jakarta pada akhirnya rusak dan tercemar parah.

Jika anda naik kapal dari pantai Utara Jakarta ke Pulau Seribu, bisa dilihat bahwa air tercemar telah jauh menjorok ke laut. Pemandangan ini juga terlihat dari udara, warna air yang keruh sudah menjorok jauh ke arah laut. Tangkapan nelayan menipis. Pencemaran Utara Jakarta di tahun 1960-an saja sudah tinggi. Bisa dibayangkan dengan masifnya pembangunan saat ini, dengan tetap menjadikan pantai Utara Jakarta sebagai halaman belakang, kerusakan yang luar biasa terjadi. Fenomena terakhir, banyak ikan mati ditemukan di Utara Jakarta.

Mengembalikan Sungai dan Laut Jadi Halaman Depan

Pemerintah DKI Jakarta dalam konsep besarnya, melakukan berbagai upaya revitalisasi dan normalisasi sungai dengan tujuan mengembalikan sungai sebagai halaman depan. Bangunan-bangunan digusur dan masyarakat direlokasi untuk memberikan ruang bagi sungai bernafas dan menghindarkannya menjadi halaman belakang Jakarta. Upaya ini berarti mengembalikan sungai kepada tempat terhormatnya.

Di Utara, upaya mengembalikan halaman depan ini dilakukan dengan reklamasi. Menambah daratan untuk menutup pencemaran yang sudah terjadi selanjutnya menempatkan laut di depannya sebagai halaman depan. Memang tidak akan serupa lagi. Alasan menghilangkan laut dan biotanya juga tidak lagi relevan, karena saat ini potensi laut Utara Jakarta sudah rusak karna pencemaran berat. Penataan kawasan pantai Utara Jakarta dilakukan untuk meletakkan bangunan dan posisi yang semestinya dalam upaya menempatkannya menjadi halaman depan Jakarta. Dengan demikian, laut kembali menempati tempatnya yang terhormat.

Dalam konsep besar pemerintah DKI juga, Jakarta sebagai ibu kota negara akan dikembangkan sebagai kota adminitrasi dan jasa saja. Rencananya, pabrik-pabrik juga akan dikeluarkan dari Jakarta, sebagai penyumbang limbah ke sungai dan laut. Untuk mengembangkan Kota Jakarta sebagai kota jasa ini, segala potensi dan modalitas yang ada harus dikembalikan pada fungsinya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun