Mohon tunggu...
Rinsan Tobing
Rinsan Tobing Mohon Tunggu... Konsultan - Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan featured

Sebersit Cahaya, Palu Godam Artidjo Meremukkan Para Koruptor

2 April 2016   14:23 Diperbarui: 20 Desember 2019   09:07 995
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kasus lain yang terkena palu godam ini, yang cukup mendapat perhatian publik, adalah kasus mantan Direktur Lalu Lintas Polri Djoko Susilo. Dia juga turut merasakan kerasnya palu godam Artidjo dengan 18 tahun penjara, ditambah denda Rp1 miliar, uang pengganti Rp. 32 miliar, dan hak politiknya dicabut. 

Terdakwa Luthfi Hasan Ishaaq, bekas Presiden PK, dengan kasus suap impor daging sapi dan tindak pidana pencucian uang. Pesakitan ini diberi ‘bonus’ berupa tambahan 2 tahun penjara dari 16 tahun menjadi 18 tahun penjara dan hak politiknya dicabut.

Terdakwa Aiptu Labora Sitorus, anggota Polisi Sorong, dengan kasus kepemilikan rekening gendut Rp1,5 triliun. Bonus yang diberikan tambahan 2 tahun, dari 13 tahun menjadi 15 tahun penjara.

Ada juga pihak-pihak yang akhirnya membatalkan kasasi ke Makamah Agung karena mengetahui hakimnya adalah Hakim Artidjo.

Hakim Artidjo bukanlah hakim yang tidak punya perasaan. Keberpihakan juga ditujukan bagi masyarakat kecil yang dirugikan oleh sistem hukum yang koruptif ini. Dia berpihak kepada kaum miskin. Tidak menggunakan hukum hanya terbatas pada masalah hukumnya, seperti dia juga menerapkannya untuk pelaku korupsi.

Dia pernah membebaskan seorang nenek bernama Rasminah yang dituduhkan mencuri 6 piring dari rumah majikannya di Jakarta. Hukuman yang diberikan sebelumnya 4 bulan 10 hari penjara. Artidjo memberikan pendapat yang berbeda dengan menyatakan bahwa Rasminah tidak bersalah.

Hakim Artidjo menghukum para pelaku korupsi karena mereka pada umumnya pihak-pihak yang tidak peduli dengan tindakannya. Perilaku korupsi dilakukan oleh mereka-mereka yang seharusnya tidak perlu melakukan korupsi karena mereka sudah memiliki harta dan kadang berlebih untuk memenuhi hidupnya. Para pelaku korupsi ini tidak peduli bahwa tindakan mereka menghancurkan kehidupan masyarakat lainnya.

Pelaku yang juga pejabat adalah terdakwa yang sering dihukum Artdjo lebih berat, dengan ‘bonus’ hukuman. Sebagai pelayan publik, harusnya jabatan dan uang rakyat yang diserahkan kepada mereka untuk dipertanggungjawabkan harusnya diperuntukan bagi masyarakat yang dilayaninya. Tetapi karena ketidakpedulian ini dan merasa hukum dapat dibeli, dengan hitung-hitungan yang pas, mereka melakukan korupsi.

Mereka tidak peduli bahwa korupsi adalah kejahatan luar biasa yang sangat merusak. Dampak ke depannya tidak pernah hadir dalam pemikiran mereka. Kehidupan yang hedonis adalah yang mereka tuju. Hasil—hasil korupsi ini tidak sungkan-sungkan dihadirkan ke depan publik. Lihatlah mobil jaguar dan jam tangan Sanusi.

Publik sering sekali geram dengan ulah para pelaku koruptor ini. Di depan media, mereka menunjukkan senyum terbaik dan wajah tak berdosa. 

Mereka bisa dengan santai menjawab pertanyaan wartawan dan mengumbar senyum yang menunjukkan mereka tidak apa-apa. Mereka bangga dengan tindakannya. Tindakan yang mereka lakukan adalah sesuatu yang wajar. “Orang lain juga melakukannya, jadi kenapa saya tidak,” itu mungkin yang mereka ujarkan dalam hati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun