Kita benar-benar harus bangkit bersama untuk keluar dari krisis global melalui berbagai lini sektor, terutama ekonomi sebagai penunjang. Karena, perubahan iklim yang disebabkan oleh ragam eksploitasi lingkungan, jelas meningkatkan intensitas kejadian ekstrem seperti angin topan, banjir, kekeringan dan hujan monsun yang juga berimbas pada proses pemulihan ekonomi dan keuangan global.
Meningkatnya jumlah pengungsi akibat bencana alam, menyumbangkan krisis yang berdampak pada ketahanan pangan dan kerentanan jutaan manusia. Maka, perubahan besar harus segera dilakukan oleh setiap pemimpin dunia yang terkonsolidasi dalam G20, untuk ke depannya bisa bersama-sama melaksanakan investasi hijau.
Bagi Indonesia, perubahan iklim dunia rentan kaitannya dengan stabilitas ekonomi negara ke depan. Hal tersebut sudah diperhitungkan oleh Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) dalam kajiannya untuk tahun 2020-2024, bahwa Indonesia akan mengalami kerugian ekonomi mencapai angka 544 triliun rupiah disebabkan perubahan iklim.
Kerugian besar tersebut disebabkan oleh perubahan iklim yang terjadi di laut dan pesisir, kualitas air, sektor pertanian hingga kesehatan. Angka tersebut tentu bukanlah kerugian yang kecil bagi negara agraris-maritim yang masih menyandang negara berkembang.
Bentuk investasi dalam skala besar dengan mengedepankan prinsip pembangunan berkelanjutan tentu akan menguntungkan juga bagi Indonesia. Sebagaimana hasil penelitian dari Forest Ecosystem Valuation Study yang menjelaskan bahwa investasi hijau akan lebih memberikan manfaat bagi negara, terutama dalam penyediaan lapangan kerja di bidang kehutanan yang akan meningkat hingga mencapai angka 247.945 orang pada tahun 2030 mendatang.
Selain itu, penelitian tersebut juga mengungkapkan emisi karbon dioksida yang dihasilkan dari investasi hijau akan mengurang ke angka 689 juta TC02 pada tahun 2030 mendatang, jika dibandingkan dengan bentuk investasi biasa yang menyumbangkan emisi karbon dioksida yang berada di angka 2.484 TC02.
Dalam rilis International Finance Corporation (IFC) menunjukkan data transisi penggunaan sumber energi yang menimbulkan polusi kepada energi hijau, berpotensi akan mengundang investor hijau di Indonesia hingga mencapai nilai investasi sebesar USD458 atau sebesar 6.487,2 Triliun Rupiah.
Investasi hijau pada akhirnya menjadi catatan penting Indonesia yang harus di kedepankan dalam meja perundingan pada forum dunia G20, terlebih investasi hijau termasuk pada agenda prioritas keuangan dalam Presidensi Indonesia di G20.
Di samping sebagai pemegang Presidensi G20, Indonesia juga merupakan negara yang turut serta menandatangani Perjanjian Paris terkait perubahan iklim, dalam National Determined Contribution (NDC) untuk tahun 2020-2030.
Selain itu, Indonesia merupakan satu dari sekian negara yang potensi alamnya sedang dipertaruhkan di mata negara-negara dunia ke depan. Akan banyak nilai investasi yang dibicarakan oleh negara-negara di dunia untuk Indonesia, dan itu menjadi tantangan bagi kualitas kehidupan mendatang serta wacana pertumbuhan ekonomi Indonesia maju melalui investasi hijau.
Preseden Indonesia