"Sekarang aku sudah berubah. Aku sudah punya pekerjaan. Sudah punya rumah. Dan aku akan berusaha melakukan apa pun untuk membuat mbak bahagia."
"Apa aku masih kurang mapan?" Lagi-lagi pertanyaan itu ia ajukan dan sudah pasti aku jawab dengan gelengan kepala.
"Terus ... kenapa mbak Naira masih terus menolak aku?"
Duh, ini pertanyaan yang sulit untuk kujawab. Aku tidak punya alasan tepat kenapa aku harus menolak.
"Mbak, apa perjuanganku selama bertahun-tahun masih kurang?"
Aku menggelengkan kepala.
"Terus? Kenapa aku masih ditolak terus sih? Mbak tahu kan kalau aku ngarep banget jadi pasangan hidup mbak?"
Aku menghela napas dalam-dalam. Memejamkan mata dan masih berpikir, kalimat apa yang seharusnya aku katakan pada Hexam? Haruskah aku belajar membuka hati untuk dia?
"Kasih aku waktu..."
"Berapa lama lagi?" Hexam menatapku tajam, membuat aku tertunduk dan tak mampu berkata apa pun.
Ini pertama kalinya aku lihat raut wajahnya begitu tegang dan serius. Biasanya ia selalu penuh dengan candaan. Sampai-sampai aku tidak bisa membedakan mana ucapan yang serius dan mana yang bercanda.