Mohon tunggu...
Rini Wulandari
Rini Wulandari Mohon Tunggu... Guru - belajar, mengajar, menulis

Guru SMAN 5 Banda Aceh http://gurusiswadankita.blogspot.com/ penulis buku kolaborasi 100 tahun Cut Nyak Dhien, Bunga Rampai Bencana Tsunami, Dari Serambi Mekkah Ke Serambi Kopi (3), Guru Hebat Prestasi Siswa Meningkat

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Sayang Anak, Jangan Latah Ikut Trend Sharenting Jika Tak Paham Bahayanya!

31 Januari 2025   14:27 Diperbarui: 1 Februari 2025   22:47 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber foto klikdokter.com
sumber foto klikdokter.com

Ancaman Privasi dan Keamanan Anak

Salah satu risiko terbesar dari sharenting sebenarnya berkaitand engan ancaman terhadap privasi dan keamanan anak. Banyak orang tua tidak menyadari bahaya ini ketika membagikan informasi seperti nama lengkap, tanggal lahir, atau lokasi anak. Tanpa disadari oleh para orang tua mereka telah membuka peluang bagi pelaku kejahatan siber untuk mengeksploitasi informasi tersebut.

Masalahnya adalah, bahwa pencurian identitas menjadi ancaman serius. Informasi yang tersebar secara daring bisa digunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab untuk membuat akun palsu, mengakses data keuangan, atau bahkan menciptakan identitas digital fiktif. Selain itu, predator daring bisa menggunakan informasi ini untuk melakukan grooming, yaitu proses manipulasi anak-anak agar menjadi target eksploitasi seksual atau penculikan.

Pernahlah kita bayangkan jika informasi anak digunakan para penjahat, misalnya menjemput anak disekolah. Ia tahu nama ibu si anak, tantenya, Omnya, alamat rumah, tempat kerja orang tuanya bahkan mungkin jenis mobil dan berikut foto-fotonya. Informasi penting itu bisa mengelabui para guru di sekolahnya dan menganggap fakta itu benar sehingga hilang kewaspadaannya. Tak sedikit kasus penculikan anak dilatarbelakangi kasus ini akibat sharenting.

Jejak Digital yang Sulit Dihapus

Segala sesuatu yang diunggah ke internet berpotensi menjadi permanen, meskipun telah dihapus oleh pengunggahnya. Algoritma media sosial, tangkapan layar, dan fitur pengarsipan memungkinkan informasi tetap tersedia bahkan setelah kontennya dihapus. Dengan demikian, anak-anak mungkin tumbuh dengan jejak digital yang luas tanpa persetujuan mereka.

Masalah ini bisa berdampak negatif di masa depan, misalnya ketika anak dewasa dan ingin menjaga profesionalisme mereka di dunia kerja. Foto atau video yang dianggap lucu atau menggemaskan oleh orang tua bisa menjadi sesuatu yang memalukan bagi anak saat dewasa.

Apalagi anak-anak yang ketika remaja atau dewasa tumbuh dengan masalah secara personal atau sosial. Tidak ingin rahasia dan masa lalunya diketahui orang lain apalagi publik. Ia menjadi was-was dan kuatir jika data rahasianya diekspose atau digunakan pihak yang tidak bertanggungjawab atau menjadi "lawan" dalam pergaulan sosialnya.

Hak Anak atas Privasi 

Sharenting juga bisa menimbulkan dilema etis berkaitan dengan hak anak atas privasi dan persetujuan yang menjadi haknya. Anak-anak, terutama yang masih sangat kecil, tidak punya  kapasitas atau kemampuan untuk menolak ataun memberikan izin apakah orang tuanya boleh atau tidak mengekspose data pribadi mereka. 

Dalam beberapa kasus, anak-anak yang telah tumbuh dewasa justru merasakan ketidaknyamanan ketika mereka tahu konten masa kecilnya diunggah oleh orang tua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun