Â
Padahal Reforma Agraria merupakan program prioritas nasional dalam Nawacita Presiden, sesuai dengan amanat RPJMN 2020-2024 dan Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria.
Â
Di sisi lain, blunder persoalan reforma agraria sering dikemas menjadi kepentingan politik dalam kampanye pemilihan pemimpin baik di tingkat nasional maupun daerah.
Â
Sehingga seiring perjalanan dari awal pencetusan sampai saat ini, keberhasilan reforma agraria yang dirasakan oleh rakyat masih dipertanyakan dan perlu dibuktikan secara empiris dengan kajian yang dapat dipertanggungjawabkan. Dalam hal ini Negara tidak bisa bekerja sendiri, butuh seluruh komponen bangsa untuk menggerakkan cita-cita luhur reforma agraria yang dibutuhkan rakyat (petani tidak memiliki tanah) namun mempunyai itikad baik untuk memanfaatkan tanahnya secara aktif.
Desa Sumberklampok di Bali bagian barat  adalah sebuah titik terang keberhasilan Badan Bank Tanah dalam menjalankan perannya menjadi lembaga yang memfasilitasi kepentingan masyarakat untuk mendapatkan hak-haknya atas tanah yang dimilikinya.
Namun kasus di
Â
Setelah hampir 60 tahun dalam ketidakpastian, warga Desa Sumberklampok di Bali bagian barat merasa mulai ada titik terang perihal status lahan yang selama ini mereka kelola dan tinggali. Pada 26 November 2020 lalu, Tim Sembilan sebagai perwakilan warga Desa Sumberklampok dan Gubernur Bali Wayan Koster menandatangani Kesepakatan Bersama tentang Penyelesaian Tanah Eks HGU Nomor 1, 2, dan 3 di Desa Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng.
Â
Dalam Surat Kesepakatan Bersama (SKB) itu kedua belah pihak menyepakati empat poin penyelesaian sengketa agraria yang sudah terjadi sejak 1960-an. Pertama, para pihak sepakat bahwa keseluruhan lahan eks Hak Guna Usaha (HGU) Nomor 1, 2, dan 3 di Desa Sumberklampok luasnya mencapai 612,9 ha. Setelah dikurangi lahan tempat tinggal (dalam bahasa Bali disebut pekarangan), fasilitas sosial dan fasilitas umum, serta jalan dan sungai, total lahannya seluas 514,02 ha.
Â
Kedua, dari lahan seluas 514,02 ha, kedua belah pihak sepakat membagi 70 persen untuk warga dan 30 persen menjadi hak Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali. Artinya, warga akan mendapatkan sekitar 359,8 ha lahan sedangkan Pemprov Bali berhak atas 154,2 ha.
Â
Ketiga, Pemprov Bali menjamin hak warga Sumberklampok untuk mendapatkan hak atas tanah pemukiman dan garapan melalui program Reforma Agraria. Untuk itu warga akan mendapatkan Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah sebagai dasar permohonan penerbitan sertifikat hak milik kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Â
Keempat, jika pemerintah akan memanfaatkan lahan hak warga, maka pemerintah harus mengganti rugi sesuai dengan undang-undang.
Gubernur Bali Wayan Koster mengatakan penyelesaian sengketa agraria di Sumberklampok merupakan wujud komitmennya untuk menyelesaikan konflik agraria di desa yang berada di Bali bagian barat, agar kedua belah pihak baik Pemprov Bali maupun warga mendapatkan kepastian hukum.
Â
Menurut Koster skema pembagian 70:30 merupakan solusi terbaik untuk kedua belah pihak, warga dan pemerintah.
Setelah mempelajari dokumen riwayat tanah, dan melakukan pembahasan dengan Badan Pertanahan Nasional Provinsi Bali, Â akhirnya permohonan warga untuk memperoleh hak atas tanah yang ditempati dan digarap melalui kebijakan Reforma Agraria dipertimbangkan oleh Pemerintah.