Apa yang menyebabkan timbulnya sikap seperti itu, beberapa indikasi bisa menjadi petunjuknya;Â
Pertama; Keengganan Memahami yang Lain
Salah satu penyebab utama sulitnya berkomunikasi dengan orang yang tone deaf adalah perbedaan kepentingan. Jika mereka yang lebih vokal biasanya tergerak oleh perasaan solidaritas dan keinginan untuk memperjuangkan kepentingan bersama.
Mereka yang apatis cenderung memprioritaskan kepentingan pribadi. Jika suatu isu tidak berdampak langsung pada mereka, maka mereka memilih untuk tidak terlibat. Sikap ini mengarah pada ketidakpedulian terhadap masalah yang sedang terjadi di luar lingkaran pengaruh mereka. Ketika dua pihak dengan kepentingan yang berbeda ini bertemu, maka mereka akan sulit menemukan titik temu.
Kedua; Dunia yang Dipandang Secara Berbeda
Perbedaan perspektif seringkali menjadi penghalang besar dalam kita berkomunikasi. Perspektif dalam hal ini merujuk pada cara seseorang merespons suatu situasi dan memprediksi dampaknya di masa depan. Mereka yang tone deaf sering kali merasa puas dengan keadaan saat ini. Dengan berpikir "saya baik-baik saja sekarang," jadi mereka merasa tidak perlu khawatir atau melakukan tindakan.
Sebaliknya di sisi lain, mereka yang vokal memikirkan dampak jangka panjang dari situasi yang ada. Mereka memahami bahwa ketidakpedulian hari ini bisa berakibat buruk di masa depan, baik untuk diri mereka sendiri maupun untuk masyarakat luas. Ketidakcocokan pandangan ini menjadikan komunikasi ibarat dua jalan yang tidak pernah bersilangan.
Bayangkan jika demokrasi sedang diobok-obok, lalu kita berdiam diri dengan alasan politik bukan urusan kita. Padahal jika politik menjadi amburadul, kita juga akan terkena dampaknya, jika bukan sekarang bisa jadi mungkin nanti.
Ketiga; Diam sebagai Zona Aman dan Nyaman
Sikap tone deaf sering kali juga dipicu oleh rasa pasrah. Mereka menganggap bahwa segala upaya untuk mengubah keadaan akan sia-sia belaka. Hal ini sering dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti rendahnya daya juang atau posisi yang terjepit, misalnya dalam hubungan antara pekerja dan atasan.
Diam dan tidak mengambil tindakan bisa jadi menjadi pilihan paling aman untuk menghindari risiko yang lebih besar. Mereka lebih memilih untuk menjalani hidup tanpa terganggu oleh masalah yang mungkin tidak dapat mereka atasi. Selalu ingin berada dalam Zona Nyaman.
Keempat; Kenyamanan yang Menumpulkan Empati
Sikap tone deaf yang sering muncul dari rasa terlalu aman. Ketika seseorang merasa terlalu nyaman dengan posisinya, mereka cenderung mengabaikan fakta-fakta penting yang terlihat oleh orang lain. Contohnya, seseorang yang berada dalam hubungan yang tidak sehat--hubungan toxic, mungkin tetap tinggal dalam hubungan tersebut meskipun tahu bahwa itu berbahaya, karena mereka merasa terlalu nyaman atau takut menghadapi perubahan.
Bagi mereka yang tone deaf mungkin merasa tidak perlu memedulikan situasi di luar kenyamanan mereka sendiri, menganggap bahwa hal-hal tersebut tidak relevan atau tidak memengaruhi kehidupan mereka secara langsung.
Kelima; Menghindari Ketidaknyamanan