Mohon tunggu...
Rini Wulandari
Rini Wulandari Mohon Tunggu... Guru - belajar, mengajar, menulis

Guru SMAN 5 Banda Aceh http://gurusiswadankita.blogspot.com/ penulis buku kolaborasi 100 tahun Cut Nyak Dhien, Bunga Rampai Bencana Tsunami, Dari Serambi Mekkah Ke Serambi Kopi (3), Guru Hebat Prestasi Siswa Meningkat

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Bangun Mindset Siswa Anti Bullying Saat MPLS dengan Learning Community

18 Juli 2024   13:30 Diperbarui: 29 Juli 2024   21:35 407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi interaksi guru dan siswa/ sumber gambar detik,com

Sayangnya stigma yang sudah terlanjur melekat, sekolah-sekolah profesi atau kejuruan-vokasi, sering menjadi ruang terjadi kekerasan dibanding sekolah umum dan sekolah nonformal yang banyak dirancang spesifik karena menjadi ruang alternatif. Bahkan di sekolah nonformal kasus kekerasan ini justru jarang terjadi.

Tentu saja stigma buruk ini berbahaya, meskipun kejadian bersifat kasuistis dan dilakukan oleh oknum senior yang jahat, namun nama baik sekolah menjadi taruhannya.

Jika kasus seperti ini juga mulai merambah ke sekolah umum karena adanya senioritas akibat dampak senioritas yang terus diulang-ulang menyebabkan budaya positif di sekolah menjadi hilang.

MPLS menjadi kesempatan kita memulai babak baru jika ingin menghilangkan stigma dan kebiasaan buruk akibat sistem senioritas. Justru dengan cara-cara yang lebih bersahabat, merangkul siswa baru dalam lingkungan baru dan menjadi bagian dari keluarga besar akan menjadi cara yang lebih sederhana mengatasi masalah kekerasan dan bullying yang selama ini menjadi salah satu masalah disekolah yang tak pernah pupus.

Pendekatan religius, atau penerapan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) program yang dirancang Kemendikbudristek sebagai bagian dari Kurikulum Merdeka yang bertujuan untuk mendorong tercapainya Profil Pelajar Pancasila adalah sesuatu yang sangat menarik. 

Apalagi jika program ini bisa diterapkan dengan menggunakan paradigma baru, yakni melalui pembelajaran berbasis projek, kegiatan bersama berbasis masalah. Ini tidak hanya akan menjadi materi menarik tapi juga menjadi cara merekatkan hubungan antara siswa lama dan siswa baru lebih kompak.

Ibarat pertemuan dengan seseorang, jika di awal MPLS-nya begitu menggoda, maka selanjutnya terserah siswa akan menjadi apa. Jika dimulai dari pertemuan awal dan segala sesuaatu yang positif, dilengkapi nilai-nilai religius yang kuat, pelatihan kemandirian, kepedulian, gotong royong, maka tentu buah tak akan jatuh jauh dari pohonnya.

Ini menjadi solusi merubah mindset anti bullying atau kekerasan yang selama ini sulit dideteksi parapihak disekolah dan para orang tua, namun sering terjadi di lingkungan "rumah kedua atau sekolah".

 suasana MPLS di kelas /foto dokpri riniwulandari
 suasana MPLS di kelas /foto dokpri riniwulandari

Pendekatan Learning Community

Jika kita kaitkan MPLS dengan model pembelajaran Learning community, menjadi salah satu cara menarik terutama selain meningkatkan keaktifan siswa, menggali potensi minat bakat, juga membangun keakraban untuk mengatasi ketimpangan antar siswa sebagai salah satu pencegahan kemungkinan timbulnya kekerasan (bullying).

Melalui MPLS para siswa harus didorong dan dituntut belajar aktif dengan memegang peran masing-masing dan saling bertukar pengetahuan dalam komunitas belajar saat masa-masa awal sekolah mereka.Mereka juga belajar bersosialisasi bersama teman sebaya dalam menyelesaikan masalah bersama-sama.

Pendekatan yang dilakukan mengggunakan materi Learning Community sangat fleksibel dapat disesuaikan dengan kebutuhan yang kita dorong menjadi triggernya.

Bisa saja mendorong minat bakat siswa tentang inovasi, maupun upaya kita menjadikan MPLS sebagai cara mengatasi problem perundungan atau bullying agar sejak dini dapat tercegah dan dapat dipahami konsekuensinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun