Dan yang peting juga kita ketahui ada kandungan gula yang "tersembunyi". Banyak dari kita kurang menyadari bahwa ada sumber gula tersembunyi di balik makanan atau minuman yang kita konsumsi sehari-hari.Â
Gula itu tersamarkan oleh bahan makanan lain, atau ditulis dengan nama berbeda. Karenanya kita harus mengetahui makanan apa saja yang sebenarnya mengandung gula. seperti dalam condiments atau saus. Muffin, minuman manis bersoda, minuman berenergi, dan minuman buah dalam kemasan.
Banyak juga smoothie yang dibuat dengan tambahan sirup atau pemanis buatan untuk meningkatkan rasanya. Granola, protein bars dan breakfast bars Protein bars atau Oatmeal instan atau pre-flavored Oatmeal instan, juga banyak mengandung gula tambahan yang cukup tinggi. Begitu juga dengan Yogurt karena mengandung kalori ekstra ketika yogurt dibumbui dengan selai, sirup, gula, atau topping.
Dan beberapa jenis buah yang banyak mengandung lebih banyak gula daripada yang lain. Sebagai contoh, sebuah apel besar bisa mengandung 25 gram gula, dan mangga mengandung 46 gram gula. Jadi kita harus makin hati-hati.
Memahami Pelabelan untuk Tujuan Hidup Lebih Sehat
Wacana Kemenkes untuk melabelkan kadar gula pada minuman kemasan bagaikan pisau bermata dua. Di satu sisi, langkah ini bertujuan meningkatkan kesadaran dan mendorong konsumsi yang lebih sehat. Tapi di sisi lain, muncul pertanyaan, apakah konsumen benar-benar memahami makna label tersebut?Â
Memang benar, pelabelan gula bisa membantu konsumen dalam membuat pilihan yang lebih bijak. Namun, tanpa edukasi yang memadai, label ini bisa menjadi senjata tumpul.Â
Bayangkan jika konsumen melihat label "tinggi gula" pada minuman favoritnya. Tanpa pemahaman yang jelas tentang gula yang bermanfaat dan berbahaya abgi kesehatan, mereka mungkin hanya fokus pada rasa dan mengabaikan dampak kesehatannya.Â
Di sinilah peran edukasi menjadi kunci. Edukasi perlu dilakukan secara berkelanjutan dan komprehensif, menjangkau berbagai lapisan masyarakat. Bukan hanya mencantumkan label, tapi juga menjelaskan batas konsumsi gula yang aman dan sesuai standar kesehatan.Â
Dengan edukasi yang tepat, konsumen tidak hanya memahami makna label gula, tetapi juga mampu membuat pilihan yang lebih sehat untuk diri mereka dan keluarga. Â Label gula bukan sekadar informasi, tapi pintu gerbang menuju gaya hidup yang lebih baik. Intinya bahwa label gula adalah pengingat, bukan penentu.
Dan terkait wacana Kemenkes, kita juga harus memeprtimbangkan efektivitas pelabelan jika kelak wacana ini direalisasikan. Studi menunjukkan bahwa pelabelan gizi yang jelas dan mudah dipahami bisa mempengaruhi pilihan konsumen dan mendorong konsumsi produk yang lebih sehat. Sehingga konsumen dengan tingkat literasi kesehatan yang lebih tinggi lebih mungkin terpengaruh oleh label informasi gizi.
Masyarakat juga perlu terus diedukasi tentang cara membaca dan memahami label informasi gizi, termasuk kadar gula yang aman untuk dikonsumsi. Dan pelibatan industri, akademisi, dan organisasi masyarakat sipil, sangat penting dalam upaya edukasi ini. Pemerintah perlu memastikan konsistensi dan penegakan regulasi terkait pelabelan gizi.
Seperti yang selama ini telah diberlakukan seperti pada produk rokok.
Dan jika bisa berlaku secara efektif kampanye melalui pelabelan ini, maka pelabelan kandungan gula yang efektif bisa membantu menurunkan konsumsi gula dan meningkatkan kesehatan masyarakat.Â
Dan dalam jangka panjang bisa mengurangi beban penyakit kronis dan biaya kesehatan yang terbuang untuk jenis penyakit yang berkaitan dengan gula. Sehingga konsumen menjadi lebih berdaya dalam membuat pilihan yang lebih sehat.
Kemenkes juga perlu mempertimbangkan untuk memperluas pelabelan gizi ke produk makanan lain selain produk kemasan dan penting untuk memperkuat regulasi terkait iklan produk makanan dan minuman yang tidak sehat, terutama yang ditujukan kepada anak-anak.