Dengan sering berulangnya kasus kejahatan digital di sekitar kita patut menjadi kewasapadaan. Bisa jadi memang pemahaman banyak orang tentang teknologi digital sebagiannya bisa disebut gatek.
Bahkan siswa di sekolah pun sebagian ada yang tidak memahami penggunaan ATM secara baik, buktinya saat saya tanyakan apakah penggunaan ATM hanya bisa dilakukan di bank di mana kita terdaftar sebagai nasabah, sebagian mengiyakan. Padahal sekarang ini sistem ATM Bersama memungkinkan orang bisa bertransaksi di ATM yang berbeda dan tidak ada masalah, kecuali perbedaan pada biaya administrasi yang dikenakannya yang lebih mahal jika kita mengguanakan ATM yang berbeda bank-nya.
Berdasarkan hal itu, dalam kesempatan pelajaran ekonomi saya juga menyempatkan mendiskusikan beberapa hal terkait dengan bentuk-bentuk kejahatan digital yang mungkin bisa terjadi. Seperti contoh kasus kebobolan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) milik pemerintah sekarang ini. Apalagi sebelumnya juga telah terjadi serangan hacker yang mengancam data-data penting Pemerintah kita.Â
Pembelajaran penting yang mesti menjadi bagian dari kewaspadaan para siswa adalah saat mereka menggunakan transaksi online atau transaksi digital.
Transaksi itu seringkali mengharuskan kita memberikan data pribadi agar dapat mengakses transaksi atau memudahkan transaksinya. Namun kita juga harus mewaspadai kemungkinan kejahatan yang bisa timbul akibat kita memberikan data pribadi saat transaksi online tersebut.
Materi itu menjadi bahan diskusi yang menarik, mengingat para siswa sebenarnya sangat aktif bermain dengan media sosial, sehingga sedikit banyak mereka mengetahui bahayanya, namun tidak sedikit yang baru menyadarinya setelah sesi diskusi di kelas tersebut.
Melalui kasus yang ditemukan, memudahkan dalam memahami masalah yang menjadi inti pembahasan. Seperti contoh kasus yang sederhana yang kami temukan di media sosial.
Seseorang menuliskan pengalamannya tentang penipuan yang dialaminya. Ia baru pertama sekali menjadi pedagang online untuk bisnis merchandise. Setelah di toko onlinenya di publis, masuklah orderan pertama.
Memesan dua buah kaos dengan permintaan desain khusus. Karena begitu gembira si pemilik toko online ini tidak menyadari telah melakukan kesalahan fatal. Ceritanya, saat si pengorder kesulitan melakukan pembayaran online, dengan dalih ada masalah teknis, ia meminta data bank tertentu semacam sandi.
Ia lantas mengirim data pribadinya itu, ia tak menyadarinya sama sekali. Barulah saat mengecek bukti pembayaran yang katanya sudah dikirim, ternyata yang terjadi adalah seluruh saldo di dalam rekeningnya bobol!. Masih beruntung menurut si "korban" karena kebiasaannya menarik dana di rekening penjualan dan memindahkannya ke rekening khusus, masih menyelamatkan dananya. Jika tidak maka akan tandas seluruh tabungannya.
Pelajaran penting dari kasus ini adalah bahwa meskipun transaksi kita menjadi lebih mudah bisa dilakukan tanpa harus mengunjungi bank dengan e-banking, ternyata juga banyak hal-hal yang harus kita waspadai.
Bagi kita data pribadi mungkin hal yang biasa saja, namun bagi pihak tertentu data itu akan menjadi sangat bermanfaat tergantung penggunaannnya. Bisa menjadi perantara timbulnya kejahatan atau bisa dimanfaatkan untuk hal-hal yang baik terkait penyebaran informasi positif.
Intinya data itu ibarat pisau yang penggunaan baik dan buruknya tergantung pada si penggunanya. Maka disinilah dibutuhkan kewaspadaan.