Mohon tunggu...
Rini Wulandari
Rini Wulandari Mohon Tunggu... Guru - belajar, mengajar, menulis

Guru SMAN 5 Banda Aceh http://gurusiswadankita.blogspot.com/ penulis buku kolaborasi 100 tahun Cut Nyak Dhien, Bunga Rampai Bencana Tsunami, Dari Serambi Mekkah Ke Serambi Kopi (3), Guru Hebat Prestasi Siswa Meningkat

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Saat Infeksi Judi di Twitter Merajalela, Blokir Bukan Antibiotiknya!

26 Juni 2024   12:36 Diperbarui: 29 Juni 2024   23:41 539
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilsutrasi pengguna medsos saat bekerja sumber gambar unsplash via dianisa.com

Wacana pemblokiran media sosial X (Twitter) ternyata menuai polemik yang meluas, namun justru menjadi sebuah kesempatan bertukar pikiran yang baik. Meskipun wacana itu tidak elok, agaknya ini menjadi sebuah cara pembelajaran agar publik kita kritis dan responsif dengan berbagai permasalahan sosial yang ada.

Agaknya ketidakseriusan Pemerintah dalam mengatasi masalah judi online adalah pangkal masalahnya. Buktinya dalam proses penyelesaian kasus saja masih tebang Pilih. 

Barangkali jika Jose Mourinho yang filosofisnya "bertanding harus menang" dijadikan orang pemerintahan, mungkin ia memakai taktik "parkir bus melintang" untuk melawan judi online!. Artinya bahwa ia tidak akan main-main untuk bisa "menang atasi masalah judi".

Rencana pemblokiran itu bermula dari banyaknya judi online di media sosial X, tapi benarkah solusi itu bisa dianggap efektif untuk memerangi judi online, sedangkan judi bersifat adiktif-candu bagi banyak orang. Atau sebaliknya justru akan memicu dampak berantai?.

Jika menyimak berbagai pandangan para pakar mungkin kita lebih jernih melihat permasalahan ini.

Baca juga: Hati Sang Malaikat

Apakah dengan ancaman Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) yang akan memblokir X atau Twitter jika tak mengikut aturan karena menampilkan konten-konten judi, memang benar bisa menjadi solusi efektif?.

Mourinho saat tanding Manchester Utd versus Tettenham sumber gambar independent.co.uk
Mourinho saat tanding Manchester Utd versus Tettenham sumber gambar independent.co.uk

Namun daripada menerima sanksi itu, Twitter pastilah akan memilih membatasi tagging dan pembatasan umur untuk konten judi yang dilarang di Indonesia agar tak dicekal.

Apakah kemudian dampaknya akan efektif jika Twitter benar-benar diblokir?. Bagaimanapun masyarakat akan kesulitan mengakses Twitter dari internet service provider (ISP) Indonesia. Dan  jika terpaksa pun harus mengakses menggunakan Virtual Private Network (VPN) dan proxy.

Dan ini juga membuka peluang turunnya market share yang kemungkinan malah akan diambil alih oleh pesaing seperti platform alternatif Threads akan mendapatkan limpahan user dan tambahan traffic. Artinya masalah belum menemukan jalan keluarnya.

Padahal konten judi tidak hanya di Twitter meskipun tidak terekspos secara luas dan butuh pengetahuan yang tepat untuk mengaksesnya alias tidak bebas.

Bagaimanapun dengan potensi cuan yang "legit",  apakah mungkin membuat  Twitter malah melakukan monetisasi atas penyebaran konten judi yang tidak terkendali di Twitter dengan mengkategorikan dan tagging konten agar bisa dihindari oleh minor. Inilah kebandelan yang sulit dikendalikan jika sudah menyangkut uang.

Dan, pembatasan seperti rencana pemerintah terhadap medsos X, kemungkinan tidak akan berjalan dengan baik karena kondisi masyarakatnya belum siap memberikan pendidikan etika dan moral yang baik. 

Karena pada akhirnya justru membuat pemerintah mengharapkan lingkungan media sosial Twitternya yang berubah, bukan masyarakatnya?.

Ilsutrasi anak-anak bermain game online sumber gambar visinews.net
Ilsutrasi anak-anak bermain game online sumber gambar visinews.net

Bermain Sambil Belajar, Tapi Bukan Judi Dong!

Saya teringat dulu, sewaktu gadget belum marak digunakan, ada kekuatiran ketika perdagangan "Lotere" dilakukan bahkan hingga ke tempat jajanan anak sekolah. Para pedagang kecil yang mangkal di sekitar sekolah memperjualbelikan barang dagangan berupa permainan memilih angka untuk mendapatkan hadiah tertentu.

Harganya cuma seceng alias seribuan, sehingga anak-anak bisa tergoda, apalagi yang berkeinginan untuk mendapatkan jenis hadiah tertentu. 

Bagaimanapun tidak sedikit anak-anak yang suka berpikir spekulatif. Toh cuma uang jajan seribuan, besok juga bakal ada lagi "pemasukan" dari jatah ajjan berikutnya. Bagaimanapun ini bisa menjadi bibit buruk.

Namun cikal bakal judi "offline" tersebut kemudian jauh ditinggalkan "peminatnya" dan beralih ke judi online dalam format permainan atau game-online. 

Padahal ini lebih fatal dan berbahaya. Masih ingat dengan periode masa pertumbuhan belajar anak pada usia tertentu yang akan lebih responsif jika "belajar sambil bermain". Nah ini permainannya judi!.

Ternyata justru memicu kekuatiran yang lebih besar. Terutama karena ruang privasi kini telah beralih ke dalam gadget. Di luar kendali kita, anak-anak bisa memainkan game online kapan saja. Dan rasanya kontrol kita semakin kurang dan berganti menjadi sikap permisif yang cenderung melonggar. Karena tak setiap  saat orang tua bisa "mengintip" apa yang menjadi tontonan anak di gadget-nya.

Solusi Semu atau Justru Memicu Dampak Berantai?

Terkait dengan judi online, menurut kabar meski menentukan perkiraan perputaran uang dalam judi online di Twitter secara tepat merupakan hal yang sulit, karena sifatnya yang Ilegal dan tidak tercatat secara resmi, transaksi juga tersembunyi melalui Direct Message (DM) atau karena perubahan platformnya.

Dan pemblokiran Twitter berkemungkinan besar justru mendorong perpindahan aktivitas judi online ke platform lain, sehingga data perputaran uang di Twitter mungkin tidak lagi akurat.

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mencatat 11.000 platform judi online diblokir selama 2022, dengan total nilai transaksi mencapai Rp 32 triliun. Apakah intensitasnya lantas menurun?, atau sebaliknya justru semakin melonjak. Itu juga bisa menjadi indikator---alat ukur efektifitas pemblokiran sebuah akun seperti Twitter.

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), pada tahun 2023, mencatat perputaran uang judi online di Indonesia mencapai Rp 517 triliun selama periode 2022-2023. Nah, bisa dibayangkan bagaimana "legitnya" bisnis judi yang beromset hingga ratusan triliun!.

Maraknya judi online bagaikan virus yang mewabah di media sosial, tak terkecuali Twitter. Platform yang identik dengan cuitan ini telah menjadi sarang bagi para bandar dan pemain judi online untuk bertransaksi dan menjerat mangsa.

Ini bisa menjadi sebuah bom waktu yang siap meledak dan menelan korban, terutama anak-anak dan remaja yang rentan dari godaan perjudian. Bahkan selama bulan Ramadhan lalu, intensitasnya juga tak redup, justru pengguna gadget  memiliki waktu luang yang lebih besar dan bermain di ranah "haram" tersebut.

Menurut banyak kalangan, penutupan platform Twitter, meski terkesan seperti langkah tegas Pemerintah, namun seperti  solusi panik yang hanya mengobati permukaan masalah.

Tanpa solusi yang komprehensif, judi online justru akan berkembang biak dan beralih ruang muncul di platform lain atau bahkan beralih ke ranah yang lebih gelap, seperti deep web.

Jadi  problem judi online di Twitter bukan hanya tentang iklan yang marak berseliweran. Platform ini telah menjelma menjadi ruang perjudian virtual, di mana para bandar dan pemain berinteraksi, melakukan transaksi, dan bahkan melangsungkan permainan.

Ilustrasi anak bermain gadget sumber gambar lifestyle kompas
Ilustrasi anak bermain gadget sumber gambar lifestyle kompas

Sulitnya Membuang Benalu Judi 

Memblokir akses Twitter memang dapat menekan penyebaran iklan dan aktivitas judi online di platform tersebut, namun tidak serta merta menuntaskan masalah. Bahkan langkah ini bagaikan memukul nyamuk dengan palu godam. Dampaknya bisa lebih luas dan menimbulkan konsekuensi.

Bahkan keputusan pemblokiran  platform secara keseluruhan itu bisa memicu kekhawatiran terkait pelanggaran kebebasan berekspresi dan hak pengguna.

Memerangi judi online di Twitter membutuhkan strategi yang lebih komprehensif dan terarah, melampaui sekadar penutupan platform. Diperlukan upaya kolektif dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, platform media sosial, penegak hukum, dan masyarakat sipil.

Pemerintah harus menyiapkan regulasi yang jelas dan tegas terkait judi online, termasuk di media sosial dengan melakukan penindakan tegas para pelakunya.

Layaknya benalu yang menggerogoti nilai-nilai moral dan kesehatan masyarakat. Penutupan platform, meski terkesan tegas, bukanlah solusi permanen Namun yang tak kalah penting adalah literasi digital dan edukasi masyarakat agar lebih bijak dalam beraktivitas di media sosial dan terhindar dari godaan judi online.

Hanya dengan solusi yang holistik dan berkelanjutanlah kita bisa  terbebas dari jeratan judi online dan membangun ruang digital yang lebih sehat dan aman. Namun sayangnya hal itu butuh proses panjang, apakah kita bersedia menunggu. Atau jika ingin lebih cepat Pemerintah harus ada "niat baik" dan keseriusan terlebih dulu, karena itulah yang paling sulit diimplemnetasikan.

Bisakah Dimulai Dari Sekolah?

Kasus judi online yang marak di media sosial, termasuk Twitter, bagaikan bom waktu yang mengancam generasi muda, terutama di lingkungan sekolah. Ketergantungan terhadap gadget dan kemudahan akses ke platform judi online melalui media sosial memperparah situasi ini.

Memang akan terasa sulit mengingat ketergantungan siswa terhadap gadget di semua tingkatan jenjang sekolah telah menjadi sebuah candu yang sulit dihilangkan, terutama sejak pandemi.

Padahal melalui perangkat gadget yang memiliki berbagai platform media sosial yang menampilkan berbagai iklan judi online, langsung bisa terhubung secara personal ke masing-masing gadget tanpa halangan berarti.

Memang jadi dilematis, menyadari hal ini, memang tidak mudah mencari solusinya. Di satu sisi, kita dihadapkan pada realitas ketergantungan siswa terhadap gadget, yang semakin kuat di era pandemi. Di sisi lain, literasi digital dan edukasi kritis perlu ditanamkan sejak dini untuk memerangi godaan judi online.

Penguatan literasi digital dan edukasi kritis bisa dilakukan disekolah dengan mengintegrasikan dalam kurikulum, mulai dari jenjang SD hingga SMA. Namun ini jelas tidak mudah dan sejauh ini telah berusaha diakomodir melalui pendidikan moral yang diterapkan dalam Kurikulum Merdeka melalui prakatik dalam Project P5.

Pendidikan karakter menjadi sesuatu penting, namun seperti kehilangan esensinya. Sekolah kadang-kadang terjebak dalam formalitas, "harus" memasukkan nilai-nilai sebagai bagian dari kewajiban dalam pembelajaran, namun pemahaman esensinya yang bisa diserap siswa masih minim.

Seandainya ada penelitian yang komprehensif tentang dampak Kurmer dan pendidikan karakter, mungkin akan semakin jelas apakah dalam praktiknya Kurmer bisa meng-intenalisasikan nilai-nilai karakter jika dalam praktiknya masih sebatas formalitas kurikulum?.

Namun bukan berarti Kurmernya tidak tepat, lebih sering praktiknya yang tidak tepat atau melalui pengimplementasian yang tidak serius.  

Bagaimanapun menjadi sebuah kebutuhan agar para guru dan orang tua juga perlu dibekali pelatihan untuk meningkatkan pemahaman mereka tentang bahaya judi online dan bagaimana mengedukasi anak-anak. Paling tidak untuk memperkaya materi dalam pendidikan karakter di sekolah.

Bagaimanapun jika solusinya harus sampai pada pembatasan akses judi online, lagi-lagi akan sangat bersifat kasuistis dan mungkin malah bersifat sementara. Bagaimanapun kita memiliki banyak keterbatasan soal infrastruktur pendukung solusi atas masalah judi online ini.

Satu-satunya jalan selain mengandalkan kebijakan pemblokiran situs judi oleh pemerintah, orang tua harus terlibat lebih intens mengawasi anak-anak dalam menggunakan gadget di rumah, apalagi jika sampai bisa memasang aplikasi kontrol orang tua pada gadget anak-anak mereka untuk membatasi akses ke situs judi online.

Dan benteng terakhir yang lebih ampuh, tentu saja pemerintah perlu memperketat regulasi dan penegakan hukum terhadap perjudian online, biar tak leluasa bergerak bebas, meskipun sulit diberantas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun