Mohon tunggu...
Rini Wulandari
Rini Wulandari Mohon Tunggu... Guru - belajar, mengajar, menulis

Guru SMAN 5 Banda Aceh http://gurusiswadankita.blogspot.com/ penulis buku kolaborasi 100 tahun Cut Nyak Dhien, Bunga Rampai Bencana Tsunami, Dari Serambi Mekkah Ke Serambi Kopi (3), Guru Hebat Prestasi Siswa Meningkat

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Pisau Bermata Dua, Pendidikan Antara Esensi dan Tantangan Komodifikasi

23 Juni 2024   01:52 Diperbarui: 27 Juni 2024   21:19 832
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa sekolah menambahkan sejumlah syarat dana baru bagi siswa baru dengan memasukkan beban untuk penyediaan sarana sekolah dengan alasan kelas khusus, atau demi kenyamanan belajar siswa. 

Tentu saja menjadi dilematis bagi para orang tua siswa untuk menolaknya. Mengingat kebutuhan pendidikan bagi putera-puterinya, juga faktor ketiadaan pilihan lain mengingat dalam sistem zonasi, para calon siswa yang diterima adalah yang berada dalam zona dimana siswa berdomisili.

Ini menjadi buah simalakama bagi para orang tua siswa. Tak membayar uang sekolah yang mahal akan ditolak masuk, jika harus membayar pun juga menjadi problem karena menguras kantong. 

Apalagi bagi kalangan kelas menengah bawah meski terpaksa, mau tak mau harus membayar berapapun dana yang disyaratkan oleh pihak sekolah yang berada dalam wilayah zonasinya. Mungkin dengan sedikit kelonggaran dapat dicicil dalam beberapa tahap.

suasana penerimaan siswa baru-PPDB disebuah sekolah sumber gambar kompas.id
suasana penerimaan siswa baru-PPDB disebuah sekolah sumber gambar kompas.id

Pendidikan, Pisau Bermata Dua

Kebutuhan orang untuk bersekolah semakin penting, terutama karena di zaman kekinian formalitas ruang kerja yang tersedia mensyaratkan lulusan sekolah yang dibuktikan dengan keberadaan surat formal (ijazah). Sehingga pendidikan menjadi seperti pisau bermata dua. Di satu sisi, pendidikan menjadi kunci utama untuk membuka gerbang kemajuan dan kesuksesan. Di sisi lain, pendidikan tak luput dari jerat komodifikasi, di mana sekolah dan institusi pendidikan berubah menjadi bernilai finansial.

Dalam beberapa kasus yang terbongkar di media, fenomena ini terlihat jelas dalam bentuk seperti praktik pungutan liar (pungli) di sekolah, hingga sistem penerimaan siswa yang diskriminatif. 

Hal ini tak hanya mencederai esensi pendidikan, tetapi juga menghambat akses pendidikan bagi masyarakat kurang mampu.

Akar masalah yang mendorong lahirnya komersialisasi pendidikan dan sekolah selalu dikaitkan dengan persoalan minimnya dana pendidikan yang dimiliki oleh pihak sekolah.

Dukungan dana pendidikan dari Pemerintah yang minim memaksa sekolah untuk mencari sumber pendanaan alternatif, sehingga mendorong praktik pungli dan komersialisasi Sekolah.

Sistem PPDB pun juga menjadi pemicu yang menuai masalah dikaitkan dengan komersialisasi sekolah. Sistem penerimaan siswa yang tidak adil dan transparan, seperti sistem zonasi yang kaku dan penerimaan berdasarkan kemampuan finansial, memperkuat kesenjangan akses pendidikan dan membuka celah komersialisasi sekolah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun