Melalui pengalaman panjang para ibu, rumah dengan "ibu" sebagai "guru", adalah sekolah pertama bagi para anak-anak. Bagaimana mereka belajar secara bijak menggunakan energi yang tersedia di alam, serta berbagai kearifan lokal termasuk pentingnya memanfaatkan dan mengelola energi yang ramah lingkungan.Â
Bahkan orang tua saya sejak kecil telah mengenalkan saya dengan "kulkas alam", lemari berbahan baku bambu dari kebun, kain goni dan air menjadikan sayur-sayuran yang kami panen dari kebun di halaman rumah bisa bertahan berhari-hari tanpa menggunakan listrik sama sekali. Teknologi tradisional yang menakjubkan!.
Saya belajar banyak dari kearifan lokal tersebut, terutama belajar menghargai dan menghemat energi. Terbukti hingga saat ini, saya berusaha menerapkan gaya hidup hijau di rumah. Membangun rumah dengan sistem sirkulasi udara yang baik, pencahayaan alami yang bisa meminimalisir penggunaan listrik.Â
Jika dari setiap rumah bisa menjalankan perilaku hidup hijau tersebut, saya yakin ibarat potongan puzzle, bisa membangun pola pikir progresif---pelan namun pasti dapat mendukung transisi energi adil berkelanjutan dalam masyarakat.Â
Peran Perempuan yang Terpinggirkan
Selama ini kita menganggap bahwa peran besar dalam transisi energi digerakkan oleh para laki-laki, terutama karena kerja-kerja dalam transisi energi dianggap sebagai "wilayah maskulin", sedangkan stereotip pemikiran kita masih menganggap perempuan tidak pada tempatnya berada di ranah tersebut.
Namun kita sering dikejutkan dengan temuan fakta bahwa banyak perempuan berperan aktif di barisan depan sebagai pioner transisi energi terbarukan. Sehingga asumsi bahwa perempuan hanya sebagai pengguna energi dengan ketergantungan penuh pada energi fosil atau energi lokal yang tidak ramah lingkungan tidak seluruhnya benar.
Tidak cukup hanya berhenti disana, mestinya harus semakin banyak perempuan yang memiliki akses memanfaatkan EBT, dengan memberi bekal pengetahuan bagaimana cara mengakses energi bersih dan terbarukan, serta menggunakan EBT yang berkeadilan, mudah, aman, dan mendukung kelestarian lingkungan.
Ini juga akan menjadi bagian dari upaya kita mengurangi risiko energi lokal terhadap kelompok rentan yaitu para perempuan, anak-anak, lansia, masyarakat dengan kondisi sosial ekonomi yang tidak memadai dan para difabel yang selama ini memanfaatkan energi lokal sebagai pendukung operasional rumah tangganya.
Agar semakin banyak yang bisa mengakses energi bersih, mengurangi ketergantungan mereka pada energi fosil atau penggunaan kayu bakar yang menyumbang emisi karbon dan turunnya kualitas kesehatan.
Peran Perempuan di Sekolah dan Masyarakat
Sebagai rumah kedua, sekolah adalah ruang belajar yang menyatukan banyak kelompok sosial dalam sebuah komunitas. Kini ketika trend transisi energi tengah berjalan menuju era keberlanjutan sebagai tujuan bersama, peran sekolah dan guru dalam mengajarkan pemanfaatan EBT serta praktik keberlanjutan menjadi semakin penting.
Program sekolah Adiwiyata adalah contoh nyata pembelajaran tentang lingkungan yang selama ini telah dijalankan disekolah, termasuk didalamnya pengenalan budidaya tanaman obat dan jamu tradisional sebagai bagian dari implementasi prinsip-prinsip keberlanjutan.Â