Mohon tunggu...
Rini Wulandari
Rini Wulandari Mohon Tunggu... Guru - belajar, mengajar, menulis

Guru SMAN 5 Banda Aceh http://gurusiswadankita.blogspot.com/ penulis buku kolaborasi 100 tahun Cut Nyak Dhien, Bunga Rampai Bencana Tsunami, Dari Serambi Mekkah Ke Serambi Kopi (3), Guru Hebat Prestasi Siswa Meningkat

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Sandal Jepit Gandhi dan Peran Perempuan dalam Pembangunan Energi Berkelanjutan

20 Juni 2024   17:38 Diperbarui: 20 Juni 2024   17:40 687
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
para perempuan pilar transisi energi yang terlupakan sumber gambar koaksiindonesia.com

Suatu hari Mahatma Gandhi yang sibuk benar-benar terlambat naik kereta. Dia berlari menyusuri rel saat kereta mulai meninggalkan stasiun dan berusaha melompat ke bagian kelas tiga yang biasa dia naiki. Orang-orang lantas berusaha membantunya naik, tetapi saat mereka melakukannya, salah satu sandal Gandhi terlepas. Semua orang yang menyaksikan kecewa atas kejadian tersebut.

Sebelum ada yang bereaksi, Gandhi cepat-cepat meraih sandal yang tersisa di kaki, dan melemparkannya keluar pintu kereta ke rel. Orang-orang yang penasaran bertanya, "Mahatma, mengapa kamu membuang sandalmu yang lain ke luar sana?" Gandhi justru bingung sekaligus geli dengan pertanyaan itu dan menjawab, "Saya melempar sandal yang lain, karena sepasang sandal akan lebih berguna, bagi siapa pun yang menemukannya". 

Apa hubungannya cerita sandal Gandhi dan peran perempuan dalam transisi energi adil?.

Ibarat sepasang sandal, kiri dan kanan, peran laki-laki dan perempuan dalam berbagai masalah lingkungan, termasuk proses transisi energi mestinya juga saling melengkapi sekalipun keduanya memiliki perbedaan, fisik, psikologis, sosial, maupun emosional.

Sepasang sandal (ibarat pasangan perempuan dan laki-laki), bisa menemani langkah kaki kita menjadi lebih dinamis, tidak pincang atau berat sebelah. Dibandingkan jika masing-masing berjalan secara sendiri-sendiri. Begitu juga mestinya saat  kita menginisiasi gagasan transisi energi menggunakan energi baru terbarukan (EBT) yang membutuhkan keseimbangan peran tersebut.

Namun dalam budaya patriarki yang mengakar kuat di seluruh bagian dunia menyebabkan ketimpangan itu muncul. Kondisi ini diperparah dengan stereotip yang mengganggap peran dan fungsi para perempuan sebagai pekerja rumah tangga---"penguasa" wilayah domestik tidak dianggap sebagai sebuah kontribusi penting.

Inilah mengapa dibanyak belahan dunia, peran perempuan masih terpinggirkan. Padahal jauh dipelosok negeri, dibelahan dunia yang ekstrim sekalipun tak sedikit para perempuan bukan hanya sebagai pengguna energi tapi juga para sosok inspiratif yang berdedikasi menggerakkan perubahan dan terlibat aktif dalam transisi energi menggunakan energi baru terbarukan (EBT).

Perempuan Peru di sekolah E-Mujer belajar tentang sonar panel sumber gambar UNDP climate exposure.co
Perempuan Peru di sekolah E-Mujer belajar tentang sonar panel sumber gambar UNDP climate exposure.co

infografis rini wulandari-keterlibatan perempuan dalam EBT di Peru
infografis rini wulandari-keterlibatan perempuan dalam EBT di Peru

Tentu saja peran mereka bukan sekedar untuk mendapatkan pengakuan, eksistensi atas keterlibatan mereka dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam lokal yang akrab dengan keseharian wilayah domestiknya.

Peran besar tersebut adalah sesuatu yang sangat alami dan telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kemampuan perempuan mengelola energi lokal yang menjadi bagian dari perannya sebagai---perempuan sejati.

Peran Tradisi dan Kearifan Lokal Sebagai Pembelajar Alami Para Ibu

Peran perempuan sebenarnya sejak lama telah menjadi bagian dari pelaksanaan sebuah strategi dalam transisi energi. Meskipun realitasnya, peran perempuan secara formalitas sering diabaikan. Tapi buktinya mereka kini justru semakin banyak menjadi pioner dalam aksi dalam transisi Energi Baru Terbarukan (EBT).

Melalui pengalaman panjang para ibu, rumah dengan "ibu" sebagai "guru", adalah sekolah pertama bagi para anak-anak. Bagaimana mereka belajar secara bijak menggunakan energi yang tersedia di alam, serta berbagai kearifan lokal termasuk pentingnya memanfaatkan dan mengelola energi yang ramah lingkungan. 

Bahkan orang tua saya sejak kecil telah mengenalkan saya dengan "kulkas alam", lemari berbahan baku bambu dari kebun, kain goni dan air menjadikan sayur-sayuran yang kami panen dari kebun di halaman rumah bisa bertahan berhari-hari tanpa menggunakan listrik sama sekali. Teknologi tradisional yang menakjubkan!.

Saya belajar banyak dari kearifan lokal tersebut, terutama belajar menghargai dan menghemat energi. Terbukti hingga saat ini, saya berusaha menerapkan gaya hidup hijau di rumah. Membangun rumah dengan sistem sirkulasi udara yang baik, pencahayaan alami yang bisa meminimalisir penggunaan listrik. 

Jika dari setiap rumah bisa menjalankan perilaku hidup hijau tersebut, saya yakin ibarat potongan puzzle, bisa membangun pola pikir progresif---pelan namun pasti dapat mendukung transisi energi adil berkelanjutan dalam masyarakat. 

Perempuan pejuanga lingkungan sumber gambar oxfam in indonesia oxfam america
Perempuan pejuanga lingkungan sumber gambar oxfam in indonesia oxfam america

perempuan pengelola solar panel di project Abs, Hajjah Enhanced Rural Resilience in Yemen (ERRY) sumber gambar UNDP.org
perempuan pengelola solar panel di project Abs, Hajjah Enhanced Rural Resilience in Yemen (ERRY) sumber gambar UNDP.org

Peran Perempuan yang Terpinggirkan

Selama ini kita menganggap bahwa peran besar dalam transisi energi digerakkan oleh para laki-laki, terutama karena kerja-kerja dalam transisi energi dianggap sebagai "wilayah maskulin", sedangkan stereotip pemikiran kita masih menganggap perempuan tidak pada tempatnya berada di ranah tersebut.

Namun kita sering dikejutkan dengan temuan fakta bahwa banyak perempuan berperan aktif di barisan depan sebagai pioner transisi energi terbarukan. Sehingga asumsi bahwa perempuan hanya sebagai pengguna energi dengan ketergantungan penuh pada energi fosil atau energi lokal yang tidak ramah lingkungan tidak seluruhnya benar.

Tidak cukup hanya berhenti disana, mestinya harus semakin banyak perempuan yang memiliki akses memanfaatkan EBT, dengan memberi bekal pengetahuan bagaimana cara mengakses energi bersih dan terbarukan, serta menggunakan EBT yang berkeadilan, mudah, aman, dan mendukung kelestarian lingkungan.

Ini juga akan menjadi bagian dari upaya kita mengurangi risiko energi lokal terhadap kelompok rentan yaitu para perempuan, anak-anak, lansia, masyarakat dengan kondisi sosial ekonomi yang tidak memadai dan para difabel yang selama ini memanfaatkan energi lokal sebagai pendukung operasional rumah tangganya.

Agar semakin banyak yang bisa mengakses energi bersih, mengurangi ketergantungan mereka pada energi fosil atau penggunaan kayu bakar yang menyumbang emisi karbon dan turunnya kualitas kesehatan.

Infografis Rini Wulandari pemanfaatan surya untuk rumah tangga dan ekonomi
Infografis Rini Wulandari pemanfaatan surya untuk rumah tangga dan ekonomi

Peran Perempuan di Sekolah dan Masyarakat

Sebagai rumah kedua, sekolah adalah ruang belajar yang menyatukan banyak kelompok sosial dalam sebuah komunitas. Kini ketika trend transisi energi tengah berjalan menuju era keberlanjutan sebagai tujuan bersama, peran sekolah dan guru dalam mengajarkan pemanfaatan EBT serta praktik keberlanjutan menjadi semakin penting.

Program sekolah Adiwiyata adalah contoh nyata pembelajaran tentang lingkungan yang selama ini telah dijalankan disekolah, termasuk didalamnya pengenalan budidaya tanaman obat dan jamu tradisional sebagai bagian dari implementasi prinsip-prinsip keberlanjutan. 

Bahkan dalam pelaksanaan Kurikulum Merdeka melalui pembelajaran terdiferensiasi pendekatan Program Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5), termutakhir sekolah mengambil tema tentang pemanfaatan tanaman tradisional sebagai peluang kuliner yang kini telah menjadi trend baru. 

Infografis Rini Wulandari-Program kurmer jamu dan potensi jamu di indonesia
Infografis Rini Wulandari-Program kurmer jamu dan potensi jamu di indonesia

Apalagi rantai pasok (supply chain) jamu, ternyata menumbuhkan peluang baru peluang karir Green Job-Karir Hijau. Sehingga bisa menjadi pembelajaran dan peluang penting bagi para siswa yang selama ini telah mempelajari aktifitas berkaitan dengan lingkungan.

Praktik baik lainnya, seperti membuat kompos, pestisida organik yang diperoleh dari pengolahan limbah kayu yang diproses destilasi menjadi cairan pestisida ramah lingkungan seperti yang pernah kami pelajari bersama siswa bekerjasama dengan pusat pengolahan sampah Dinas Lingkungan Hidup Kebersihan dan Keindahan Kota (DLHK3) di Tempat Pembuatan Akhir di Gampong Jawa Banda Aceh.

Melalui penelitian bersama tersebut, para siswa bisa mengembangkan keahlian mereka kelak dalam karir Green Job, dalam kajian energi terbarukan, dan pengembangan teknologi ramah lingkungan.

salah seorang siswa meneliti pipa biogas di TPA Gampong Jawa-foto Rini Wulandari
salah seorang siswa meneliti pipa biogas di TPA Gampong Jawa-foto Rini Wulandari
siswa sedang meneliti penggunaan alat komposter foto-Rini wulandari
siswa sedang meneliti penggunaan alat komposter foto-Rini wulandari

Sebagai bentuk praktik baik, saya juga mengembangkan "Kebun Ikhlas", sebuah cara sederhana berbagi pembelajaran kepedulian lingkungan dengan berbagi tanaman siap tanam melalui Program Dasawisma Gampong. Partisipasi aktif ini membuktikan bahwa perempuan memiliki peran strategis dalam membentuk pola pikir masyarakat menuju gaya hidup yang lebih hijau dalam ke-profesian dan komunitas mereka. 

Lingkungan yang positif tersebut tentu menjadi ruang pembelajaran yang secara alami dapat mempengaruhi perubahan pola pikir anak-anak mereka untuk lebih menghargai lingkungan sekitarnya.

Infografis rini wulandari- proyek kebun ikhlas cara berbagi kepedulian lingkungan
Infografis rini wulandari- proyek kebun ikhlas cara berbagi kepedulian lingkungan

dukungan petugas kebersihan sumber foto Rini Wulandari
dukungan petugas kebersihan sumber foto Rini Wulandari

Bibit gratis untuk dibagikan melalui dasawisma gampong sumber foto Rini wulandari
Bibit gratis untuk dibagikan melalui dasawisma gampong sumber foto Rini wulandari

Peran Perempuan untuk energi berkelanjutan

Di beberapa daerah di Sumatera, sejak 2009 telah diimplementasi program Biogas Rumah (BIRU), program pemanfaatan biogas sebagai sumber energi memasak dan ampas biogas (bio-slurry) dan sebagai pupuk alami. 

Program ini bahkan menjamin keterlibatan perempuan dalam proses pengambilan keputusan dengan memastikan bahwa kesepakatan pembangunan reaktor biogas rumah ditandatangani oleh kedua pasangan. 

Program ini juga memberikan akses yang sama bagi perempuan dan laki-laki untuk mengikuti pelatihan konstruksi serta penggunaan dan pemeliharaan bio-slurry.

Dan sebagai bentuk dukungannya dalam penguatan peran perempuan dalam transisi energi adil diseluruh dunia, Oxfam, organisasi nirlaba internasional, berkomitmen kuat bekerja sama dengan komunitas lokal untuk memperkuat kapasitas perempuan dalam mengelola energi dan meningkatkan akses mereka terhadap energi bersih.

Di Indonesia, Oxfam fokus pada pemberdayaan perempuan di pedesaan dan daerah terpencil. Mereka membantu perempuan dalam membangun sistem energi terbarukan, seperti biogas dan panel surya. Selain itu, Oxfam juga memberikan edukasi dan pelatihan tentang pengelolaan energi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.

Melalui proyek Pemberdayaan Perempuan Melalui Transisi Energi Berkelanjutan di Pedesaan Nusa Tenggara Timur, dengan membangun sistem biodigester untuk menghasilkan biogas dari kotoran ternak sebagai bahan bakar untuk memasak, sehingga mengurangi ketergantungan pada kayu bakar dan emisi gas rumah kaca.

Infografis rini wulandari-perempuan pengguna energi panas bumi untuk rumah tangga dan ekonomi
Infografis rini wulandari-perempuan pengguna energi panas bumi untuk rumah tangga dan ekonomi

Perempuan memiliki peran kunci dalam menjembatani tradisi dan teknologi dalam transisi energi lokal di berbagai komunitas lokal, perempuan seringkali menjadi pengelola sumber daya alam dan pengambil keputusan terkait energi. 

Menjalankan strategi untuk memastikan akses energi dan teknologi dengan mempertimbangkan kebutuhan dan preferensi perempuan, khususnya di rumah tangga rentan, sebagai alat untuk menghemat waktu perempuan dan menghilangkan kebutuhan akan pekerjaan tambahan. 

Oxfam mempromosikan inklusi perempuan dalam tata kelola energi, memandu 'demokrasi energi' yang mencakup kendali masyarakat atas pengelolaan dan konsumsi energi. 

Hal ini dapat membuka peluang bagi perempuan dalam kepemimpinan dan pekerjaan, sekaligus menjadikan energi lebih murah, lebih tersedia, berkelanjutan, dan selaras dengan kebutuhan lokal.

Dengan mendorong partisipasi perempuan dalam EBT, kita tidak hanya mempercepat transisi energi, tetapi juga memastikan bahwa perubahan ini adil dan inklusif bagi semua. Bahwa peran perempuan dalam transisi energi adil yang terbarukan sangat krusial. 

referensi: 1,2,3,4,5,6,7

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun