Kali ini, lima siswa mewakili SMAN 5 Banda Aceh yang saya pilih untuk mengikuti Pelatihan Jurnalistik Dasar Program FJPI-Forum Jurnalis Perempuan Indonesia-Aceh Goes to School dengan tema "Meningkatkan Literasi Digital bagi Jurnalis Sekolah", atas undangan sekolah mitra dari SMAN 1 Banda Aceh, benar-benar dadakan.
Kesempatan untuk meminta informasi kepada teman guru lain sudah tak mungkin dilakukan, karena waktu pendaftaran ternyata mepet, karena kesalahan teknis membaca undangan.
Meskipun panitia mensyaratkan pengurus OSIS divisi komunikasi, tapi karena sekolah sebenarnya juga sedang sibuk menggelar POSKA---kegiatan olahraga internal sekolah, usai ujian, jadi pengurus OSIS pun juga sibuk jadi panitia kegiatan, sehingga saya harus mencari peserta cadangannya.
Beberapa siswa menolak karena ternyata peserta lomba POSKA dan tak bisa diganti siswa lain, sedangkan lainnya menolak dengan alasan tak berbakat menulis, bahkan tak suka menulis.
Saya harus meyakinkan mereka bahwa ini cuma latihan dasar jurnalistik, tak harus bisa menulis berat seperti berita di koran atau opini di media. Akhirnya terpilih juga lima siswa perwakilan sekolah.Â
Untung masih cukup waktu, kami masih sempat datang lebih awal ke lokasi acara, sehingga siswa punya waktu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan dan peserta lainnya sebelum acara dimulai.Â
Membiasakan diri disiplin mengikuti kegiatan tepat waktu, menjadi cara kita para guru membiasakan siswa beradaptasi dengan lingkungan jika mengikuti kegiatan. Tidak panik dan terburu-buru karena terlambat, apalagi masuk ke dalam ruangan saat acara sudah dimulai. Tak sedikit siswa kita di sekolah merasa sungkan terlibat dalam sebuah acara dalam situasi dan kondisi seperti itu.
Siswa juga bisa memilih sendiri tempat yang nyaman selama mengikuti kegiatan dan dapat mempelajari susunan acara atau jadwalnya. Bahkan sekedar bisa mengetahui dimana toilet saja bisa menjadi informasi penting saat berada di lingkungan baru atau sekolah lain.
Karya Jurnaslitiknya Ternyata Juga Dilombakan
Setelah pembukaan, saya sebagai guru pendamping ternyata diharuskan berada di luar ruangan, agar siswa bisa fokus mengikuti pelatihan.
Usai berbincang dengan rekan guru lain, saat break istirahat siang, saya menyempatkan menuliskan ulasan kegiatan jurnalistik tersebut untuk kompasiana sambil makan siang di kantin sekolah. Dan sepanjang "penantian"itu saya penasaran, apakah pencarian bakat dadakan itu bisa berhasil. Paling tidak mereka tahu bagaimana menulis sebuah karangan, bukan opini atau artikel.
Akhirnya saat jeda, sempat juga bertemu mereka. "Bagaimana, seru pelatihannya?" saya penasaran karena sebelumnya mereka menolak ikut, tapi kok mereka terlihat gembira.  "Ternyata seru,Bu!"ujar Navid Geunta Maulana yang awalnya menolak ikut padahal ibunya seorang editor penerbit mayor di Bandung.
"Kami membuat reportase kegiatan disekolah, jadi saya tulis saja tentang POSKA" ujar Naura Amalia. Â Begitu juga dengan Nadiatul Husni, Ziaul Fata dan Shofia Menzilia---meski bukan penulis mereka ternyata aktif di eskul sekolah, jadi tak sulit bersosialisasi dan membuat laporan.
"Tulisan kami dilombakan, dan dikumpulkan online"lanjut Nadia. "Kebetulan jadi punya waktu buat artikel yang bagus, Â jangan kalah dari sekolah lain"Â ujar saya. "Siap, Bu!"Â
Begitulah, Â ternyata para siswa yang awalnya enggan ikut pelatihan, sekarang justru merasa tertantang untuk menulis. Ternyata hanya butuh sedikit "paksaan"dan memberi mereka kesempatan untuk memulainya, agar mereka membuka kunci bakat dan minat tersembunyinya.Â
Pada dasarnya, banyak siswa kita di sekolah yang memiliki minat dan bakat tersembunyi. Selama kita bisa memancingnya keluar, bakat-bakat itu bisa muncul ke permukaan, meskipun memancingnya butuh proses dan sedikit kerja keras.Â
Ternyata kegiatan eksternal melalui kemitraan antarsekolah bisa menjadi pancingan yang menarik. Selain mereka bisa bersosialisasi dengan siswa sebaya sekolah lain, ternyata bisa menantang mereka untuk tak mudah kalah bersaing. Mau tak mau mereka berjuang mengeluarkan semua kemampuannya.
Terbersit rasa bahagia, karena bisa memancing 5 siswa baru yang mau menulis, berikutnya tinggal saya pancing bergabung di kelas jurnalistik sekolah-Litera5 ;),
Pahami Kerja Jurnalis dan Antisipasi Hoaks
Materi yang disajikan panitia terbilang menarik, selain memberikan kebebasan para siswa mengekspresikan gagasan mereka melalui karya tulis yang dilombakan, mereka juga dilatih pentingnya memahami sisi lain dunia literasi digital. Ditambah selingan pembelajaran tentang saham, karena sponsor kegiatan dari Bursa Efek Jakarta (BEJ) yang sedang mensosialisakan informasi tentang saham..
Memahami seluk beluk saham serta berbagai manfaat serta risikonya. Banyak hal positif yang bisa menjadi pilihan kita berinvestasi seperti halnya saham tersebut. Hanya saja butuh pengetahuan yang cukup agar hasilnya baik.
Beruntung selama pelatihan lebih banyak praktek daripada teori,anak-anak tak bosan dan bisa langsung menunjukkan kemampuan meraka.Â
Terutama tentang dasar jurnalistik, memahami tentang kebebasan pers yang terfokus, penulisan berita, pemilihan sumber berita dan pemilahan berita mana yang layak dijadikan rujukan. Termasuk kecermatan untuk memahami masalah yang akan diekspose, tata cara pengambilan bahan dan sumber berita termasuk foto.
Dalam dunia literasi digital yang pengambilan sumber beritanya semakin mudah, juga harus disertai kehati-hatian yang tinggi, terutama untuk belajar mendeteksi sumber berita yang mungkin merupakan hoaks.
Sehingga ketidakhati-hatian yang hanya didasarkan pada sumber yang menarik dan mungkin urgen namun ternyata sumbernya tidak valid, bisa berbahaya. Menjadi penyebaran berita bohong atau hoaks dan kita menjadi bagian dari kejahatan tersebut.
Pelatihan juga mengenalkan pemanfaatan media literasi digital sebagai sarana belajar menulis, memahami jurnalistik, melakukan penyebaran informasi yang bermanfaat tentang kegiatan sekolah, seperti Project P5 Kurmer, perkembangan sekolah, perkembangan materi pelajaran yang positif dalam Kurmer.Â
Kemampuan berliterasi digital juga bermanfaat memberi kemudahan bagi para siswa yang berminat menjadi penulis untuk berkreatifitas tanpa batas dengan pemanfaatan berbagai platform atau aplikasi pendukung kegiatan siswa ber-jurnalistik.
Namun semuanya hanya untuk mendukung dan mempermudah kita bekerja, tidak boleh tergantung sepenuhnya, seperti kehadiran Artifisial Intelegence atau AI saat ini yang semakin memanjakan kita. Intinya bahwa belajar jurnalistik dalam era digital yang seru dan mudah juga harus diikuti dengan kehati-hatian.
Mengutip Aturan ke-10  dari  buku 10 Elemen Jurnalisme menurut Bill Kovach dan Tom Rosenstiel, seiring dengan berkembangnya Jurnalisme Warga atau Citizen Jurnalism meskipun diberi kebebasan yang luas atas karya kita sendiri, tetap  harus beranggungjawab penuh atas karya itu!.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI