Saat ingin istirahat, di saat yang sama si bayi harus dirawat, dan membutuhkan perhatian ekstra. Padahal lelah sehabis melahirkan masih begitu menyita staminanya.
Akibatnya timbul kelelahan fisik setelah melahirkan, kurang tidur, stres dengan pengalaman baru merawat bayi yang tak kenal waktu. Dan ini menjadi bentuk perubahan peran dan tanggung jawab yang mungkin tak sepenuhnya siap ditanggungnya karena sangat mendadak. Apalagi jika kurangnya dukungan sang suami yang tak peduli dengan situasi dan kondisi transisi tersebut.
Maka peran penting suami apalagi yang menyatakan diri sebagai "Suami Siaga"-Siap antar dan jaga, tak hanya dukungan emosional, tapi juga fisik, dan psikologis bisa sangat membantu membuat perbedaan besar dalam proses pemulihan sang istri.Â
Apa yang Harus Kita Lakukan Agar Lebih Siaga hadapi Baby Blues?
Saya secara pribadi saya juga berusaha untuk siap saat memutuskan hendak memiliki putera pertama. Namun ketakutan-ketakutan yang umum saat berinteraksi dengan bayi juga menjadi pengalaman yang harus dihadapi. Tentang baby blues, memang sudah diketahui sejak awal, meskipun menurut pengalaman orang tua dalam praktiknya memang tidak akan mudah.
Terutama dengan perubahan kondisi fisik dan kebiasaan baru yang akan dihadapi pasangan saat baru memiliki bayinya paska melahirkan. Sehingga penyesuaian pasti harus dilakukan, tidak saja bagi sang ibu tapi juga bagi sang suami sebagai pendampingnya yang setia dan siaga.
Sehingga penting untuk melakukan komunikasi secara terbuka, sebagai kunci dalam setiap hubungan, terutama saat menghadapi masa-masa sulit seperti baby blues. Karena keterbukaan menghadapi masalah bisa menjadi jalan cepat atasi masalah.
Bayangkan jika sang istri hanya uring-uringan tapi tidak menjelaskan keinginannya agar suaminya juga terlibat merawat bayinya saat sang bayi membutuhkan perawatan apalagi di malam hari.
Meskipun bagi sang suami ini tentu tidak mudah, bangun mendadak saat malam hari, membersihkan si bayi jika diperlukan dan memberinya perhatian hingga tenang kembali. Tentu ini penting apalagi saat kondisi istri baru istirahat paska melahirkan. Agar istri bisa mendapatkan waktu istirahat yang cukup.
Ini menjadi bentuk berbagi tanggung jawab, karena merawat bayi yang baru lahir adalah tugas yang menantang dan melelahkan. Dukungan lain sambil menikmati kebahagiaan menimang sang bayi, tentu saja juga berbagi tanggungjawab dengan membantu atasi masalah pekerjaan rumah tangga agar beban yang dirasakan sang istri berkurang. Menjaga rumah tetap bersih atau mengurus hal-hal kecil lainnya bisa memberikan waktu tambahan bagi istri untuk beristirahat dan merawat diri.
Secara tidak langsung bentuk dukungan ini bisa menghindari tekanan bagi seorang istri. Bayangkan jika seorang suami cuek, terlalu banyak menuntut untuk melakukan segala sesuatu dengan baik seperti situasi normal, padahal disaat yang sama tekanan  merawat bayi juga tidak mudah
Bentuk dukungan yang tak kalah penting tentu saja memantau kesehatan mental sang istri, apalagi jika ada tanda-tanda depresi postpartum yang serius. Jika gejala baby blues tidak membaik setelah sekian lama, tentu inisiatif membawanya konsul dengan dokter akan sangat diperlukan agar tak semakin menganggu kesatabilan mental istri.
Bahwa menjadi "suami siaga" mestinya bukan hanya slogan kampanye atau bentuk pencitraan sang suami saja ;), namun harus ada pembuktian. Dan ini tidak akan mudah. Bahwa setiap ibu memiliki pengalaman yang unik, dan waktu yang dibutuhkan untuk pulih dari baby blues juga berbeda-beda.Â