Suami Siaga-Suami Siap Antar Jaga", yang dipilih untuk kampanye Keluarga Berencana, agar para suami bersiap sedia membantu sang istri saat hendak melahirkan dan paska melahirkan,
Bagi mereka yang melewati tahun 90-an, tentu masih ingat dengan sebuah iklan pariwara jadul-jaman dulu tentang "Ternyata memang tak sedikit pasangan yang tak siap menghadapi tantangan emosional paska kelahiran. Padahal berbagai persiapan telah dilakukan menunggu momen kebahagiaan tersebut. Ketidaksiapan tersebut ibarat seorang pelatih renang yang pandai berteori, ternyata tak bisa berenang dan tenggelam.
Apalagi jika sang istri mulai menunjukkan tanda-tanda sering merasa sedih, menangis tanpa alasan, dan merasa cemas tentang kemampuan merawat bayi, barulah sang suami menyadari bahwa "memiliki anak" ternyata tak sesederhana yang mereka bayangkan.
Tentu saja pengalaman seperti itu bisa membuat pasangan yang baru memiliki bayi merasa bingung, mengapa setelah mendapatkan bayi impiannya, sang istri justru bersikap "aneh". Â
Namun, dengan kesadarannya sendiri sebagai seorang suami, sejatinya ia bisa mendukung istrinya dengan memberi perhatian lebih intens untuk mengurus bayi mereka. Dukungan dan bantuan orang tua dan teman-teman yang sudah berpengalaman bisa menjadi solusi terbaik memahami fenomena yang dikenal sebagai "baby blues".Â
Dan sebagai seorang "suami siaga",-siap antar dan jaga, dengan mendampingi, mendengarkan keluhan sang istri, dan memberikan dukungan emosional, dengan ikut berbagi tanggung jawab dalam merawat bayi akan menjadi sebuah solusi yang tepat.Â
Apalagi dengan meluangkan waktu ekstra membantu dengan pekerjaan rumah tangga, memastikan rumah tetap bersih, dan mendorong istri untuk mengambil waktu luang untuk dirinya sendiri.Â
Cara ini bisa memberikan kesempatan bagi istri untuk merilekskan pikiran dan merasa lebih baik melewati masa sulit tersebut dan, inilah pelajaran pertama sebagai suami yang harus menjadi perhatian para pasangan baru. Bahwa mengurus bayi ternyata juga tidak gampang, pasangan harus kompak dan saling mendukung..
Menjadi Suami Siaga
Fenomena baby blues memang tak sering dibicarakan secara umum. Mungkin karena pemahaman orang tentang baby blues bercampur antara-bagian dari sebuah konsekuensi menjadi seorang ibu baru, dengan pengalaman yang minim.Â
Sekalipun kita telah mempersiapkannya jauh-jauh hari dengan banyak mendengar dari pengalaman orang lain atau membaca literasi, tapi praktiknya ternyata bisa berbeda.Â
Baby blues menjadi salah satu tantangan yang sering kali dihadapi oleh ibu baru paska melahirkan. Walau tidak semua ibu mengalaminya, baby blues adalah kondisi yang tidak bisa dianggap sepele karena dampaknya juga sangat berpengaruh pada kesejahteraan ibu. Sehingga dukungan suami untuk memahami, berperan aktif saat istri mengalami baby blues menjadi teramat penting.
Penting bagi para suami untuk memahami fenomena Baby Blues, Â yang kondisinya biasanya muncul beberapa hari hingga dua minggu setelah persalinan. Ibu yang mengalami baby blues cenderung merasa lebih emosional, sensitif, mudah sedih, marah, hingga menangis tanpa alasan yang jelas. Gejala-gejala ini disebabkan oleh perubahan hormonal drastis yang terjadi setelah melahirkan, kelelahan, kurang tidur, serta tekanan dalam merawat bayi yang baru lahir.
Bagaimanapun setelah perjuangan panjang seorang istri merawat bayi dalam kandungan, ditambah saat melahirkan, seringkali menjadi sebuah kejutan baru.Â
Saat ingin istirahat, di saat yang sama si bayi harus dirawat, dan membutuhkan perhatian ekstra. Padahal lelah sehabis melahirkan masih begitu menyita staminanya.
Akibatnya timbul kelelahan fisik setelah melahirkan, kurang tidur, stres dengan pengalaman baru merawat bayi yang tak kenal waktu. Dan ini menjadi bentuk perubahan peran dan tanggung jawab yang mungkin tak sepenuhnya siap ditanggungnya karena sangat mendadak. Apalagi jika kurangnya dukungan sang suami yang tak peduli dengan situasi dan kondisi transisi tersebut.
Maka peran penting suami apalagi yang menyatakan diri sebagai "Suami Siaga"-Siap antar dan jaga, tak hanya dukungan emosional, tapi juga fisik, dan psikologis bisa sangat membantu membuat perbedaan besar dalam proses pemulihan sang istri.Â
Apa yang Harus Kita Lakukan Agar Lebih Siaga hadapi Baby Blues?
Saya secara pribadi saya juga berusaha untuk siap saat memutuskan hendak memiliki putera pertama. Namun ketakutan-ketakutan yang umum saat berinteraksi dengan bayi juga menjadi pengalaman yang harus dihadapi. Tentang baby blues, memang sudah diketahui sejak awal, meskipun menurut pengalaman orang tua dalam praktiknya memang tidak akan mudah.
Terutama dengan perubahan kondisi fisik dan kebiasaan baru yang akan dihadapi pasangan saat baru memiliki bayinya paska melahirkan. Sehingga penyesuaian pasti harus dilakukan, tidak saja bagi sang ibu tapi juga bagi sang suami sebagai pendampingnya yang setia dan siaga.
Sehingga penting untuk melakukan komunikasi secara terbuka, sebagai kunci dalam setiap hubungan, terutama saat menghadapi masa-masa sulit seperti baby blues. Karena keterbukaan menghadapi masalah bisa menjadi jalan cepat atasi masalah.
Bayangkan jika sang istri hanya uring-uringan tapi tidak menjelaskan keinginannya agar suaminya juga terlibat merawat bayinya saat sang bayi membutuhkan perawatan apalagi di malam hari.
Meskipun bagi sang suami ini tentu tidak mudah, bangun mendadak saat malam hari, membersihkan si bayi jika diperlukan dan memberinya perhatian hingga tenang kembali. Tentu ini penting apalagi saat kondisi istri baru istirahat paska melahirkan. Agar istri bisa mendapatkan waktu istirahat yang cukup.
Ini menjadi bentuk berbagi tanggung jawab, karena merawat bayi yang baru lahir adalah tugas yang menantang dan melelahkan. Dukungan lain sambil menikmati kebahagiaan menimang sang bayi, tentu saja juga berbagi tanggungjawab dengan membantu atasi masalah pekerjaan rumah tangga agar beban yang dirasakan sang istri berkurang. Menjaga rumah tetap bersih atau mengurus hal-hal kecil lainnya bisa memberikan waktu tambahan bagi istri untuk beristirahat dan merawat diri.
Secara tidak langsung bentuk dukungan ini bisa menghindari tekanan bagi seorang istri. Bayangkan jika seorang suami cuek, terlalu banyak menuntut untuk melakukan segala sesuatu dengan baik seperti situasi normal, padahal disaat yang sama tekanan  merawat bayi juga tidak mudah
Bentuk dukungan yang tak kalah penting tentu saja memantau kesehatan mental sang istri, apalagi jika ada tanda-tanda depresi postpartum yang serius. Jika gejala baby blues tidak membaik setelah sekian lama, tentu inisiatif membawanya konsul dengan dokter akan sangat diperlukan agar tak semakin menganggu kesatabilan mental istri.
Bahwa menjadi "suami siaga" mestinya bukan hanya slogan kampanye atau bentuk pencitraan sang suami saja ;), namun harus ada pembuktian. Dan ini tidak akan mudah. Bahwa setiap ibu memiliki pengalaman yang unik, dan waktu yang dibutuhkan untuk pulih dari baby blues juga berbeda-beda.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H