Mohon tunggu...
Rini Wulandari
Rini Wulandari Mohon Tunggu... Guru - belajar, mengajar, menulis

Guru SMAN 5 Banda Aceh http://gurusiswadankita.blogspot.com/ penulis buku kolaborasi 100 tahun Cut Nyak Dhien, Bunga Rampai Bencana Tsunami, Dari Serambi Mekkah Ke Serambi Kopi (3), Guru Hebat Prestasi Siswa Meningkat

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Pendidikan Finansial Keluarga, Meningkatkan Kemandirian Antar Generasi

9 Juni 2024   12:29 Diperbarui: 9 Juni 2024   20:37 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
putri dan ibunya yang bahagia sumber gambar berita99.co 

Ada sebuah kisah yang menarik. Tentang seorang ayah yang menitipkan sebuah "hikmah"kepada kedua anak laki-lakinya. Masing-masing mendapatkan sepetak tanah. "Di tanah itu ada harta karun, kamu sendiri yang harus mengetahui cara mendapatkannya", begitu kurang lebih bunyi pesan mendiang ayah mereka.

Anak tertua memahaminya sebagai "harta karun Sulaiman", sehingga memutuskan untuk menggalinya. Semakin lama dan semakin dalam ia tak menemukan apapun selain butiran tanah. Dan akhirnya ia memutuskan menjualnya dan memilih menikmati uangnya sebagai "harta karunnya". 

Sedangkan anak kedua, dengan pikirannya yang sederhana berpikir bahwa "harta karun" itu adalah tanah dengan potensinya. Ia telah belajar banyak dari kegigihan ayahnya saat bekerja keras mencari nafkah dari tanah itu. Mengolahnya, menghasilkan rezeki untuk menghidupi mereka. Dengan hikmah pembelajaran itu maka ia memilih untuk mengolah tanah peninggalan ayahnya itu sebagai kebun buah-buahan dan sayuran. 

Pelan-pelan dengan segala kesabarannya,  kebun itu menghasilkan uang yang ditabungnya--semakin lama menjadi "bukit uang". Dari pengalaman orang tuanya, ia mengambil hikmah terbaik.

Dua orang itu memberikan kita dua hikmah bagaimana meresapi pembelajaran tentang kemandirian dalam hidup. Ada yang mau belajar, namun tak sedikit yang tak menyadari bahwa para orang tua sejatinya telah mengajarkan tentang bagaimana kita bisa bertahan dalam kehidupan.

Memang cerita itu hanya sebuah ilustrasi yang memberi kita pencerahan, bukan hanya  tentang banyak hal baik, tapi juga tentang cara berpikir yang salah. Kesabaran, keuletan, kegigihan, ketidakmampuan memahami,  ketidakmauan belajar dari pengalaman, dan tentu saja tentang bagaimana membangun kemandirian hidup dan kemandirian keuangan.

putri dan ibunya yang bahagia sumber gambar berita99.co 
putri dan ibunya yang bahagia sumber gambar berita99.co 

Navigasi dan Pembelajaran Hidup 

Begitu membaca ulasan  kompasianer legendaris Pak Tjip (Tjiptadinata Effendi), saya merenung dan membiarkan pikiran berkontemplasi.  Berita dari email kompas.com yang diterimanya tentang sharing pemikiran "Generasi Muda Topang Lansia atau Sebaliknya?" menjadi sebuah renungan yang sangat menarik, atau lebih tepatnya menyuguhkan sebuah pencerahan.

Mengapa?

Banyak hal yang kita ambil hikmahnya. Utamanya tentang relasi antara generasi muda dan Lansia, apalagi terkait keuangan ayng sering menjadi masalah yang rentan. Apakah ini substansial?. Apakah hubungan itu sejatinya sebenarnya bukan masalah?.

Idealnya tentu tidak, bahwa yang muda menopang para orang tuanya, dan orang tua memberi dukungan bagi yang muda. Sebagai bentuk hubungan harmonis orang tua-anak.

Bagaimana jika hubungan keuangan orang tua (lansia) dan anak (generasi milenial dan gen Z) saling bergantung. Apakah situasi tersebut bisa tergolong tak ideal?. Bukankah relasi orang tua dan anak-bukan sesuatu yang asing, justru sebagian orang menganggapnya sebagai sebuah hubungan simbiosis mutualisme--toh orang tua sendiri atau anak sendiri.

Bagaimana jika yang terjadi sebaliknya--kemandirian keuangan salah satunya buruk?.  

Ketergantungan keuangan jelas bukan sesuatu yang diharapkan. Karena konsekuensi logis efek dominonya bisa berdampak buruk bagi hubungan tersebut sebagaimana dijelaskan Pak Tjip.

Belajar dari hikmah cerita di atas, pemahaman orang tentang hidup, kekayaan, kemampuan berdikari menjadi sebuah ilmu yang sejatinya harus diamalkan sejak mula. Seperti kisah anak kedua dalam cerita yang memahami "harta karun" yang harus didapatkan dengan etos kerja yang keras--bukan sekedar menemukan harta dan memanfaatkannya.

Ia bisa melakukan itu semua karena ia belajar dari pengalaman yang "dititipkan" orang tuanya semasa hidup. Bahwa setiap orang punya potensi dan setiap orang juga punya tanggungjawab dan masa depan nantinya yang harus diperjuangkan.

Kita tentu bisa belajar banyak pada pengalaman hidup dan  kesuksesan Pak Tjip dan Bunda Rose, dalam kemampuan mereka menjalani kehidupan yang luar biasa. Bagaimana sejak muda menjadi "pejuang keluarga" hingga bisa berbagi harapan baik bagi putera-puterinya

Pendidikan Finansial yang Baik Itu Harus

Sejatinya hubungan orang tua dan anak memang harus saling mendukung--bentuk dukungannya termasuk motivasi bagaimana mempersiapkan masa depan dan kemandirian melalui pemikiran dan kerja keras.

Ini tentu penting, karena dari sanalah banyak anak-anak sukses (seperti anak yang mengolah tanah, bukan menggali harta karun) menjalani hidup sebagai sebuah proses yang butuh kerja keras. Masing-masing orang memiliki kapasitas menjadikan dirinya sukses atau tidak.

Diantara B (Birth-kelahiran) dan D (Death-kematian) ada  C (Choice--pilihan), akan menjadi seperti apa kita di masa nanti, termasuk dalam soal kemandirian keuangan.

Hubungan yang baik dan harmonis antara orang tua dan anak memang sebuah keharusan, dalam konteks bentuk kasih sayang, kepedulian, dan saling membutuhkan--namun akan lebih baik tidak dalam konteks saling ketergantungan. 

Ketergantungan finansial, terutama dalam konteks orang tua yang mengandalkan anak-anaknya atau sebaliknya, bisa memunculkan dinamika yang kompleks dan potensial untuk ketegangan serta ketergantungan yang tidak sehat. 

Orang tua yang terlalu mengandalkan anak-anak mereka untuk dukungan finansial bisa membuat anak-anak merasa terbebani dan kehilangan kebebasan finansial mereka. Sebaliknya, anak-anak yang terlalu bergantung pada orang tua untuk dukungan finansial mungkin tidak mengembangkan kemandirian dan tanggung jawab finansial yang diperlukan untuk menjalani kehidupan mandiri.

Penekanannya tentu pada pentingnya memiliki arah yang jelas menuju kemandirian finansial. Prosesnya memang tidak sederhana, melibatkan pembentukan kebiasaan dan pola pikir yang memungkinkan seseorang untuk mengelola keuangan mereka sendiri dengan bijaksana dan mandiri. 

Salah satu langkah kunci dalam navigasi ini adalah pendidikan finansial yang baik, yang melibatkan pemahaman tentang pentingnya pengelolaan uang, investasi, dan perencanaan keuangan jangka panjang. Begitu juga dengan perlunya pembelajaran membangun sumber daya finansial yang berkelanjutan.

Tentu saja ini berkaitan dengan pengembangan keterampilan dan pendidikan yang memungkinkan kita bisa mendapatkan pendapatan yang stabil dan berkelanjutan. Ini juga bisa melibatkan menciptakan portofolio investasi yang terencana dengan baik, seperti tabungan pensiun dan dana darurat.

Penting juga untuk memahami bahwa proses menuju kemandirian finansial adalah perjalanan yang berkelanjutan dan membutuhkan komitmen jangka panjang. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun