Mohon tunggu...
Rini Wulandari
Rini Wulandari Mohon Tunggu... Guru - belajar, mengajar, menulis

Guru SMAN 5 Banda Aceh http://gurusiswadankita.blogspot.com/ penulis buku kolaborasi 100 tahun Cut Nyak Dhien, Bunga Rampai Bencana Tsunami, Dari Serambi Mekkah Ke Serambi Kopi (3), Guru Hebat Prestasi Siswa Meningkat

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Efek Makroekonomi Tapera, Lesunya Pertumbuhan Ekonomi dan Turunnya PDB, Bagaimana Bisa?

4 Juni 2024   01:50 Diperbarui: 7 Juni 2024   00:08 692
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pasal 15 ayat (2) PP menyebutkan besaran simpanan peserta Tapera untuk peserta pekerja ditanggung bersama oleh pemberi kerja sebesar 0,5 persen dan pekerja sebesar 2,5 persen. Setiap pekerja wajib menjadi peserta Tapera, termasuk pegawai negeri sipil (PNS), karyawan swasta, dan pekerja mandiri (freelancer) yang tertuang dalam Pasal 7 PP Nomor 25 Tahun 2020.

Masyarakat terlanjur telah kehilangan kepercayaan yang meluas terhadap berbagai jenis kebijakan Pemerintah yang dinilai tak sejalan dengan situasi krisis yang sedang terjadi saat ini.

Bahkan hantamannya yang akan dirasakan oleh para pekerja jauh lebih besar dari itu. Sebagaimana analisis yang disampaikan oleh ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, bahwa kebijakan Tapera dianggap memberatkan pekerja.

Efek paling jelas adalah berkurangnya jumlah tenaga kerja, bagaimana penjelasannya?. Kebijakan Tapera bisa menghilangkan 466,83 ribu pekerjaan karena iuran Tapera mengurangi konsumsi dan investasi oleh perusahaan. Ini tidak seimbang dengan penerimaan negara sebesar Rp 20 miliar, dibandingkan dengan kerugian ekonomi yang terjadi di sektor-sektor lain,  saat daya beli turun dan ekonomi melesu.

Bahkan menurut Celios, kebijakan Tapera dari hasil simulasi ekonomi menyebabkan penurunan produk domestik bruto atau PDB sebesar Rp 1,21 triliun. Artinya, kebijakan ini menunjukkan dampak negatif pada keseluruhan output ekonomi nasional.

Rincian perhitungan menggunakan model input-output menunjukkan surplus keuntungan dunia usaha turut mengalami penurunan sebesar Rp 1,03 triliun. Sementara, pendapatan pekerja turut terdampak dengan kontraksi sebesar Rp 200 miliar.

Ilustrasi pasar dan pekerja yang belanja | Sumber gambar travel kompas.com
Ilustrasi pasar dan pekerja yang belanja | Sumber gambar travel kompas.com

Pemerintah Harus Mendengarkan Suara Publik dan Transparan

Berbagai narasi menyikapi kebijakan kebijakan patut menjadi renung kaji kita secara mendalam dan kritis. Dan beberapa catatan  berikut adalah sebuah hasil analisis yang sangat logis menjadi jalan keluar dari buntunya masalah tabungan Tapera yang masih menyisakan polemik dan pro kontra hingga saat ini.

Jadi bagaimana cara mengatasi masalah backlog perumahan?. Kebijakan tersebut tidak boleh pukul rata, terutama agar Pemerintah mempertimbangkan pemberlakuan tabungan Tapera hanya diperuntukkan untuk ASN dan TNI/Polri. Sedangkan  pekerja formal dan mandiri diberi pilihan yang bersifat sukarela.

Pertimbagan bahwa hingga saat ini masih muncul pro kontra, salah satunya disebabkan akrena tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Pemerintah sedang terjun bebas. 

Sehingga transparansi pengelolaan dana Tapera termasuk asesmen imbal hasil (yield) dari tiap instrumen penempatan dana harus dijelaskan secara detil dan butuh sosialisasi yang luas, agar penerimaan dan kepercayaan publik kepada pemerintah bisa kembali.

Apalagi jika tata kelola dana Tapera didukung oleh keterlibatan aktif  KPK, dan BPK, sehingga pemeriksaan internal dan eksternal serta audit dapat dilakukan untuk memastikan transparansinya.

Seiring dengan meningkatkan tabungan dari hasil potongan, tentu akan berdampak pada demand terhadap rumah yang meningkat , sementara dari sisi supply penyediaan tanah justru tidak akan bertambah, sehingga bisa memicu kenaikan harga tanah yang tidak sehat.

Terutama berkaitan dengan spekulasi tanah yang menjadi dasar kenaikan ekstrem harga hunian. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun