Rasanya jadi seperti "Paylater Masuk Kampus", kuliah dulu bayarnya belakangan dicicil!. Apa nantinya tidak justru menjadi beban ganda bagi lulusan perguruan tinggi yang datang dari keluarga miskin.
Bagaimana penerapannya dengan skema yang tepat sesuai dengan sikon di Indonesia?. Apakah harus didukung subsidi Pemerintah?, apakah Pemerintah setuju?. Apakah tidak membebani APBN nantinya, setelah dipenuhi dengan programbaru seperti makan siang "gratis"---"bergizi".
Wacana ini muncul sebagaimana disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani menanggapi tingginya kebutuhan pembiayaan pendidikan bagi mahasiswa. Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) berada di gerbang depan, memberikan kabar terbaru, semoga kabar menggembirakan. Meskipun wujudnya student loan alias hutang uang kuliah. "Kuliah dulu bayarnya belakangan".
Bagaimana jika bermasalah dengan hutangnya nanti, bagaimana mekanisme melunasinya. Apakah ijazahnya akan ditahan?. Bagaimanapun yang namanya hutang, kekuatiran terbesarnya tentu gagal bayar.
Sehingga penting untuk transparansi soal bagaimana mekanismenya, jangan sampai di belakang hari menjadi "bom waktu". Tiba-tiba muncul fenomena "Habis Kuliah Terbitlah Hutang!". Bagaimana pinjaman itu dapat terjangkau, tidak memberatkan mahasiswa, mencegah penyimpangan, dan tetap mengafirmasi kelompok yang tidak mampu.
Para mahasiswa di Amerika, sudah merasakan pahit getirnya nasib mereka terlilit hutang. Â Sehingga menjadi kejutan ketika sebaliknya Pemerintah justru ingin menguji coba mekanisme student loan yang jelas-jelastelah menimbulkan gejolak.
"Masih muda dan kuliah kok sudah terjerat utang jangka panjang?. Nanti obrolan saat wisuda, "eh hutangmu berapa lagi?"."Kalau nggak dapat kerja cepat bakal berabe nih". Tak heran jika nanti para lulusan sarjana kerja tak lagi "linier"Â dengan jurusan semasa kuliah, malah kerja mocok-mocok---kerja serabutan kata orang Medan.
Cara Pinjamnya Bagaimana?
Setelah pinjaman pendidikan dipinjam dari bank demi membiayai kuliahnya, harus dilunasi setelah kuliah dan dapat kerja.
Ternyata berdasarkan kajian ada dua macam jenis student loan,ini penting agar kita punya pilihan dan makin pasti untuk ambil keputusannya;
Pertama Pinjaman hipotek yang jangka waktu pembayarannya sudah ditentukan. Pinjaman jenis ini biasanya menyebabkan beban pembayaran yang tinggi, terutama bagi mereka yang berpenghasilan rendah. Risikonya bisa berupa gagal bayar.
Nah pilihan jenis ini harus diwaspadai, jangan langsung setuju, gagal bayar kemudian. Model ini banyak dipraktekkan di beberapa negara, seperti Amerika, Â meskipun risikonya besar bisa gagal bayar.
Kedua; sistem pinjaman berbasis pendapatan. Maksudnya apa?. Nah,si peminjam bisa  membayar kembali pinjamannya setelah penghasilannya mencapai ambang batas tertentu. Kemdahan jenis yang kedua, jangka waktu pelunasannya tidak ditentukan di awal. Skema pembayran ini juga banyak dipraktekkan,di negara seperti  Swedia.
Mungkin pertanyaan kita yang paling ramai adalah,mengapatiba-tiba diwacanakan di negara kita?.Apa karena UKT yang tambah mahal, atau karena pendidikan tinggi di negara kita masih kurang sehingga butuh stimulasi atau rangsangan yang bisa mendorong "memudahkan" bisa kuliah?.
Dukungan dari beasiswa juga belum memadai, baru sekitar 73.000 siswa menerima beasiswa dari Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Riset dan Teknologi; Kementerian Agama; serta LPDP per Mei 2023.