Apa solusinya jika memang kuliah tidak wajib, apakah artinya kedepan SDM Indonesia ukurannya hanya sebatas lulus SMA saja?. Apakah Pemerintah akan mendorong sekolah kejuruan sebagai solusinya?.
Dalam situasi sekarang saja lulusan SMA begitu sulit menemukan "ruang" kerjanya--apalagi ketika nanti bersaing dengan para sarjana. Ataukah dengan kebijakan baru perusahaan juga menurunkan persyaratannya?--tapi jangan juga diikuti dengan penuruna salary atas dasar tingkat pendidikannya.
Mungkin dengan kebijakan itu fenomena akan berubah, para lulusan SMA harus berjuang dulu mencari kerja dan mapan baru bisa kuliah?. Apakah ini tidak justru menjadi beban demografi baru bagi Pemerintah?.
Pengalaman yang mendewasakan pola pikir juga ditemukan banyak orang saat berkuliah. Intinya bahwa dunia kampus memberi perspektif yang berbeda tentang cara berpikir. Terutama tentang  kemandirian yang semakin lama semakin terasah baik secara individu dan juga sosial.Â
Kurmer dan Kurikulum Vokasi Sebagai solusi alternatif?
Apakah pola Kurikulum Merdeka (Kurmer) diharapkan bisa menjadi solusi awal menyiapkan generasi tingkat sekolahan yang bisa lebih melek realitas, dan siap bersaing, tanpa harus memikirkankan kuliah jika tidak memungkinkah karena UKT mahal (sehingga tidak wajib)?.
Terutama karena pola dan sistem pembelajaran kurmer yang mengedepankan ilmu praksis yang diharapkan memberi bekal kesiapan para lulusannya lebih siap menerima tantangan dunia kerja dari sebelumnya. Ataukah pilihan mendorong pendidikan vokasi lebih masif?.
Tapi apakah mindset atau pola pikir anak-anak kita telah lebih siap dengan perubahan baru ini. Belum usai dengan tantangan ketidaksiapan lulusan SMA masuk dunia kerja, kini mereka harus berjuang lebih keras untuk sekedar bisa kuliah.
Anak-anak butuh inisiatif yang lebih besar untuk bisa bersiap dengan tantangan ke depan. Jika masih dengan pola pikir anak sekolahan yang belum dewasa, perubahan juga akan sulit.
Maka "berkah demografi" kita bisa menjadi "malapetaka demografi" karena mereka akan lebih bergantung pada Pemerintah. Berharap bisa menyediakan lapangan kerja lebih banyak untuk lulusan SMA dengan ketidakmampuan mereka untuk melanjutkan kuliah karena UKT yang mahal.
Pemerintah harus memikirkan lebih keras bagaimana solusi menyediakan ruang bagi jutaan lulusan SMA setiap tahun hingga mereka benar-benar bisa siap menerima kenyataan bahwa berkuliah tak lagi sekedar bisa lulus ujian, tapi juga lulus tes kekayaan.
Kita harus terus optimis untuk merenungkan relevansi pendidikan tinggi di Indonesia saat ini, terutama di tengah upaya kita mencapai target Sumber Daya Manusia (SDM) unggul menuju Indonesia Emas 2045.
Begitu juga dengan peluang, serta tantangan di dunia kerja, yang mau tidak mau mensyaratkan kemampuan berpikir kritis, inovasi, dan dukungan keterampilan teknologi yang makin penting.Â
Sehingga ekspektasi kita, pendidikan tinggi diharapkan bisa berperan lebih proaktif dalam menyiapkan lulusan yang siap menghadapi tantangan ini.Â