Mohon tunggu...
Rini Wulandari
Rini Wulandari Mohon Tunggu... Guru - belajar, mengajar, menulis

Guru SMAN 5 Banda Aceh http://gurusiswadankita.blogspot.com/ penulis buku kolaborasi 100 tahun Cut Nyak Dhien, Bunga Rampai Bencana Tsunami, Dari Serambi Mekkah Ke Serambi Kopi (3), Guru Hebat Prestasi Siswa Meningkat

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Mewaspadai Gejala HD Pada Anak, Jika Mulai Suka Menimbun Barang!

14 Mei 2024   02:09 Diperbarui: 26 Mei 2024   00:00 435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bayangkan kalau mau pakai baju, dicari dari timbunan barang dan sesudah dipakai dilempar lagi ke timbunan. Begitulah terus secara berulang, jelas saja tak cuma faktor kerapian dan kebersihan yang kita kuatirkan, bahkan kesehatannya juga bisa terganggu.

Hanya saja para pengidap Hoarding disorder terkadang sulit diobati karena mereka sebenarnya tidak menyadari bahwa perilakunya salah dan bermasalah. Nah, para pengidap HD biasanya tipe orang yang berkepribadian obsesif kompulsif.

Gangguan kepribadian obsesif-kompulsif ditandai dengan keasyikan berlebihan terhadap keteraturan, perfeksionisme, yang akhirnya malah bisa memperlambat dan mengganggu tugasnya yang tak selesai-selesai. Apakah ini juga jenis Fake Productivity juga?, bisa jadi!.

Apakah gejala HD muncul sendiri atau bawaan?.  Banyak penelitian menyebut bahwa  penyebab hoarding disorder belum diketahui secara pasti. Namun, ada beberapa faktor yang bisa meningkatkan risiko seseorang mengalami kondisi ini. Termasuk juga pembiaran sejak dari rumah.

Namun dalam kasus yang lebih parah dan tinggi intensitasnya, bisa juga disebabkan oleh gangguan mental, seperti: depresi, skizofrenia, dan gangguan obsesif kompulsif (OCD), dibesarkan dalam keluarga yang tidak mengajari cara memilah barang, keluarga pengidap hoarding disorder.

Bahkan dalam versi lain juga disebabkan oleh; Pernah ditinggalkan oleh orang yang dicintai, kesulitan ekonomi, atau pernah mengalami kehilangan harta benda.

Ilustrasi anak pengidap hoarding disorder sumber gambar NSD.co.id
Ilustrasi anak pengidap hoarding disorder sumber gambar NSD.co.id

Antisipasi Sejak Awal Meskipun Cuma Gejala

Biasalah, sebagai ibu tentu kita merasa kuatir jika anak kita tiba-tiba berubah menjadi si pemberantak barang. Kamarnya berantakan tak terurus, sekalipun itu terjadi sementara. Karena jika tak diantisipasi, bukan tidak mungkin menjadi kebiasaan yang tidak baik nantinya.

Jika anak-anak kita atau kita sendiri, mulai suka menyimpan barang dalam jumlah berlebihan, bisa jadi pertanda adanya gejala awal hoarding disorder.

Bahkan tak jarang sebagian dari kita begitu sulit ketika harus memutuskan membuang barang-barang yang sebenarnya tidak diperlukan. Bahkan merasa cemas ketika hendak membuang barang yang tidak diperlukan itu. Intinya sulit mengambil keputusan. Bahkan ada yang justru mencari benda di luar rumah agar bisa ditimbun.

Bahkan si penderita HD, merasa tertekan saat benda miliknya disentuh orang lain. Menyimpan barang hingga mengganggu fungsi ruangan di rumah, dan melarang orang lain membersihkan rumahnya,serta menjauhkan diri dari keluarga dan teman. Termasuk memelihara binatang!. Wah, bukankah ini gejala mental yang aneh ya.

Dan dengan begitu banyak perilaku buruknya, si penderita hoarding disorder juga sering tidak mengurusnya dengan benar!. Jadi, misalnya memelihara kucing banyak, bukan karena penyayang binatang, tapi karena ingin memelihara saja!.

Bagaimana Cara Orang Tua Mengatasinya?

Sebenarnya tak mesti harus ke dokter jika masih berupa gejala atau berbentuk perilaku buruk keseharian di rumah. Orang tua atau anggota kelurga lain harus sigap bertindak, sebagai antisipasinya, minimal memberinya nasehat atau memberi contoh dengan kebiasaan yang baik. Karena pada dasarnya memang si penderita tak menyadari masalahnya.

Apakah memang harus turun tangan dokter atasi HD, padahal bukan jenis penyakit medis?, Ternyata  dokter menggunakan kriteria Diagnostic and Statictical Manual of Mental Disorders (DSM-5) untuk mendiagnosis hoarding disorder.

Terutama karena selain sulit membuang benda yang sudah tidak terpakai, ingin selalu menyimpan atau menimbun banyak benda, kamar atau tempat tinggalnya juga dipenuhi dengan benda yang rentan bahaya dan ancaman kesehatan.

Dan tak kalah penting adalah dampaknya secara sosial, dan personal terkait pekerjaan yang bisa terabaikan. Sehingga butuh terapi perilaku kognitif, dan obat-obatan untuk mengatasi depresi dan gangguan kecemasan. Obat-obatan yang biasanya diresepkan adalah jenis antidepresan selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI).

Dengan kompleksnya masalah HD jika telah menjadi serius, sehingga para orang tua perlu lebih jeli memahami solusinya agar tak salah kaprah, dan memudahkan menemukan solusinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun