Ternyata produktivitas bukan hanya berarti super sibuk, tanpa ada tujuan yang dicapai dan hanya membuang waktu dan kesempatan. Produktivitas menurut Faris juga bukan tujuan, melainkan proses. Nah, barangkali kita melupakan hal ini, dan menganggapnya hal yang lumrah dan biasa saja.
Artinya seseorang yang benar-benar produktif, menyadari kapan ia harus bekerja keras, bersenang-senang, serius, atau rileks. Produktivitas juga tidak bisa dilakukan secara terus menerus, karena manusia bukan robot atau manusia seperti Sangkuring.
Apa saran terbaik dari Faris?. Pertama, pilih satu kebiasaan yang akan diubah dalam waktu 1 bulan. Kedua, lakukan pengecekan putaran kebiasaan, yaitu pemicu, rutinitas, dan imbalan. Ketiga, ganti kebiasaan lama dengan kebiasaan baru dengan yang lebih baik dan produktif.
Memahami sebuah pekerjaan kecil tak berarti membuang waktu dan tidak produktifÂ
Terkait dengan ide "amplop tabungan", meski dimulai dimulai dari Rp.1 dan diakhiri dengan Rp.100 ribu, ternyata hasilnya luar biasa hingga Rp.5 jutaan.Â
Siapa sangka kerja yang terlihat sederhana namun fokus dan berdisiplin tinggi bisa mencapai hasil optimal. Bagaimana jika bisa dilakukan setiap bulan, dan di kali 12 kali dalam setahunnya. Bukankah bisa menjadi DP untuk membangun rumah tumbuh, misalnya?.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2HDengan melakukan beberapa langkah tersebut, kita tak hanya harus "bekerja keras", namun juga harus "bekerja cerdas", sehingga jelas mana yang menjadi prioritas kita saat ini, kerja menghasilkan atau kerja berdampak? karena memang kita bukan robot dan juga bukan si Sangkuriang! Dan menyadarinya sekarang lebih baik daripada terlambat sama sekali.