Banyak dari kita gagal paham, misalnya kita memiliki tugas-tugas bernilai rendah yang harus diselesaikan, seperti; memelihara database, mengedit, membersihkan kotak masuk email karena akan menghemat waktu nantinya.Â
Namun, itu mungkin terlihat seperti kerugian kinerja dalam jangka pendek dan mungkin tidak secara langsung menguntungkan kita, padahal manfaatnya akan terasa saat pekerjaan kita menjadi lebih efisien.Â
Artinya pekerjaan yang penting, membosankan, dan tersembunyi tetap bisa bermakna jika tidak menghalangi kita dari pekerjaan bernilai tinggi lainnya.
Takut perfeksionisme
Nah, gara-gara ingin serba bagus, kita sering terjebak pada detailnya, tetapi ketika kita mencoba untuk berproduksi, ternyata kita hanya bisa mengoreksi diri sendiri sebelum membuat kita putus asa dan bisa mematikan produktivitas kita karena ingin serba sempurna.
Hal ini membuat saya sering terlalu lambat saat menulis dengan benar. Tapi itulah gunanya pengeditan jika diperlukan. Jika kita mencoba melakukan segalanya dengan benar sebelum memulai, kita mungkin tidak akan pernah memulai.
Jangan hanya mendengarÂ
Proaktif selalu mengalahkan reaktif, daripada menebak-nebak atau mendengarkan, lebih baik mulailah dengan pelatihan inisiatif mandiri. Baca dan pelajari bidang kita sebaik mungkin sebelum mengambil peran, mulai dari teknologi yang digunakan hingga cara mencapai tenggat waktunya, kita akan merasakan perbedaannya.
Fokus pada tujuanÂ
Apa yang ingin kita capai dari rencana output tugas kita, semakin kita fokus akan semakin terarah pekerjaan kita. Sehingga setiap tahapan penyelesaian tugas akan mengarah pada terselesaikannya tugas kita.Â
Dengan mengenali gejala-gejala fake productivity dan mengimplementasikan strategi-strategi tersebut, semoga para guru dan sahabat Kompasianer lain yang juga bekerja dengan rutinitas dan tugas yang simultan bisa menghindari jebakan produktivitas palsu, dan mengoptimalkan waktu lainnya untuk belajar dan mengajar dengan lebih fokus. Intinya jangan memalsukan produktivitas!
Semoga bermanfaat.