Misalnya, saat membuat konten pembelajaran hingga menyita waktunya, meskipun sebenarnya ada aplikasi yang bisa membantu dan banyak tersedia di internet.
Atau para guru mungkin ingin lebih fokus pada bagaimana tampil di depan atasan atau rekan kerja, daripada bagaimana agar siswa benar-benar memahami dan menguasai materi pelajaran.
Ini bisa terjadi dan menimpa siapa saja dan bisa menjadi biang terjadinya fake productivity tersebut.
Tekanan Target? Bisa jadi. Misalnya, ketika ada tekanan harus menyelesaikan sebuah target atau tugas dari atasan yang bisa mendorong guru terlihat sibuk berlebihan, termasuk melakukan pekerjaan tambahan yang sebenarnya tidak substansial bisa menuntaskan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Bukannya selesai pekerjaan, justru menjadi beban, dan memicu stres.
Bagaimana para guru mengatasi fake productivity-nya?
Berdasarkan pengalaman sendiri maupun teman guru lainnya, setidaknya saya punya beberapa catatan yang mungkin bisa menjadi pembelajaran bagi teman guru lainnya.
Atau sebaliknya mungkin ini juga memang telah menjadi solusi mengatasi fake productivity yang telah dilakukan para teman guru lainnya.
Hindari membawa pekerjaan sekolah kerumah; Berdasarkan pengalaman sendiri, sebisa mungkin kita sebagai guru tak membawa pekerjaan ke rumah. Kebiasaan ini, seringkali menjadi blunder bagi diri sendiri.
Waktu di rumah yang semestinya digunakan untuk bersantai setelah bekerja seharian, justru dipakai bekerja tambahan, meskipun hanya memeriksa tugas siswa atau membuat konten materi pembelajaran.Â
Ini adalah bagian dari cara kita sebagai guru menjaga keseimbangan hidup dan kerja, karena penting bagi guru untuk tidak mengorbankan keseimbangan antara hidup pribadi dan pekerjaan. Waktu istirahat yang cukup juga penting untuk menjaga kesehatan mental dan fisik. Dan bukan tidak mungkin ini salah satu biang fake productivity.
Pilih alternatif kerja yang lebih praktis dan mudah; Meskipun kita mungkin jenis guru kreatif dan produktif, jika ada cara yang memudahkan pekerjaan, tentu akan lebih baik kita jadikan pilihan, seperti mempersiapkan bahan untuk proses belajar mengajar.
Dulu saya terbiasa menyiapkan bahan mengajar yang bisa saya gunakan berulang di kelas yang berbeda, dengan berbekal kertas plano dan selotip kertas. Agar lebih efektif dan tak mengulang pekerjaan, namun kini dengan adanya aplikasi, saya beralih memilih yang lebih praktis dan memanfaatkan proyektor atau LCD yang disediakan sekolah.
Buat prioritas dan ingatkan diri sendiri;Â
Memanajemeni diri sendiri, dengan membuat prioritas yang jelas dari pekerjaan yang harus kita tuntaskan. Baik dari manajemen waktu maupun prioritas tugasnya. Sebagai guru kita bisa mengidentifikasi tugas-tugas yang benar-benar penting dan genting, sesuai tujuan utama dalam pekerjaan di sekolah, daripada yang tugas yang reguler.
Saya biasa menempelkan kertas warna-warni di meja walas, yang kita pahami sendiri tujuan dan maksudnya. Misalnya kertas stiker merah, harus tuntas dalam berapa hari, dibandingkan yang warna kuning atau hijau.Â
Begitu juga menempel stiker di pinggiran layar monitor PC di lab sekolah yang menjadi tempat kerja saya. Termasuk membuat memo dilayar desktop monitor, yang diperbaharui secara berkala begitu selesai. Semuanya saya lakukan sebagai pengingat diri sendiri agar efisien waktu dan tak terjebak pada fake productivity.
Lakukan komunikasi terbuka