Membaca, Bukan "menonton"
Faktanya, minat baca masyarakat Indonesia terbilang masih rendah. Survei UNESCO (2011), mencatat indeks tingkat membaca masyarakat Indonesia hanya 0,001 persen. Artinya, hanya ada satu orang dari 1000 penduduk yang rajin membaca.
Riset berbeda bertajuk World's Most Literate Nations Ranked yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca, persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61).Â
Padahal, dari segi penilaian infrastuktur untuk mendukung membaca, peringkat Indonesia berada di atas negara-negara Eropa. Syarat UNESCO untuk meningkatkan literasi, 1 orang Indonesia minimal membaca 3 buku setiap tahun apalagi rasio buku di Indonesia adalah 0,09 atau 1 buku untuk 90 orang
Jika diasumsikan 100 juta penduduk usia produktif membaca 3 buku, itu artinya dibutuhkan 300 juta buah. Namun realitasnya, sekarang Indonesia baru bisa mencetak 40 juta buku dalam setahun.
Sebaliknya orang Indonesia dinilai "rajin membacanya, namun Lanjutnya, menurut data UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan, hanya 0,001 persen, artinya dari 1.000 orang Indonesia, cuma satu orang yang rajin membaca. Indonesia urutan ke-60 dari 61 negara soal minat baca.
Ternyata, orang Indonesia lebih banyak menghabiskan waktunya untuk menonton dari pada membaca. Rata-rata orang Indonesia menghabiskan 8 jam bahkan lebih untuk berselancar di platform media sosial. Rendahnya minat baca memang bukan soal sepele dan tak bisa dibentuk dengan cepat.
Terutama karena pengaruh lingkungan, pembiasaan para orang tua atau pihak sekolah agar anak gemar membaca sejak dini masih belum menjadi prioritas dan belum dianggap penting.
Perkembangan teknologi yang pesat menciptakan disrupsi-perubahan yang cepat menyebabkan lahirnya generasi serba instan yang sering terganggu berupa clip thinking--sulit fokus dan menangkap esensi dari sebuah sumber informasi karena begitu banyaknya informasi yang tersedia dalam waktu yang cepat.
Disamping faktor ketersediaan buku yang kurang menarik, sehingga kesadaran membaca menjadi sangat minim.
Dari Sekolah dan Rumah Semuanya Harus Dimulai Lagi
Mendorong anak atau siswa untuk mencintai buku dan gemar membaca memang menjadi tantangan, terutama di tengah arus informasi yang cepat dan dominasi media sosial. Namun, ada beberapa aktifitas yang bisa kita diterapkan untuk meningkatkan minat baca mereka.Â
Di rumah ketersediaan buku dan kebiasaan mengunjungi toko buku bisa menjadi alternatif pilihan saat jalan-jalan bersama keluarga di akhir pekan sebagai selingan. Dan keluarga mengalokasikan dana untuk membeli buku juga patut menjadi pertimbangan, sekalipun jumlahnya terbatas.
Dan menjadikan koleksi buku sebagai bagian dari pustaka rumah atau pustaka keluarga, agar anak dan anggota keluarga terbiasa memiliki akses terhadap buku di lingkungan rumah.
Apalagi jika orang tua berkesempatan membacakan buku untuk anak, saat quality time bersama, bisa membuat anak semakin mengenal dan semakin bisa mencintai buku.