Begitulah, ketika kita mendedikasikan waktu dan kesempatan kita dengan ikhlas, akan ada rezeki yang diperuntukkan untuk kita.
Kini di sebagian besar masjid dan surau di kampus banyak diisi para hafizh yang memanfaatkan masjid menjadi tempat tinggal dan kesempatan mereka bisa merawatnya. Semoga semuanya didasarkan pada niat yang ikhlas, bukan karena ada niatan lain.
Seperti cerita dari seorang marbut tua dikampung, selain bisa mengurus masjid, baginya tugas itu menjadi sebuah bentuk pengabdian. Selain membuat hatinya menjadi lebih tenang. Bahkan ia mengaku salat lima waktunya semakin terjaga. Menjadi seorang marbut itu seperti menabung pahala.
Perlukah Mengatur Kesejahteraan Marbot?
Para marbut masjid perlu mendapat perhatian dan kesejahteraan khususnya dari pemerintah meski pekerjaan mereka bersifat sukarela. Pemerintah melalui Kementerian Agama berupaya menyejahterakan mereka salah satunya dengan menerbitkan pedoman pengupahan bagi marbut masjid.
Sebagaimana disampaikan Guru Besar Bidang Sosiolog Agama Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq, Jember, Khusna Amal, bahwa marbut umumnya merupakan orang-orang yang mampu mengisi sektor pekerjaan informal. Sama dengan pekerjaan informal lainnya, namun jaminan kesejahteraan marbut rendah.
Dengan adanya pedoman itu, maka kesejahteraan para marbut akan semakin bisa diberdayakan, bukan hanya sekedar pekerjaan sukarela dan pengabdian meskipun bernilai ibadah yang sangat besar, melebih inilai materi yang diterimanya.
Namun dalam konteks marbut sebagai sebuah pekerjaan informal, tetap membutuhkan dukungan finansial agar lebih fokus bekerja dan juga beribadahnya.Â
Tentu saja pedoman itu nantinya disesuaikan dengan kemampuan masing-masing masjid, tidak dimaksudkan sebagai aturan yang "memaksa". Seperti halnya aturan yang diberlakukan pada UMR atau Upah Minimum Regional yang juga berbeda-beda di setiap daerah.
Semoga pedoman itu bisa mendorong semakin diperhatikannya kompensasi dan kesejahteraan para marbut, agar bekerja dan beribadah dengan lebih tenang, untuk kemakmuran masjid kita.
Bahkan BPJS Ketenagakerjaan sejak tahun 2023 bakal memperluas jangkauan kepesertaan terutama untuk Bukan Penerima Upah (BPU) atau pekerja informal.Â
Pemulung dan marbot masjid menjadi sasaran utama peserta baru. Jenis pekerja ini adalah salah satu yang sangat rentan mengalami kecelakaan kerja sehingga perlu sekali diberi perlindungan.
BPJS mendorong inisiasi tersebut,agar  mereka ikut serta dan keluarga mereka bisa sejahtera jika terjadi risiko. Tentunya hal itu masih membutuhkan kajian yang mendalam.
Bahkan berdasarkan data BPJS Ketenagakerjaan, besaran iuran untuk BPU termasuk kecil, namun perlindungan yang didapatkan akan maksimal.