Mohon tunggu...
Rini Wulandari
Rini Wulandari Mohon Tunggu... Guru - belajar, mengajar, menulis

Guru SMAN 5 Banda Aceh http://gurusiswadankita.blogspot.com/ penulis buku kolaborasi 100 tahun Cut Nyak Dhien, Bunga Rampai Bencana Tsunami, Dari Serambi Mekkah Ke Serambi Kopi (3), Guru Hebat Prestasi Siswa Meningkat

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Mau Bebersih Rumah Buat Lebaran, Kok Sayang ya Barang Menumpuk Dibuang?

6 April 2024   12:29 Diperbarui: 6 April 2024   15:24 1474
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sampah barang yang masih sangat layak pakai di Australia sumber gambar merdeka.com

Dan saat mereka selesai studi barang-barang tersebut di bagikan kepada teman lainnya. Termasuk buku yang mungkin bisa bermanfaat bagi orang lain.

Saat tsunami dulu, banyak tetangga yang membuang barang dalam kondisi yang baik,seperti sepeatu roda, akuarium, kursi atau perlengkapan rumah yang layak pakai dan perkakas dapur layak pakai, sehingga bisa dimanfaatkan banyak orang yang membutuhkan.

Seringkali barang di rumah kita yang terus bertambah sementara barang lama juga enggan kita buang. Sebagian kita tak menyadari jika rumah semakin lama terasa sempit. 

Setiap keputusan untuk menyimpan sesuatu yang mungkin dibutuhkan akan dengan cepat membuat ruangan kita dipenuhi oleh barang yang tidak memiliki tempat atau kegunaan untuk saat ini. Kita sebenarnya tidak perlu bergantung pada kemungkinan-kemungkinan tersebut.

Apalagi jika yang selalu mengikut tren. Pada awalnya kursi tamu yang berbeda-beda bisa menjadi gaya layaknya vintage atau trend baru. Sofa berwarna-warni menyajikan nuansa yang tidak membosankan. Tapi saat jumlahnya terus bertambah dan dipindah ke ruangan lain, bahkan hingga menyesaki kamar tidur, maka membuat rumah makin sempit.

Seorang teman memanfaatkannya menjadi dudukan keren di kafenya. Tapi bagaimana bagi yang hanya bisa memutar tempat di dalam rumah saja. Mengapa sebagian kita "sayang" membuangnya dan mempertahankan tetap menyesaki rumah?.

Padahal tumpukan barang sebagiannya justru membuat kita stres karena harus memikirkan tempat dan menjaganya.

Alasan yang paling umum, bahwa barang tersebut "dibeli" sehingga akan menghabiskan uang jika "dibuang" dari rumah. Apa yang sebenarnya terjadi sebenarnya adalah sunk cost fallacy.

Biaya yang telah dikeluarkan dan tidak dapat diperoleh kembali. Biaya hangus dikontraskan dengan biaya prospektif, yang merupakan biaya masa depan yang dapat dihindari jika tindakan diambil. 

Bahkan karena sulitnya untuk memutuskan membuang barang, ada orang  yang membutuhkan buku panduan,karena berpikir bahwa mungkin mereka membutuhkannya kelak. Kita hanya perlu menyimpan salinan fisik dari beberapa hal yang lebih penting, seperti dokumentasi pribadi atau akta. 

Apalagi jika yang dibuang adalah lukisan atau karya seni anak. Meski menyayangi mereka, kita mungkin bisa selektif memilihnya. Apalagi jika  terbawa rasa sentimental terhadap barang tertentu.

Ilsutrasi pengidap hoarding disorder sumber gambar yoona.id
Ilsutrasi pengidap hoarding disorder sumber gambar yoona.id

Gejala Hoarding Disorder?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun