Bahkan saat Film Harry Potter sedang heboh, saya mendapatkan bingkisan tongkat ajaibnya (sayangnya saat saya buat permintaan tak satupun yang bisa terkabul).
Begitu juga buku kumpulan esai milik bentara Kompas yangjuga banyak mengulik film, atau buku Garin, Kekuasaan dan HIburan yang bercerita tentang film Indonesia dari sudut pandang yang seru luar biasa.
Kekuasaan dan Hiburan buku karya Sutradara dan Produser asal Indonesia ini isinya kumpulan kritik Garin dalam melihat perkembangan media elektronik, televisi, bahkan perbandingan berbagai industri film dan festival di berbagai negara.Â
Bukan hanya itu saja, nilai-nilai ideologis, pandangan terhadap persoalan baik sains, estetika, tekonlogi, maupun etika, hingga sejarah perfilman pun di ungkapkan Garin dengan lugas.
Dunia tumpang tindih yang berhadapan dengan produk berbagai fase pramodern, modern hingga pascamodern telah melahirkan anak-anak yang kini hidup dan menikmati dalam revolusi interaktif multimedia.Â
Isinya masih relevan untuk menganggarkan kondisi perfilman kita dan tantangannya kedepan, ketika harus memilih film berkualitas atau film yang hanya sekedar menyenangkan hati penonton saja.Â
Apalagi saat ini Indonesia sedang dibombardir film genre horor yang menyita banyak penonton di banding film-filmberkualitas lainnya seperti milik Garin yang lebih banyak dinikmati di kelas penonton festival. Sebuah realitas yang sulit.
Menurut Johan dalam buku 100 tahun bioskop pun, sejak lama film yang berbau horor dan drama percintaan lebih menyerap banyak penonton daripada film drama kehidupan sosial. Johan membahasya dalam Arti film sebagai komoditi yang diulas sangat menarik dan rinci.
Sedangkan dalam pandangannya yang lain ia menceritakan bagaimana sulitnya dulu mengedarkan film paska produksi. Saat ini semuanya serba mudah, tinggal menggunakan medsos informasi film bisa menyebar luas dengan cepat. Tapi dulu menurut Johan, produser film ibaratnya sama dengan produsen rokok.
Menurutnya memproduksi film tidaklah terlalu sulit, tetapi yang lebih sulit adalah setelah film itu jadi. Banyak orang di dunia film kehilangan akal untuk bisa mengedarkan dan mempertunjukkan film di gedung bioskop.
Harus diedarkan dengan cara manual, sehingga jaman dulu kita masih sering melihat mobil pic up dengan bak terbuka berisi poster film dan dengan pengeras suara si pemilik mengajak masyarakat untuk menonton. Persis saat caleg mengundang masyarakat hadir di kampanye jaman dulu.
Jadi waktu si produser habis untuk berkeliling mengiklankan filmnya. Dulu di usaha bidang perfilaman bioskop ada circuit (jaringan bisokop yang dikelola oleh sebuah perusahaan daerah yang punya hubungan ke konsumen se-NUsantara).
Begitu juga ada Cinema Circuit yang harus punya hubungan dengan Film Distributor dan Periklanan untuk menjamin keberlangsungan pasokan dan promosisetiap judl film yang hendak diputar setiap tahun.
Begitulah seluk beluk dunia perfilaman kita yang diulas secara mendalam oleh Johan--orang film atau tepatnya orang bioskop yang telah menghabiskan lebih dari 50 tahun lebih sejak 1954 untuk berjuang di jagad bioskop Indonesia.
Mengawali karir sebagai penjaga sepeda di bisokop, penyobek karcis, hingga menjadi manager theater, dan akhirnya menjadi Ketua Komis B di MPR-RI 1987-1999.
Bagi saya yang memang bukan sepenuhnya film maniak, up date film terbaru saat inipun masih terbatas hanya melalui media sosial atau televisi.Â