Mohon tunggu...
Rini Wulandari
Rini Wulandari Mohon Tunggu... Guru - belajar, mengajar, menulis

Guru SMAN 5 Banda Aceh http://gurusiswadankita.blogspot.com/ penulis buku kolaborasi 100 tahun Cut Nyak Dhien, Bunga Rampai Bencana Tsunami, Dari Serambi Mekkah Ke Serambi Kopi (3), Guru Hebat Prestasi Siswa Meningkat

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Mengaku Cawapres "Melek Lingkungan", Nafsu Kuat Tenaga Kurang!

28 Januari 2024   02:00 Diperbarui: 3 Maret 2024   08:28 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana debat keempat cawapres sumber gambar kompas.id

Kebijakan pengenaan pajak karbon ini selain bermanfaat bagi lingkungan hidup juga menyebabkan harga bahan bakar mengalami kenaikan.

Namun dalam praktiknya, sangat sulit menentukan kalkulasi karbonnya, dan hingga saat ini juga masih jadi problem yang besar. Bahkan sejak Indonesia turut meratifikasi Perjanjian Paris (Paris Agrement) pada tahun 2015, kemungkinan Indonesia bisa melaksanakan pajak karbon masih sangat panjang prosesnya.

Ilustrasi para pecinta lingkungan bekerja keras di garis depan sumber gambar dompet dhuafa
Ilustrasi para pecinta lingkungan bekerja keras di garis depan sumber gambar dompet dhuafa

Itulah mengapa istilah green inflation atau greenflation atau inflasi hijau menjadi istilah yang tidak populer, dan wajar jika Prof Mahfud tidak sepenuhnya menjawab secara rinci. Ditambah lagi soal gimmick dan etika yang bercampur di dalamnya.

Jadi pesoalan ini sangat tidak sederhana dan Indonesia masih harus menempuh jalan panjang dalam praktiknya.

Begitu juga ketika membahas tentang  "hilirisasi" yang menjadi core-nya kampanye Prabowo -Gibran. Apa itu hilirisasi sebenarnya?.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), penghiliran atau hilirisasi adalah, proses pengolahan baku menjadi barang siap pakai.  Dengan begitu penhiliran atau hilirisasi berarti mengelola komoditas dari barang industri tertentu dengan tujuan mengoptimalkan produk yang bernilai jual lebih tinggi.

Sampai disini, siapapun dari kita tentu sepakat, karena hilirisasi berarti akan membutuhkan proses, dan proses itu harus dilakukan dengan pabrikasi, mesin, tenaga kerja. Artinya akan ada serapan tenga kerja, akan tumbuh industri, akan masuk investasi, akan membuka lapangan kerja, mengatasi problem kemiskinan.

Dalam kasus nikel yang selalu menjadi basis pembahasan, ternyata mendapat tentangan dari WTO (World Trade Organisation) mengenai kebijakan mengeskpor biji nikel mentah dan kebijakan hilirisasi. Karena mereka kesulitan mendapatkan biji nikel Indonesia.

Di sisi lain banyak negara yang kemudian melakukan inovasi mencari alternatif bahan pengganti untuk mengatasi sulitnya mendapatkan nikel Indonesia itu. Ini juga yang diprediksi menjadi akar turunya harga nikel kita.

Persoalan lain adalah mengapa Indonesia bersikeras terkait hilirisasi (untuk mendongkrak harga), ternyata juga berkaitan dengan persoalan politik dan lain sebagainya. Sehingga banyap pengamat yang menilai bahwa kebijakan ini banyak muatan masalahnya.

Bagaimana dengan "hulunya" sebelum didorong menjadi hilirisasi, apakah beanr sepenuhnya demi pembangunan dan kepentingan rakyat banyak. Seberapa besar serapannya tenaga kerjanya, siapa investornya, dan lain sebagaianya yang sangat panjang.

Jadi ini juga persoalan yang sederhana, sesederhana seperti menerjemahkan greenflation sebagai inflasi hijau. Praktiknya ribet sekali persoalannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun