Mohon tunggu...
Rini Wulandari
Rini Wulandari Mohon Tunggu... Guru - belajar, mengajar, menulis

Guru SMAN 5 Banda Aceh http://gurusiswadankita.blogspot.com/ penulis buku kolaborasi 100 tahun Cut Nyak Dhien, Bunga Rampai Bencana Tsunami, Dari Serambi Mekkah Ke Serambi Kopi (3), Guru Hebat Prestasi Siswa Meningkat

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Mengaku Cawapres "Melek Lingkungan", Nafsu Kuat Tenaga Kurang!

28 Januari 2024   02:00 Diperbarui: 3 Maret 2024   08:28 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana debat keempat cawapres sumber gambar kompas.id

Sesuai dengan kapasitas beliau yang selalu berkecimpung di bidang hukum, termasuk dalam posisi Kemekumham, Prof Mahfud lebih fokus pada bagaimana mengatasi persoalan lingkungan dari sisi penegakkan hukumnya.

Jangan tajam ke bawah, tapi tumpul ke atas, jika kasusnya menyangkut rakyat kecil hukum bisa "menginjak", tapi jika lawannya orang besar dan para elit, hukum tiba-tiba menciut. Mengapa?. Apakah hukum hanya berpihak pada kalangan tertentu dan tidak bisa mengakomodir keadilan bagi semua warga negara secara inklusif?.

Sehingga wajar jika Prof Mahfud lebih tertarik membahas mengapa legalitas kepemilikan tanah yang dilakukan oleh Pemerintah untuk memberi jaminan kepemilikan aset tanah masyarakat, sebagiannya justru dimanfaatkan untuk mengambil alih kepemilikan tanah berdasarkan legalitas yang bisa dibuat-buat.

Padahal jika masyarakat diberikan haknya, masyarakat adat dilegalkan status kepemilikannya, maka masyarakat adat yang selama ini tinggal di hutan menjadi penjaga kelestarian utan, pasti akan mempertahankan agar hutan-hutan tetap lestari. Namun dalam praktiknya mereka  justru terusir dari tanahnya.

Inilah yang sebagaian dikritisi dan menjadi tinjauan pemikiran Prof Mahfud, termasuk juga dalam mengatasi kasus persolan lingkungan lainnya.

Pekerja di pabrik nikel sulfat Maluku Selatan sumber gambar tempo.co/subekti
Pekerja di pabrik nikel sulfat Maluku Selatan sumber gambar tempo.co/subekti

Pemikiran Gibran

Ini sesuatu yang paling menarik dikritisi, persoalannya bukan berdasar pada persoalan bahwa Gibran adalah anak muda yang konon katanya masih belum diterima oleh banyak kalangan gaek. Termasuk karena caranya yang "prematur" dalam menaiki tangga posisinya sekarang.

Namun sebagian kalangan menilai karena kuatir dengan kapasitasnya yang masih belia, dikuatirkan tidak akan bisa mengakomodir ketika harus mengatasi berbagai persoalan negara yang membutuhkan kebijakan dengan pemikiran yang matang. Pemikiran tersebut sah-sah saja muncul dalam wacana debat atau dalam konteks perpolitikan.

Namun yang menarik adalah ketika berbicara soal lingkungan, ketika memunculkan istilah-istilah yang begitu menarik penasaran publik, tentang Greenflation-inflasi hijau, sesederhana itu saja", begitu menurutnya.

Banyak pengamat lingkungan ternyata tak begitu familiar dengan istilah tersebut, karena pembahasannya memang sanag jarang dalam  konteks persoalan lingkungan  di negara kita saat ini.

Greenflation berkaitan dengan transisi energi. Green Inflation terjadi karena adanya transisi energi untuk menjaga lingkungan tetap lestari seperpti peralihan dari brown energi-energi fosil seperti minyak bumi ke Energi Terbarukan (EBT) atau green energi, seperti energi surya, panas bumi.

Peralihan ini menyebabkan harga bahan mentah energi mengalami kenaikan akibat adanya permintaan (demand) dari penawaran (supply) yang terbatas, ini  berlangsung terus menerus.

Tapi sebenarnya kenaikan harga tersebut tidak selalu diakibatkan karena adanya transisi hijau, ada banyak faktor yang bisa menyebabkan kenaikan harga barang.

Salah satunya menurut Philonomist, adalah adanya kebijakan pajak karbon yang sangat bermanfaat bagi lingkungan hidup, karena tujuan pengenaan pajak karbon untuk mengubah perilaku ekonomi tidak ramah lingkungan, beralih ke perilaku ekonomi ramah lingkungan serta rendah karbon. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun