Kedua; Kondisi Ekonomi Sulit-Ekolit
Kondisi ekonomi sulit banyak membuat frustasi banyak remaja, kesenjangan yang jomplang, ditambah lagi dengan bentuk pertemanannya yang semakin bebas. Kemunculan fenomena ini merupakan bagian dari mata rantai masalah yang menciptakan kegagalan sosial membentuk lingkungan menjadi kondusif dan aman.Â
Bukan pemandangan yang aneh jika kita masuk ke kampung-kampung di pinggiran kota, kebiasaan para remaja yang putus sekolah atau fresh graduate yang tidak melanjutkan pendidikan, tanpa pekerjaan duduk seharian di kedai atau warung kopi hanya sekedar menghabiskan waktu.
Ketiadaan lapangan kerja atau ketidakmampuan mengikuti perkembangan karena faktor skill atau keahlian yang dimiliki tidak memiliki daya saing, membuat mereka "gagal" mengikuti perubahan.
Ketiga;Â Sihir Digitalisasi
Perkembangan digital mau tak mau menjadi titik stimulasi timbulnya masalah. Daya tariknya yang kuat membuat kecenderungan remaja untuk bermain bersama kelompoknya (termasuk secara online) menjadi sebuah bentuk atau cara para remaja mengekalkan eksistensi mereka.
Melalui perantaraan sistem komunikasi digital para remaja terhubung tidak saja secara online tapi juga offline kondisi inilah yang dianggap oleh banyak pihak termasuk para orang tua sebagai kekuatiran terbesar. Kondisi usia yang masih labil, ditambah masalah ekonomi dan model pergaulan serta kontrol sosial yang kurang.
Beberapa kasus kekerasan dipicu oleh perselisihan karena gameonline, atau kecanduan gameonline yang memicu kejahatan.
Keempat; Sistem Sosial yang Gagal
Kegagalan sistem sosial yang permisif maupun yang cuek turut menyumbang pada meningkatnya kenakalan remaja dan kejahatan kelompok. Kondisi ekonomi yang sulit, ketidaksetaraan, dan kurangnya kontrol sosial menciptakan lingkungan yang memudahkan remaja untuk mencari eksistensi di luar rumah.Â
Pengawasan orang tua yang menurun karena fokus pada kondisi ekonomi yang sulit dan kurangnya waktu untuk pengasuhan, memberikan celah bagi remaja yang masih labil untuk mengeksplorasi identitas mereka sendiri di luar rumah.
Remaja menjadi kelompok yang mudah sekali dibentuk oleh sistem sosial yang gagal. Tindak kekerasan yang makin marak terjadi dipicu oleh banyak ketimpangan yang terakumulasi pada ketidakpuasan sosial, kondisi ekonomi sulit, dan gangguan budaya akibat maraknya penggunaan gadget sebagai stimulannya.
Begitu juga dengan problem ketimpangan ekonomi, yang semakin tajam intensitasnya semenjak pandemi, transisi ekonomi dan dinamika ekonomi yang di tandai dengan inflasi yang tinggi, kenaikan harga kebutuhan pokok, kenaikan migas
Dampaknya termasuk bertambahnya kemiskinan, berkurangnya lapangan kerja dan menurunya daya beli (purchasing power), pendapatan.Â