Mohon tunggu...
Rini Wulandari
Rini Wulandari Mohon Tunggu... Guru - belajar, mengajar, menulis

Guru SMAN 5 Banda Aceh http://gurusiswadankita.blogspot.com/ penulis buku kolaborasi 100 tahun Cut Nyak Dhien, Bunga Rampai Bencana Tsunami, Dari Serambi Mekkah Ke Serambi Kopi (3), Guru Hebat Prestasi Siswa Meningkat

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Saat "Kurir Politik" Bertamu Pagi Buta, Haruskah Kita Terima Amplopnya?

11 Januari 2024   21:43 Diperbarui: 12 Januari 2024   15:07 406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi praktik suap saat pemilu/Sumber gambar https://aclc.kpk.go.id/hajarseranganfajar

Bisa jadi mereka memang tak peduli dan menganggap kondisi itu sebagai spekulasi politik yang memang harus dilakukan dan risikonya masih bisa ditoleransi.

Siapa tahu dari 100 yang mendapat "godaan" akan ada setengahnya yang terpengaruh dan bisa membantu dukungan mendulang suara. Kurang lebih seperti orang berbisnis, keluar modal dulu baru nanti bisa nikmati hasilnya.

Namun jika praktik ini terus berlangsung, maka para pemain politik yang nakal akan terus menggunakan kesempatan tersebut untuk bisa membantu mencari dukungan.

Agaknya kampanye Pemerintah agar masyarakat menolak tegas, dalam praktiknya dijalankan dengan setengah hati, atau dengan ketidakpedulian, apalagi sering tak diikuti dengan prasyarat yang ketat.

Sehingga praktik buruk dalam politik yang masih terjadi menjadi bentuk pendidikan politik yang buruk. 

Bagaimanapun meski praktiknya ditemukan dalam masyarakat, namun masyarakat sendiri tak mau melakukan pengaduan karena mendapatkan keuntungan, berupa hadiah paket sembako atau uang tunai.

Sanksi hkum bagi pelaku suap politik, serangan fajar/Sumber gambar pusat edukasi korupsi KPK
Sanksi hkum bagi pelaku suap politik, serangan fajar/Sumber gambar pusat edukasi korupsi KPK

Bola Salju Hajar Serangan Fajar

Ada yang bilang, jika sampai si pemberi hadiah "memaksa" harus adanya bukti maka harus ditolak, kecuali memang sudah pilihan masyarakat sendiri.

Namun jika masih ada kebebasan memilih atau tidak tapi diberi hadiah, ya diambil saja. Namun apakah solusi ini benar?. Sekali lagi ini masih versi si pemilih sendiri.

Idealnya saat menemukan calon yang model begini, harusnya segala bentuk hadiah harus ditolak tegas. Bahkan jika memungkinkan di dokumentasi dan dilaporkan kepihak panitia penyelenggara pemilu. 

Laporan harus memastikan bahwa si "whistle blower" atau si pembuat laporan datanya dirahasiakan dan dijaga, berikut bukti-buktinya.

Menurut kampanye yang dirilis KPK dalam tagline Hajar Serangan Fajar, praktik politik uang dalam kontestasi politik menjadi lumrah karena sudah membudaya, mempengaruhi sistem politik demokrasi, dan pada akhirnya menjadi sebab politik berbiaya tinggi.

Politik uang di Indonesia lebih dikenal sebagai Serangan Fajar. Serangan fajar sendiri dapat diartikan sebagai pemberian uang, barang, jasa atau materi lainnya yang dapat dikonversi dengan nilai uang di tahun politik atau saat kampanye menjelang PEMILU.

Nah, KPK melalui kampanye antikorupsi dengan tema Hajar Serangan Fajar, tujuannya untuk meningkatkan kesadaran publik terkait pencegahan Politik Uang dan korupsi menjelang pencoblosan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun