Terutama berkaitan dengan temuan sebanyak 35% diaspora Indonesia yang tidak ingin kembali ke Indonesia, karena alasan perbedaan standar besaran kompensasi dan manfaat yang ditawarkan oleh perusahaan-perusahaan asing, dibandingkan dengan perusahaan di Indonesia (68%). Lalu kualitas hidup di Indonesia- dari segi fasilitas publik, faktor keamanan, serta fasilitas masyarakat- yang dinilai lebih rendah dibandingkan dengan yang ada di negara asing (45%).
Selain itu, situasi sosial di Indonesia juga dinilai kurang menguntungkan. Ini dilihat dari segi tingkat keamanan publik, stabilitas politik, serta isu rasial (39%). Beberapa faktor lain seperti kurangnya peluang pekerjaan untuk beberapa keahlian, adanya perbedaan budaya dan sistem bekerja (36%) juga mempengaruhi. Termasuk keluarga yang telah beradaptasi dengan kehidupan di negara asing (24%).
Upaya untuk menarik kembali para diaspora yang kini bermukim dan bekerja di banyak negara telah lama diupayakan oleh Pemerintah.Â
Sejak mulai banyaknya minat diaspora untuk mengabdi di Indonesia, Pemerintah berusaha mengakomodir keinginan itu dengan membuka "lowongan" Calon Aparatur Sipil Negara (CASN) pelamar kebutuhan khusus Diaspora.
Sebenarnya keinginan diaspora untuk kembali ke Indonesia, fenomenanya sudah lama muncul. Hanya saja kekuatiran mereka berkaitan dengan apakah ada peluang mereka untuk bisa mendapat "pekerjaan" yang layak di dalam negeri.
Kekuatiran wajar, mengingat banyak para diaspora yang memang telah bekerja dengan posisi baik di negeri mereka tinggal. Awalnya, diaspora yang ingin mengabdi di Indonesia, jabatan awalnya di luar negeri tidak diperhitungkan. Namun dengan adanya aturan baru berupa Permenristekdikti No 7 Tahun 2019, jabatan diaspora ini sudah diperhitungkan.
Tanpa perhitungan tentang jabatan awal para diaspora, jabatan awal mereka dihitung nol karena harus melalui sertifikasi dosen yang berbeda dengan di negeri asalnya. Kini berbeda, karena jabatan diaspora diperhitungkan.
Pemerintah harus lebih proaktif menyambut trend ini, sebagai cara memancing kembali para diaspora kembali ketanah air.Â
Diaspora dan Isu Penting Keamanan Nasional
Beberapa poin kunci terkait isu diaspora dan keamanan nasional, melibatkan argumen terkait kebutuhan SDM yang handal. Sebagaimana materi tema debat ketiga para capres minggu lalu.
Pertama;Â Keterkaitan antara Teknologi Pertahanan dan Keamanan Nasional
Pentingnya teknologi pertahanan dan keamanan nasional tidak dapat dipandang sebelah mata. Ketergantungan pada sistem teknologi informasi, negara-negara harus mampu melindungi diri dari ancaman cyber yang dapat merusak infrastruktur kritis, meretas data sensitif, atau mengancam stabilitas sosial.Â
Oleh karena itu, penting bagi Indonesia untuk memiliki SDM yang tidak hanya memahami teknologi tinggi tetapi juga memiliki kemampuan untuk mengembangkan solusi keamanan yang inovatif.
Kedua:Â Keterbatasan SDM Lokal dalam Bidang Teknologi Pertahanan.
Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia telah membuat kemajuan dalam pengembangan teknologi, tetapi masih menghadapi keterbatasan SDM lokal dalam menguasai bidang teknologi pertahanan. Terutama dengan munculnya serangan cyber selama tahun 2023 lalu.
Namun terdapat faktor masih kurangnya jumlah ahli teknologi dan keamanan dalam negeri yang dapat mengatasi ancaman siber secara efektif. Oleh karena itu, melibatkan diaspora yang telah berhasil di luar negeri dapat menjadi salah satu solusi untuk mengatasi kekurangan ini.