Mohon tunggu...
Rini Wulandari
Rini Wulandari Mohon Tunggu... Guru - belajar, mengajar, menulis

Guru SMAN 5 Banda Aceh http://gurusiswadankita.blogspot.com/ penulis buku kolaborasi 100 tahun Cut Nyak Dhien, Bunga Rampai Bencana Tsunami, Dari Serambi Mekkah Ke Serambi Kopi (3), Guru Hebat Prestasi Siswa Meningkat

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

"Ring of Fire" dan Gagasan Membangun Desa Keberlanjutan Berbasis Tradisi Lokal

20 Desember 2023   15:24 Diperbarui: 28 Desember 2023   22:52 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
peisisr pantai aceh dan ribunan hijau pohon bakau sebagai green barrier dari bencana sumber gambar mongabay

"Letak geografis Indonesia berada di wilayah Ring of Fire atau Cincin Api Pasifik atau Lingkaran Api Pasifik, yakni pertemuan tiga lempeng tektonik dunia seperti Lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia dan Lempeng Pasifik. Oleh sebab itu, Indonesia termasuk negara yang rawan dilanda bencana seperti gempa bumi, letusan gunung berapi hingga tsunami."

Sejak tsunami melanda Aceh, 19 tahun lalu, perubahan yang paling mendasar, adalah perubahan pola pikir mereka tentang alam. Isu tentang keberlanjutan menjadi sesuatu yang tak asing dibicarakan di kedai kopi, hingga di meja makan.

Anak-anak saya kini semakin memahami mengapa di kampung Alue Naga, 6 kilometer dari rumah kami sekarang memiliki green barrier berupa hutan-hutan bakau yang terpelihara dengan baik.

Dahulu pohon-pohon bakau itu hanyalah bagian dari keindahan pesisir pantai belaka. Kami hanya memahaminya dari pelajaran Biologi yang kita peroleh disekolah, bahwa pepohonan bakau dengan akar-akarnya yang panjang menghunjam adalah tempat bagi biota laut.

Kini anak-anak saya tahu, bahwa pohon-pohon itu lebih dari sekedar "asesoris" pantai, tapi merupakan benteng bagi serangan bencana dari laut, air pasang (rob), tsunami, erosi pesisir, dan penjaga lestarinya ekosistem pesisir yang asri.

Sewaktu kecil saya terbiasa menangkapi udang-udang putih sebagai umpan pancing, tanpa perlu harus membelinya. Udang-udang itu menjadikan akar bakau sebagai rumah-rumah mereka.

Tanpa saya sadari setelah sekian tahun berlalu, udang-udang itu ternyata menjadi pertanda bahwa alam kita masih asri, bahwa pohon bakau adalah bagian dari ekosistem laut yang saling melengkapi dan menguatkan.

ilustrasi tanaman bakau yang kini semakin menjadi pesona wisata di aceh sumber gambar gramedia
ilustrasi tanaman bakau yang kini semakin menjadi pesona wisata di aceh sumber gambar gramedia

Tsunami dan Pohon Bakau

Menurut penuturan masyarakat di sekitar areal pesisir di Ujung Batee, ketika mereka menyelamatkan diri dari gempuran ombak tsunami dengan menaiki bukit-bukit.

Dari sana mereka melihat bagaimana peran pohon-pohon bakau itu menjadi benteng terakhir yang menjaga kampung mereka dari kerusakan parah yang pernah mereka tahu sebelumnya.

Pohon-pohon bakau itu menahan gempuran ombak tsunami yang tinggi dengan gelombangnya yang keras menjadi ombak-ombak kecil.

Dari pengalaman-pengalaman itulah kini kampung-kampung di persisir di Aceh mengandalkan pohon-pohon bakau sebagai green barrier, benteng hjau dari terjangan tsunami dan air pasang.

memancing di sungai desa nusa sumber gambar jadesta
memancing di sungai desa nusa sumber gambar jadesta

Dan itu pula yang menjadikan sebagian besar kampung-kampung di Aceh kini menjadikan pohon bakau sebagai salah satu pesona yang mendukung pembangunan desa-desa mereka terus tumbuh dengan potensi benteng alam yang mengamankan kampung mereka sebagai pertahanan terbaik yang mereka miliki.

Sebenarnya sebagian besar desa-desa di pesisir Aceh memiliki ciri khas yang sama, menjadikan desa mereka menjadi desa dengan potensi wisata keberlanjutan dengan mengandalkan potensi alam yang telah ada sebelumnya, namun tidak mereka sadari dengan baik.

Kini potensi itu melengkapi ciri khas desa-desa di pesisir Aceh.

Kampung Jawa, misalnya, selain dikenal sebagai area tempat pelabuhan kapal, juga menjadi kampung yang dikenal sebagai sentra pembuatan kapal-kapal nelayan.

Kapal-kapal itu berada di pinggiran sungai yang berbatas dengan laut lepas. Dan disepanjang pantainya itu pohon-pohon bakau menjadi pesona yang melengkapi landskap pantai-pantai di Aceh.

Sehingga setelah kita lelah berkunjung ke area pembuatan perahu dan berfoto ria di pelabuhan bebasnya, kita bisa menikmati suasana healing dengan segelas kopi dan panganan tradisional yang dijajakan di kedai-kedai kecil yang berada di pinggiran pantai.

suasana desa nusa dengan bukit barisan sumber gambar jadesta
suasana desa nusa dengan bukit barisan sumber gambar jadesta

Isu Keberlanjutan

Seperti halnya desa-desa lain di Aceh, Desa Nusa dan Desa Lhokseuda adalah sedikit dari desa penuh pesona di wilayah Aceh Besar yang menjadikan pesona alam bersinergi dengan khasnya tradisi kehidupan desa-desa nelayan di Aceh. Desan Nusa unik, meski berbatas dengan pesisir, namun memiliki areal pertanian yang luas.

Penduduk kini semakin terbiasa dengan kunjungan tamu-tamu luar yang memang khusus datang untuk menikmati suasana kampung, persawahan, suasana saat mereka melakukan proses panen, sebagai bagian dari produk wisata keberlanjutan yang disulap dalam format tradisi yang menarik.

Tamu atau wisatawan bahkan disuguhi masakan yang dimasak oleh masyarakat di desa tersebut, bukan khusus di masak demi tamu. 

Masakan tradisional keseharian yang khas seperti Kueh apliek, adalah makanan yang menjadi menu sehari-hari. Seperti halnya yang bisa kita temui saat kita berkunjung ke desa Nusa atau gampong Nusa.

Bahkan karena begitu banyaknya permintaan masyarakat yang ingin bisa menikmati keindahan alam, memancing, bermain di sawah, bersampan di sungai, menjadikan aktifitas yang sebenarnya merupakan aktifitas keseharian menjadi menu yang ditawarkan sebagai paket wisata.

Termasuk penduduk yang kini menjadikan sebagian kamar atau rumah mereka sebagai homestay yang dapat dinikmati para tamu yang datang. Penduduk juga menyediakan oleh-oleh khas, kerupuk daun tumurui atau daun kari yang langka.

Kini kita bisa menikmati wisata edukasi seperti cooking class, waste management package, traditional games di Gampong Nusa. 

Tidak hanya itu, kita bisa mencicipi makanan lokal salah satu menu yang menarik dan kini langka adalah Bue Peudah, konon makanan ini berisi puluhan rempah dan bahan sayuran. Kuliner yang berupa bubur yang pedas dengan aroma rempah. Masakan ini umumnya di hidangkan saat bulan Ramadhan.

Aktifitas budaya lainnya yang bisa ditemui adalah atraksi hari meugang, atraksi adat kandhuri maulid, khanduri pade atau adat perkawinan pada momen-mone khusus bertepatan dengan hari spesial tersebut.

Contoh lainnya adalah, kita jbisa mendapatkan pesona lain saat mengunjungi desa pesisir lainnya, seperti Lhokseudue. Menikmati mie gurita sebagai sajian yang sangat khas, yang bahan bakunya adalah hasil tangkapan gurita segar dari para nelayan yang pulang melaut.

Bahkan proses penurunan hasil tangkapan bisa menjadi atraksi kegiatan bersama yang menarik. Kita juga bisa membawa pulang oleh-oleh gurita kering yang ukurannya bisa kita peroleh menurut selera, termasuk berukuran jumbo seperti layang-layang raksasa.

Kini keberadaan bakau, cemara di area pesisir dan kampung menjadi pelengkap keindahan paket wisata yang alami, menurut tradisi atau kebiasaan para nelayan.

Apa yang dinikmati para pengunjung sebenarnya bukan sajian khusus, namun aktifitas harian yang apa adanya. Menarik pukat, membersihkan ikan dari jala, memperbaiki jala, membuat kerajinan dari limbah kayu laut, mengolah ikan menjadi oleh-oleh seperti ikan asin. Termasuk olahan pangan dari bahan segara kombinasi mie Aceh dan gurita segar yang tidak bisa kita temukan disembarang tempat.

Kuliner Aceh yang dikenal kaya rempah, memang menjadi pemanja lidah yang luar biasa. Tak salah jika walikota Banda Aceh, Aminullah Usaman,  pernah menyebut jika makanan di Aceh hanya punya 3 rasa; enak, enak sekali dan sangat enak.

Kini paket lengkap desa-desa di pesisir dengan kehidupan tradisinya yang alami juga menjadi arena pembelajaran baru, yaitu tentang kebencanaan. Mengapa?

Sejak tsunami besar 26 Desember 2004, hampir sebagian besar-desa-desa di pesisir di Aceh mengalami kerusakan akibat tsunami.

Sebagian mereka bangkit dengan caranya dan tumbuh kembali dengan kekuatan tradisi yang mereka miliki. Kisah dan sisa-sisa kejadian tsunami kini menjadi salah satu pesona wisata yang bisa dinikmati oleh para pengunjung yang datang.

Peninggalan tsunami sebagian dibiarkan tinggal menjadi bagian dari kenangan sekaligus bisa menjadi pembelajaran yang bisa disaksikan buktinya oleh para pengunjung.

menikmati suasana indah desa nusa sumber gambar gampong desanusaku
menikmati suasana indah desa nusa sumber gambar gampong desanusaku

Sehingga tak heran jika banyak desa-desa di Aceh saat ini memiliki peninggalan tsunami  sebagai bagian dari sejarah masa lalu mereka karena hidup dalam negeri lingkar bencana atau ring of fire.

Sesuatu yang tak dapat dihindari namun dapat dicegah dengan berbagai kearifan lokal yang mereka miliki.

Sebagai contoh, kini semakin banyak orang tahu apa itu smong?. Sebuah tradisi dari pulau Simeulue yang berupa nandong atau syair yang dinyanyikan saat santai oleh para penduduk. Syair itu berisi petuah untuk menyelamatkan diri jika melihat tanda tsunami.

Saat tsunami besar, melanda sebagian besar masyarakat Simeulue selamat, nandong smong menjadi sebuah alat mitigasi bencana tradisional yang sangat menakjubkan yang membantu  menyelamatkan mereka dari bencana.

Model kearifan lokal seperti itu salah satunya yang menjadi ciri khas yang kini sedang dibangun di desa-desa pesisir Aceh, membangun pesona wisata berkelanjutan sambil mengenalkan tradisi mereka yang alami.

kemping di desa nusa sumber gambar kompas travel 
kemping di desa nusa sumber gambar kompas travel 

berjalan-jalan menysuri sungai desa nusa sumber gambar mongabay
berjalan-jalan menysuri sungai desa nusa sumber gambar mongabay

Pentingnya Pemberdayaan Ekonomi

Hal yang paling menarik dalam pengembangan desa berkelanjutan, bukan hanya pada bagaimana membangun kelestariannya, tapi juga bagaimana menguatkan pemberdayaan ekonominya agar menjadi sumber pendapatan baru masyarakatnya.

Dengan fokus tersebut, masyarakat tidak hanya berusaha membangun sebuah desa yang lestari, namun juga membangun sumber pendapatan ekonomi mereka. Perubahan pola pikir itu adalah sesuatu yang membutuhkan proses.

Seperti di desa Nusa, masyarakat secara berswadaya menguatkan potensi desa. Selain menjaga kelestarian juga menjadi potensi ekonomi mereka. Sehingga kita dapat melihat geliat ekonominya yang lebih dinamis.

Keseharian masyarakatnya mulai membentuk pola yang sinergis antara membangun desa berkelanjutan dengan tematik kebencanaan dan pelestarian tradisi. Pelan tapi pasti pola ini memberi dukungan positif bagi lingkungan dan kehidupan masyarakatnya.

Bahkan dengan gagasan tersebut, ekonomi berbasis kearifan lokal juga tumbuh dengan baik. Masyarakat memanfaatken kemampuan mereka dalam mengolah kuliner dan makanan oleh-oleh yang dapat dijadikan buah tangan langsung dari desa tersebut. 

Kita tentu berharap pola atau model desa yang mengembangkan isu tematik dan sekaligus pemberdayaan ekonomi itu akan menjadi sebuah contoh baik dalam pengembangan desa-desa lain di Aceh.

Latar belakang daerah-daerah di Indonesia seperti halnya Aceh yang berada di jalur ring of fire atau jalur cincin api bencana, tak menyurutkan masyarakatnya membangun pesona wisata dengan memanfaatkannya keberadaan titik bencana dan bekas-bakasnya sebagai sebuah pembelajaran bagi masyarakat lain dan generasi berikutnya.

referensi: 1

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun