Mohon tunggu...
Rini Wulandari
Rini Wulandari Mohon Tunggu... Guru - belajar, mengajar, menulis

Guru SMAN 5 Banda Aceh http://gurusiswadankita.blogspot.com/ penulis buku kolaborasi 100 tahun Cut Nyak Dhien, Bunga Rampai Bencana Tsunami, Dari Serambi Mekkah Ke Serambi Kopi (3), Guru Hebat Prestasi Siswa Meningkat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

KDRT dan Bystander Effect, Tantangan Bersama Mencegah Jatuhnya Korban Kekerasan Domestik

16 Desember 2023   20:51 Diperbarui: 18 Desember 2023   15:42 397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pertengkaran orangtua yang bisa jadi penyebab KDRT. Sumber: parapuan.co

"Mereka memang sering bertengkar, orang tuanya sering memukuli anaknya, mereka sering ribut soal ekonomi karena suaminya pengangguran, sudah biasa suami marah-marah dan meninggalkan rumah, orang tuanya memang pemarah, anak-anaknya nakal". Fakta-fakta seperti itu sering kita temui dalam kasus terjadinya KDRT yang berakhir pada luka fisik atau kematian.

Termasuk kasus termutakhir di Jagakarsa. Bahwa masyarakat di sekitar keluarga yang mengalami KDRT mengetahui adanya kemungkinan kejahatan tersebut. 

Pertimbangan tidak mau mencampuri urusan orang lain atau berharap ada orang lain yang juga mengetahui kasus yang sama akan bertindak, membuat mereka saling berharap dan menyebabkan rasa tanggung jawab menjadi kurang untuk turut mengatasi masalah.

KDRT sering kali tersembunyi di balik tirai privasi, membuatnya sulit untuk diidentifikasi. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk dapat mengenali sinyal-sinyalnya. 

Tanda-tanda fisik seperti cedera yang tidak wajar dan perubahan perilaku yang drastis dapat menjadi petunjuk awal. Selain itu, isolasi sosial, kontrol ekonomi, dan ancaman verbal juga dapat menjadi indikator kekerasan dalam rumah tangga.

Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) merupakan masalah serius yang dapat terjadi di berbagai lapisan masyarakat. Salah satu fenomena sosial yang seringkali menyebabkan kasus KDRT terlambat di atasi karena adanya fenomena Bystander Effect atau Efek Penonton. 

Fenomena ini mengacu pada kecenderungan seseorang untuk tidak memberikan pertolongan atau intervensi saat menyaksikan tindakan kekerasan, karena adanya asumsi bahwa orang lain akan mengambil tindakan. 

Situasinya membuat masyarakat saling berharap untuk memberikan pertolongan, apakah memberi bantuan secara ekonomi, atau bantuan mediasi.

pertengkaran orang tua | sumber gambar klinik kehamilan sehat
pertengkaran orang tua | sumber gambar klinik kehamilan sehat

Bystander Effect dalam Kasus KDRT

Bystander Effect merupakan konsep psikologis yang pertama kali dijelaskan oleh psikolog sosial John Darley dan Bibb Latan pada tahun 1968. 

Mereka menemukan bahwa semakin banyak orang yang menyaksikan suatu peristiwa darurat, semakin rendah kemungkinan seseorang akan memberikan bantuan. 

Dalam kaitannya dengan KDRT, fenomena ini menjadi salah satu faktor yang menghambat penanganan kasus kekerasan di dalam rumah tangga.Seorang saksi yang mengetahui adanya KDRT seringkali cenderung untuk tidak ikut campur.

Adanya anggapan bahwa orang lain akan bertindak. Atau menganggap kasusnya konflik urusan rumah tangga biasa. 

Ini membuat lingkungan di mana para saksi KDRT berada menjadi pasif dan seolah tidak bertanggung jawab memberikan pertolongan kepada korban. 

Bystander Effect tidak hanya menjadi hambatan dalam memberikan bantuan fisik, tetapi juga dalam melaporkan kasus KDRT kepada pihak berwajib.

Meskipun Bystander Effect dapat menjadi penghalang dalam menangani kasus KDRT, masyarakat juga memiliki tanggung jawab untuk mengubah kondisi tersebut dengan menciptakan lingkungan yang mendukung korban.

Pertama-tama, kesadaran mengenai dampak negatif dari Bystander Effect perlu ditingkatkan melalui kampanye penyuluhan dan edukasi. 

Masyarakat harus memahami bahwa setiap individu memiliki peran penting dalam mencegah dan menanggapi KDRT Tanpa harus menunggu, harus ada aksi sebgaia bentuk pertolongan pertama pada konflik.

Jika tidak memiliki keberanian dapat mengajak serta pihak keluarga dekat atau pejabat yang bertanggungjawab di lingkungan tersebut.

Selain itu, perubahan sosial juga dapat dimulai dari lingkungan terdekat, seperti keluarga, teman, dan lingkungan sekitar. Masyarakat perlu mengembagkan nilai-nilai seperti empati, kepedulian, dan keberanian untuk bertindak. 

Pembentukan sikap proaktif dalam menanggapi KDRT dapat dimulai dengan mengajarkan nilai-nilai ini melalui pendidikan di sekolah dan program-program pengembangan masyarakat.

Penguatan pendidikan merupakan kunci utama untuk mengatasi Bystander Effect dalam kasus KDRT. Program pendidikan yang lebih terfokus dan komprehensif perlu diintegrasikan ke dalam kurikulum sekolah. 

Materi mengenai konsepsi KDRT, dampak Bystander Effect, dan peran aktif masyarakat dalam mencegah kekerasan harus diterapkan sejak dini. 

Selain itu, penyuluhan reguler di masyarakat mengenai gejala KDRT dan strategi intervensi dapat membantu meningkatkan kesadaran dan memotivasi individu untuk bertindak.

Pendidikan yang efektif juga harus melibatkan pelatihan keterampilan sosial, termasuk keberanian untuk mengambil sikap dan berbicara ketika menyaksikan kekerasan. 

Sekolah, keluarga, dan komunitas dapat bekerja sama untuk menciptakan lingkungan di mana anak-anak dan remaja dapat belajar bagaimana mendukung satu sama lain dan memecah keheningan saat mereka menyaksikan tindakan kekerasan di sekitar mereka.

Mendorong Perubahan Sosial

orang tua berkonsultasi masalah keluarga | sumber gambar hello sehat
orang tua berkonsultasi masalah keluarga | sumber gambar hello sehat
Untuk mengatasi Bystander Effect dalam kasus KDRT, perubahan sosial yang lebih besar juga diperlukan. Pemerintah, lembaga non-pemerintah, dan individu memiliki peran penting dalam menciptakan kebijakan yang mendukung korban KDRT dan menghukum pelaku kekerasan. 

Program rehabilitasi untuk pelaku KDRT perlu dikembangkan untuk mencegah terulangnya tindakan kekerasan. Kecuali jika kasusnya telah sampai ke wilayah tindak pidana, kewenangan selanjutnya diserahkan kepada hukum yang akan mengaturnya.

Selain itu, media massa juga memiliki peran besar dalam membentuk opini masyarakat. Mereka bisa mengambil peran aktif dalam mendukung kampanye anti-KDRT dan membangun narasi positif seputar tindakan membantu korban. 

Melalui pemberitaan yang bijak dan edukatif, media dapat membantu mengubah persepsi masyarakat terhadap KDRT dan meningkatkan kepedulian terhadap korban.

Redaksi media harus lebih bertanggung jawab dalam menyajikan berita dan cerita seputar kekerasan dalam rumah tangga. Mereka dapat menekankan nilai-nilai kemanusiaan, empati, dan keberanian dalam melibatkan diri untuk membantu korban KDRT.

Selain itu, media massa juga dapat menjadi alat efektif untuk kampanye kesadaran dan perubahan perilaku. 

Program televisi, film, dan kampanye media sosial dapat digunakan untuk memotivasi masyarakat agar lebih aktif dalam melawan kekerasan, mengubah norma sosial yang tidak mendukung, dan menciptakan lingkungan yang mendukung bagi korban.

Bagaimanapun dalam kasus KDRT, Bystander Effect menjadi tantangan nyata yang bisa menghambat upaya mengatasi kekerasan. Kita tidak hanya menjadi penonton yang pasif, tetapi juga menjadi agen perubahan yang aktif dalam melawan kekerasan dalam rumah tangga.

Solusi kritis untuk mengatasi Bystander Effect dalam kasus KDRT juga memerlukan pengembangan kebijakan yang proaktif dan menyeluruh. 

Pemerintah dan lembaga terkait perlu bekerja sama untuk mengimplementasikan aturan dan hukuman yang lebih tegas terhadap pelaku kekerasan. Selain itu, perlindungan yang lebih baik dan akses cepat ke layanan dukungan bagi korban perlu diprioritaskan.

Masyarakat juga dapat berperan dalam advokasi kebijakan yang mendukung penanggulangan KDRT. Gerakan sipil dan kelompok advokasi harus terus mendorong agar hukum perlindungan korban KDRT diperbaharui dan diperkuat. 

Peningkatan sanksi terhadap pelaku KDRT dan perbaikan sistem penegakan hukum adalah langkah-langkah penting yang dapat membantu mengurangi prevalensi Bystander Effect.Kematian empat anak dalam kasus kekerasan domestik menghadirkan tantangan moral dan sosial yang kompleks. 

Memahami tanda-tanda KDRT, menciptakan jalur bantuan yang efektif di tingkat komunitas, dan langkah-langkah penting dalam menanggapi permasalahan serius ini. 

Dalam konteks efek penonton, peningkatan kesadaran masyarakat dan promosi keterlibatan aktif dapat memainkan peran kunci dalam mencegah tragedi serupa terjadi di masa depan.

Mengatasi bystander effect dalam kasus KDRT memerlukan komitmen dan usaha bersama. Penting untuk mengubah pola pikir masyarakat, membangun kesadaran, dan memberdayakan individu untuk bertindak. 

Dengan merangkul nilai-nilai solidaritas, edukasi yang mendalam, dan tindakan bersama, kita dapat menciptakan masyarakat yang responsif dan bersedia melawan kekerasan dalam rumah tangga. 

Tantangan mungkin besar, tetapi melalui upaya kolektif, kita dapat memastikan bahwa setiap individu memiliki peran aktif dalam menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi semua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun