Mereka menemukan bahwa semakin banyak orang yang menyaksikan suatu peristiwa darurat, semakin rendah kemungkinan seseorang akan memberikan bantuan.Â
Dalam kaitannya dengan KDRT, fenomena ini menjadi salah satu faktor yang menghambat penanganan kasus kekerasan di dalam rumah tangga.Seorang saksi yang mengetahui adanya KDRT seringkali cenderung untuk tidak ikut campur.
Adanya anggapan bahwa orang lain akan bertindak. Atau menganggap kasusnya konflik urusan rumah tangga biasa.Â
Ini membuat lingkungan di mana para saksi KDRT berada menjadi pasif dan seolah tidak bertanggung jawab memberikan pertolongan kepada korban.Â
Bystander Effect tidak hanya menjadi hambatan dalam memberikan bantuan fisik, tetapi juga dalam melaporkan kasus KDRT kepada pihak berwajib.
Meskipun Bystander Effect dapat menjadi penghalang dalam menangani kasus KDRT, masyarakat juga memiliki tanggung jawab untuk mengubah kondisi tersebut dengan menciptakan lingkungan yang mendukung korban.
Pertama-tama, kesadaran mengenai dampak negatif dari Bystander Effect perlu ditingkatkan melalui kampanye penyuluhan dan edukasi.Â
Masyarakat harus memahami bahwa setiap individu memiliki peran penting dalam mencegah dan menanggapi KDRT Tanpa harus menunggu, harus ada aksi sebgaia bentuk pertolongan pertama pada konflik.
Jika tidak memiliki keberanian dapat mengajak serta pihak keluarga dekat atau pejabat yang bertanggungjawab di lingkungan tersebut.
Selain itu, perubahan sosial juga dapat dimulai dari lingkungan terdekat, seperti keluarga, teman, dan lingkungan sekitar. Masyarakat perlu mengembagkan nilai-nilai seperti empati, kepedulian, dan keberanian untuk bertindak.Â
Pembentukan sikap proaktif dalam menanggapi KDRT dapat dimulai dengan mengajarkan nilai-nilai ini melalui pendidikan di sekolah dan program-program pengembangan masyarakat.