Mohon tunggu...
Rini Wulandari
Rini Wulandari Mohon Tunggu... Guru - belajar, mengajar, menulis

Guru SMAN 5 Banda Aceh http://gurusiswadankita.blogspot.com/ penulis buku kolaborasi 100 tahun Cut Nyak Dhien, Bunga Rampai Bencana Tsunami, Dari Serambi Mekkah Ke Serambi Kopi (3), Guru Hebat Prestasi Siswa Meningkat

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Wibu dan Otaku, Fenomena Unik Kultur Jepang Dalam Keseharian Kita

9 Desember 2023   17:28 Diperbarui: 15 Desember 2023   13:50 554
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
wibu adalah sumber gambar JNEWS Online

Menyukai anime, memasang  karakter anime di media sosial dan bahkan kerap mencampurkan nama mereka dengan nama jepang, atau bahkan menggunakan aksara jepang untuk menulis nama mereka. Para wibu juga memiliki pasangan khayalan yang berupa karakter anime atau game itulah yang disebut Wibu pacar khayalan dan disebut waifu atau husbando.

Sedangkan  Otaku adalah versi hardcore dari wibu. Otaku muncul di era tahun 90-an. Istilah ini digunakan bagi orang yang menekuni suatu bidang secara mendalam. Otaku cenderung fanatik pada satu hal, sedang wibu fanatik pada segala yang berbau Jepang.

Sebutan lain dari wibu adalah Japanofilia, bentuk ungkapan yang ditujukan kepada seseorang terutama orang-orang Barat yang menyukai budaya populer dari Jepang. Japanofilia dianggap terbelakang karena mereka dianggap kurang menghargai budaya bangsa dan negaranya sendiri . Japanofilia merupakan kebalikan dari Japanofobia (Japanophobia) yaitu seseorang yang memiliki sifat anti-Jepang.

Tetapi dalam beberapa keterangan, Japanofilia tidak terlalu sama artinya dengan wibu karena pada dasarnya, Japanofilia dikatakan memiliki minat yang sangat luas tentang budaya Jepang, sedangkan wibu hanya terfokus pada budaya populer Jepang seperti anime dan manga.

Dalam masyarakat khususnya para pecinta anime di Indonesia, penggunaan kata wibu sendiri masih dianggap menjadi sebuah ejekan dan kebanyakan dari mereka memilih menggunakan kata ganti lain, yaitu "animers". Namun meskipun begitu, animers dan wibu merupakan suatu komunitas yang sama.

Artinya bahwa wibu sebagai sebuah "budaya baru" juga masih penuh kontradiksi dalam penerimaannya, bahkan oleh kalangan masyarakat Jepang sendiri. Mereka yang menyebut dirinya sebagai wibu dipandang eksklusif bahkan di negaranya sendiri. 

Menemukan Nilai Dalam Wibu

Pencarian filosofi budaya Jepang dalam Wibu bisa dilihat sebagai upaya untuk memahami dan mengadopsi nilai-nilai positif yang terkandung di dalamnya. Budaya Jepang terkenal dengan nilai-nilai seperti kesederhanaan, rasa hormat terhadap orang lain, dan dedikasi terhadap pekerjaan. Dalam konteks ini, apakah Wibu hanya mengadopsi elemen hiburan semata, ataukah mereka juga merenungkan dan menerapkan filosofi budaya Jepang dalam kehidupan sehari-hari mereka?.

Sejauh mana Wibu mencerminkan atau menyimpang dari nilai-nilai budaya Jepang tergantung pada motivasi dan pendekatan individu masing-masing dan motivasi yang melatarbelakanginya. 

Pencarian filosofi budaya Jepang oleh sebagian Wibu dapat dianggap sebagai langkah positif menuju pemahaman yang lebih mendalam dan penghormatan terhadap budaya yang mereka kagumi. Bagaimanapun juga, fenomena Wibu menunjukkan kompleksitas dalam cara budaya Jepang diadopsi dan diinterpretasikan di luar negeri.

Jadi sebenarnya seberapa wibu seseorang juga tergantung seberapa besar motivasi dan obsesi yang mempengaruhinya, hanya sekedar menjadikannya sebuah obsesi atau apropiasi-meniru tanpa menghargai nilai-nilai filosofi positif dari budaya Jepang yang bisa meningkatkan kualitas personality-nya.

referensi: 1

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun